Rupiah mengalami beberapa kali devaluasi (penurunan nilai) dari 1970-1980an untuk menggenjot ekspor (karena eksportir menerima pembayaran dalam bentuk mata uang asing dan dolar yang lebih kuat nilainya dibanding Rupiah) dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menarik uang asing masuk ke Indonesia.
Berbagai praktik monopoli dan korupsi di negeri ini mengharuskan pemerintah menjaga stabilitas Rupiah melawan mata uang asing hingga tahun 1997.
Praktik ini disebut metode controlled float, di mana pemerintah membantu menjaga kestabilan Rupiah dengan memperdagangkannya dengan mata uang asing, menjual-belikan Rupiah sesuai keperluan agar tetap stabil.
Krisis ekonomi 1997 mengharuskan pemerintah untuk melepas intervensi terhadap Rupiah (mem-float Rupiah) dan membebaskannya untuk diperdagangkan dengan kurs mata uang lain di pasar bebas.
Hal ini turut melemahkan kurs Rupiah hingga kini di tahun 2018, 1 Dolar AS bernilai di kisaran Rp 13.800,-an.
c. Kelemahan sistem Fiat ketiga adalah dengan bertambahnya suplai uang.
Maka kemungkinan terjadinya inflasi pun semakin kuat, sehingga nilainya menjadi semakin kecil.
Pada kenyataannya, nilai mata uang setiap negara dan daya beli nya mengalami penurunan dari tahun ke tahunnya karena inflasi, di mana suplai uang yang beredar lebih banyak daripada perputaran pemakaiannya.
Rupiah Indonesia rata-rata mengalami inflasi 10-15% setahun.
Hal ini berarti harga barang-barang yang dijual di pasar mengalami kenaikan 10-15% per tahun, karena daya beli uang tersebut terus menurun.
Ya, begitulah sifat dasar mata uang manapun.