Mohon tunggu...
Good Words
Good Words Mohon Tunggu... Penulis - Put Right Man on the Right Place

Pemerhati Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kerangkeng Manusia dan Reinkarnasi Perbudakan Modern

17 Februari 2022   08:30 Diperbarui: 17 Februari 2022   08:33 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jeruji untuk perbudakan| Sumber:pexels/@travis saylor

Terkuaknya kasus kerangkeng manusia di kediaman Bupati non-aktif Langkat yang saat ini sudah dalam tahap penyidikan merupakan alarm dini bahwa eksistensi perbudakan belum punah dan masih terjadi di sekitar kita. 

Saat ini, Komnas HAM dan Kepolisian masih mendalami dugaan tindakan kekerasan dan pembunuhan yang menelan korban jiwa di kerangkeng Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin yang ia sebut sebagai tempat pembinaan dan rehabilitasi.

 Penyidikan terus dilakukan untuk mengetahui apakah kejadian ini termasuk dalam perbudakan modern atau tidak.
Perbudakan modern bukanlah fakta sejarah, tetapi realita yang sedang dihadapi jutaan manusia yang mencakup perdagangan manusia, perbudakan, penindasan, dan kerja paksa (Garbers, 2022). 

Laporan Global Slavery Index (GSI) tahun 2018 mengungkapkan sekitar 1,22 juta masyarakat Indonesia hidup dalam bayang-bayang perbudakan, dengan prevalensi lima dari 1000 orang Indonesia terjebak dalam perbudakan modern. Di samping itu, menurut laporan lima tahunan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, selama tahun 2015 hingga 2019 tercatat 2.648 korban yang teridentifikasi di Indonesia dan 88% di antaranya adalah perempuan. 

Mereka telah diperdagangkan di dalam negeri maupun lintas batas dengan berbagai alasan. Sayangnya, mengingat banyaknya jumlah orang yang terjebak dalam perbudakan modern di seluruh dunia, hanya ada sedikit yang dilanjutkan ke tahap peradilan. 

Pada 2016, hanya 1038 orang yang dihukum di seluruh dunia karena kerja paksa dan perdagangan manusia. Artinya perbudakan modern bukan sebuah ilusi belaka dan benar-benar terjadi disekitar kita.

Kemiskinan, kekerasan terhadap perempuan dan anak, diskriminasi gender, kesenjangan ekonomi dan akses pasar tenaga kerja, dan kesenjangan akses ke pendidikan merupakan masalah struktural, akar penyebab semua bentuk perbudakan. Hal ini menjadi masalah multi-dimensi yang sering diabaikan, diremehkan atau disalahpahami. 

Praktik perburuhan eksploitatif telah berkembang terus-menerus dari waktu ke waktu dan terus dijalankan dengan secara cerdik beradaptasi dengan perubahan sosial dan ekonomi dan dapat menjangkau setiap sektor.

Berbagai reinkarnasi perbudakan modern terus bermetamorfosis dan berevolusi dengan berbagai istilah. Namun, secara akademis tidak ada definisi perbudakan modern yang disepakati secara universal. Hal ini akan menjadi kendala dalam mengklasifikasikan perbudakan modern. Selain itu, ada kesenjangan dalam ketersediaan data yang bisa diakses oleh publik, karena belum ada upaya yang konsisten secara global untuk mengumpulkan data tentang perbudakan modern.

Sebenarnya Indonesia termasuk negara yang paling banyak mengambil langkah dalam menangani perbudakan modern di kawasan Asia dan Pasifik. Penanganan perbudakan selama tahun 2016 dan 2018 mengalami peningkatan, peringkat dan skor respons pemerintah Indonesia dalam Global Slavery Index meningkatkan dari B menjadi BB, ini karena perbaikan layanan terpadu untuk korban perbudakan modern.

 Untuk itu, Pemerintah perlu meratifikasi konvensi perbudakan serta segera mengimplementasikannya di Indonesia. Pemerintah juga perlu mengedukasi masyarakat tentang perbudakan agar mereka tahu apakah mereka berada dalam perbudakan atau tidak.

Hampir semua yang terjebak dalam perbudakan tidak memiliki sumber pendapatan dan akses ke fasilitas publik yang layak, sehingga mereka akan mencari akses alternatif untuk memenuhi kebutuhan. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan dari ketidakberdayaan mereka. Oleh karena itu, fasilitas publik harus inklusif dan bisa diakses bagi seluruh lapisan masyarakat sebagai bagian dari upaya menutup kesempatan memanfaatkan alternatif fasilitas illegal yang dianggap legal.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, hak untuk tidak diperbudak adalah salah satu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Dalam KUHP pasal 333 ayat (1) juga disebutkan siapapun merampas kemerdekaan seseorang, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. Legitimasi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia menjamin bahwa tidak seorang pun akan diperbudak dalam bentuk apa pun.  Sayangnya, praktik-praktik perbudakan masih sering dijumpai dan seakan lumrah dilakukan karena kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat atas hal tersebut.

Merujuk pada instrumen hukum yang ada termasuk berbagai instrumen HAM internasional yang telah dirafikasi Indonesia punya bekal yang cukup, namun adanya relasi kuasa menyebabkan penegakan hukum dan HAM belum dilakukan secara maksimal sehingga masih banyak celah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mempraktikkan perbudakan modern.
Meskipun Indonesia memiliki beberapa undang-undang yang mengatur tentang perbudakan modern yang termasuk dalam Undang-Undang Anti Perdagangan Orang. Kita juga harus memahami bagaimana mengembangkan dan mengamankan dukungan untuk undang-undang yang responsif, proaktif, dan tepat yang tidak hanya menghentikan supply, tetapi juga menghilangkan demand  perbudakan.

Tindakan proaktif pemerintah terhadap perbudakan modern tidak hanya sebatas memperkuat undang-undang anti-perbudakan. Namun, dalam praktiknya korupsi di daerahlah yang melemahkan respon Indonesia terhadap perbudakan modern di daerah-daerah yang sulit dijangkau. Sebagai contoh, Indonesia telah membuka ruang publik terpadu ramah anak di beberapa kota besar di mana korban anak dan orang dewasa sekarang dapat melaporkan kejahatan perdagangan kepada konselor terlatih. Namun, fasilitas tersebut belum merata di seluruh pelosok Negeri.

Pemerintah juga dapat memainkan peran dalam mengatur akses keuangan masyarakat miskin, termasuk memperdalam peran keuangan mikro dan memastikan kondisi yang adil bagi petani kecil, perempuan, dan pekerja lepas, sehingga mereka memiliki akses keuangan yang lebih mandiri untuk membantu mereka terhindar dari jeratan perbudakan modern. Oleh karena itu, perlu upaya berkelanjutan untuk meningkatkan pengumpulan data mikrokosmik  dan mengidentifikasi korban kejahatan yang masih tersembunyi sangat untuk melacak perbudakan modern hingga daerah terpencil. Agar memudahkan pemetaan dan penanganan perbudakan modern pemerintah perlu menyusun beberapa kebijakan prioritas.

Pertama, mendefinisikan kembali semua hal yang melekat dengan perbudakan modern  secara akurat dan rinci di semua peraturan terkait. Kurangnya harmonisasi di wilayah definisi perbudakan modern akan menyulitkan dalam eksekusi tindakan hukum serta mengaburkan arah kebijakan yang akan diambil.

Kedua, memperkuat transparansi dan visibilitas data perbudakan modern. Kesenjangan data yang signifikan disebabkan karena sebagian besar persoalan perbudakan tidak transparan. Undang-undang anti-perbudakan modern harus terus berkembang mencakup tindakan pencegahan dan perbaikan, undang-undang tersebut memerlukan penyediaan data perbudakan yang lebih spesifik.
Ketiga, kolaborasi dan konektivitas dengan berbagai pihak terkait. Tidak dapat diterima jika pemerintah membiarkan bisnis tanpa intervensi kebijakan kemanusiaan. Demikian pula, tidak dibenarkan bagi perusahaan menutup-nutupi proses produksi dan laporan keberlanjutan. 

Masyarakat luas harus terus gigih menuntut lebih banyak informasi dari pemerintah.
Perbudakan modern tampak seperti konsep yang abstrak dan jauh bagi banyak orang, tetapi itu terhubung dengan kehidupan kita sehari-hari. Literasi perbudakan modern akan mudahkan identifikasi kasus di sekitar kita. Bersama-sama, kita dapat mengambil tindakan, baik kecil maupun langkah besar, untuk menyelematkan masyarakat dari jeratan perbudakan modern.

Jonathan A.C. Brown dalam bukunya Slavery and Islam menuturkan bahwa jalan keluar untuk terbebas dari perbudakan adalah menggerakkan kembali turbin emansipasi perbudakan baik secara fisik maupun mental. Penindasan dan perampasan kemerdekaan seseorang tidak boleh dianggap hal lumrah. Obsesi inilah yang jika dihidupkan kembali oleh pemerintah dan masyarakat dapat menghapus perbudakan modern secara permanen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun