bola belaka, tetapi lebih dari itu. Banyak konflik bilateral akhirnya menemukan titik terang setelah piala dunia. Kisah Prancis dan Maroko, misalnya.
Piala dunia memang memang memiliki daya magis multi-dimensi. Bukan sekedar ajang kontestasi kekuatan sepakMenteri luar negeri Prancis Catherine Colonna secara gamblang menjelaskan bahwa Paris telah memulihkan hubungan konsuler dengan Maroko setelah perselisihan selama setahun terakhir terkait dengan kebijakan Prancis memangkas jumlah visa bagi warga Maroko yang mengunjungi Prancis.
Kedua negara berselisih sejak September 2021, ketika Paris mengurangi separuh kuota visanya untuk warga Maroko sebagai pembalasan atas dugaan penolakan kerajaan untuk memulangkan warga yang tinggal sebagai migran gelap di Prancis. Langkah tersebut sempat memicu kemarahan publik di Maroko.
Kini, kesepakatan tersebut resmi diumumkan tepat dua hari setelah Prancis dan Maroko bermain satu sama lain di laga semifinal Piala Dunia sepak bola di Qatar. Prancis dan Maroko mengumumkan bahwa mereka memperbaiki hubungan setelah berbulan-bulan ketegangan terkait visa, dan mengatakan presiden Prancis, Emmanuel Macron, akan mengunjungi kerajaan Afrika utara itu pada awal 2023. Kedua negara telah kembali lagi ke level full consular cooperation.
Hubungan pun langsung mencair. Lalu, Macron dan Raja Maroko Mohammed VI berbicara melalui telepon pada Rabu malam setelah pertandingan dramatis semifinal Piala Dunia negara mereka di Qatar yang dimenangkan Prancis 2-0.
Dalam laga tersebut, bagaimanapun, tetap tak luput dari analisis politik kedua negara yang menghubung-hubungkan kolonialisme Prancis terhadap Maroko di masa lalu, termasuk perselisihan diplomatik pasca-kolonialisme.
Terbukti, kini pasca-semifinal, peluang mempererat hubungan bilateral pun tak disia-siakan kedua negara. Wajar saja, Prancis dan Maroko menyadari bahwa lolosnya Maroko ke semifinal bakal berdampak pada penguatan ekonomi dan politik Maroko di kawasan yang pada ujungnya memperkuat daya tawar Maroko di dunia internasional. Itulah yang dibaca oleh Prancis dan tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Hal ini berkah untuk Maroko.
Selama ini Prancis, di tekan publik untuk "mengekang" atau "mempersulit" imigran yang tidak tidak berdokumen untuk alasan keamanan negara. Menurut Institut Statistik dan Studi Ekonomi Prancis, terdapat lebih dari 780.000 orang asal Maroko di Prancis dengan visa problematik yang mempersulit kerabat di Maroko untuk mengunjungi mereka di Prancis.
Menteri Luar Negeri Maroko Nasser Bourita mengatakan langkah Prancis untuk menormalisasi hubungan dalam track yang tepat. Keputusan Prancis tersebut memang bentuk populisme di tengah hingar-bingar piala dunia.
Pasti banyak yang mendukung keputusan tersebut mengingat banyak suporter yang menaruh simpati pada Marako. Namun, tak sedikit juga yang mencibir seakan Prancis memanfaatkan moment kemajuan sepak bola Maroko. Mereka menilai, andaikan Maroko tak lolos ke semifinal, mungkin tak satupun negara yang sudi melirik.
Namun, sekarang kondisi jauh berbeda, kedua menteri menekankan bahwa kedua negara adalah mitra penting dalam hal ekonomi, pendidikan, dan keamanan serta memiliki pandangan yang sama mengenai banyak masalah internasional di Afrika dan Timur Tengah.
Inilah salah satu berkah yang di rasakan Maroko setelah melaju ke semifinal piala dunia, sama halnya yang dirasakan Kroasia saat masuk ke final Piala Dunia Rusia 2018 lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H