Mohon tunggu...
irvanyusuf
irvanyusuf Mohon Tunggu... Penulis - penulis

saya adalah seorang anak yang terlahir diplosok terpencil yang ada di pulau sumatera, tetapi saya besar di pulau jawa, untuk saat ini saya masih aktif dalam didalam kampus yang terletak di kota yogyakarta dan hobi saya menyukai sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Transformasi Media Sosial dan Pengaruhnya Terhadap Komoditas Garam Ruqyah di Indonesia

18 Desember 2024   16:03 Diperbarui: 18 Desember 2024   16:41 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Baru- baru ini Garam ruqyah telah menjadi topik hangat di Indonesia, terutama setelah beberapa influencer dan media sosial membahasnya secara luas. Konsep garam ini berkaitan dengan praktik spiritual dan kesehatan alternatif, di mana garam dianggap memiliki kekuatan untuk menangkal gangguan makhluk halus dan sihir. Di Masyarakat percaya bahwa dengan menggunakan/mengkonsumsi banyak timbul hal -- hal positif yang mendatanginya dengan sendirinya. Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia sendiri memiliki beragam aspek agama yang sering kali berkembang sesuai dengan dinamika sosial dan budaya. Fenomena ini bukan hanya memasukkan peran agama dalam kehidupan sosial, tetapi juga menunjukkan bagaimana perubahan sosial dapat dipengaruhi oleh praktek keagamaan. Garam ruqyah yang telah menarik perhatian publik dan memperlihatkan bagaimana pasar agama dapat berkembang di tengah modernitas. 

 Sebelum membahas lebih lanjut, sebenernya apa itu garam ruqyah? Garam ruqyah adalah garam yang telah dibacakan doa-doa atau ayat-ayat Al-Qur'an ke dalamnya. Proses ini biasanya melibatkan bacaan ayat-ayat yang berkaitan dengan perlindungan dan penyembuhan. Praktik ini berakar dari tradisi ruqyah, yaitu terapi spiritual yang menggunakan bacaan Al-Qur'an untuk mengatasi masalah kesehatan yang diduga disebabkan oleh gangguan non-fisik seperti jin atau sihir.

Max Weber, mengatakan bahwa agama bisa menjadi pendorong perubahan sosial melalui nilai-nilai etika yang diajarkan. Dalam masyarakat tradisional, agama sering kali menjadi landasan bagi keteraturan sosial. Namun, dalam masyarakat modern, agama dapat menjadi sumber ketegangan dan perubahan, terutama ketika norma-norma agama berhadapan dengan nilai-nilai sekular dan perubahan sosial yang lebih cepat. Sementara itu, Emile Durkheim memfokuskan bahwa agama berfungsi untuk menciptakan solidaritas sosial dalam masyarakat. Di tengah berbagai perubahan yang terjadi, agama dapat menjadi alat yang menghubungkan individu dengan masyarakat dan membantu menjaga stabilitas sosial. Perubahan sosial sering kali membawa dampak terhadap cara orang menjalani kepercayaan mereka, memodifikasi tradisi lama, dan memperkenalkan praktek baru yang sering kali lebih praktis dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Pembahasan

Paradigma dan cakupannya

Pada dasarnya, garam ruqyah merupakan garam biasa yang telah dilengkapi dengan bacaan doa-doa tertentu, terutama ayat-ayat Al-Qur'an, seperti Surah Al-Fatihah, Surah Al-Baqarah, atau Surah Al-Ikhlas. Proses ini dilakukan oleh seseorang yang memiliki keahlian atau penguasaan dalam ilmu ruqyah, yakni pengobatan dengan menggunakan ayat-ayat suci Al-Qur'an sebagai sarana penyembuhan. Garam tersebut kemudian digunakan dengan berbagai cara, seperti dicampurkan ke dalam air untuk mandi, dijadikan air minum, atau bahkan ditaburkan di sekitar rumah untuk menjaga kebersihan spiritual.

Garam ruqyah adalah salah satu contoh fenomena yang terjadi pada saat ini, garam ini dipercaya oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai media yang dapat digunakan untuk "mengusir" gangguan jin atau makhluk halus yang dianggap dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan seseorang. Praktek ini sering dikaitkan dengan ruqyah, yaitu ritual pengobatan dalam Islam yang menggunakan bacaan ayat-ayat Al-Qur'an dan doa-doa tertentu untuk mengobati penyakit fisik dan psikis akibat gangguan spiritual.

Fenomena garam ruqyah ini menunjukkan bagaimana pasar keagamaan dapat beradaptasi dengan tuntutan zaman. Dalam era yang serba modern ini, dengan kemajuan teknologi informasi dan sosial media, isu garam ruqyah menyebar dengan sangat cepat melalui berbagai platform digital. Masyarakat semakin tertarik untuk memanfaatkan garam ruqyah sebagai cara praktis untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi, baik itu terkait dengan gangguan spiritual, kesehatan mental, atau bahkan untuk tujuan perlindungan diri (Anon n.d.).

Kontroversi dari berbagai kacamata

Awal mula kejanggalan dalam fenomena ini, sosial media menjadi pemanfaatan terhadap pasar komoditas, dengan menjual produk garam ruqyah disalah satu platform, titkok salah satunya, mayoritas masyarakat dibuat bodoh dengan adanya garam ruqyah, mereka dibutakan dengan khasiat -- khasiat yang menjanjikan sehingga berbondong -- berbondong dan menyerbu untuk membelinya dengan harga yang begitu cukup fantastis. bagaimana tidak, Ketika membeli garam biasa di toko, supermarket atau online shop itu cuman mengocek harga sekitar kurang lebih Rp. 10.000,00 sedangkan membeli garam ruqyah di marketplace atau toko -- toko dibandrol dengan harga Rp. 100.000,00 bahkan lebih, dan anehnya tidak sedikit yang terjual produk garam ruqyah tersebut, yang membedakan disini ialah embel -- embel yang dibalut keagamaan dan menciptakan ruang bagi pemakai untuk bisa menggunakan produk tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun