Deteksi kasus Omicron pertama bulan lalu bertepatan dengan lonjakan jumlah infeksi di seluruh dunia, dan varian tersebut seperti bahan bakar yang memicu kekhawatiran tentang kebangkitan global Covid untuk kesekian kalinya.
World Health Organization (WHO) telah menetapkan varian baru COVID-19, B.1.1.529 atau Omicron sebagai Variant of Concern (VOC) atau varian yang menjadi perhatian pada 26 November 2021.
Keputusan ini didasarkan pada bukti yang diberikan kepada TAG-VE bahwa Omicron memiliki beberapa mutasi yang mungkin berdampak pada perilakunya, misalnya, seberapa mudah menyebar atau tingkat keparahan penyakit yang ditimbulkannya.
Covid-19 telah membunuh lebih dari 5,2 juta orang di seluruh dunia sejak virus corona pertama kali diumumkan pada akhir 2019, dengan para ilmuwan dan pakar kesehatan mengatakan vaksinasi dan menjaga jarak sosial adalah kunci untuk mengalahkan penyakit itu.
Varian Omicron sepertinya tidak lebih mengkhawatirkan dari jenis varian virus corona lainnya, tetapi bukan berarti disepelekan. Para ilmuwan top dari WHO dan Amerika Serikat memperingatkan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian untuk menilai tingkat keparahannya.
Tiba-tiba kekhawatiran global kembali membuncah tatkala dikabarkan varian baru COVID-19 yang terus bermutasi. Tak ayal memaksa puluhan negara  menyekat kembali perbatasan atau bahkan mungkin diberlakukan kembali lockdown.
Meskipun kemungkinan lebih menular daripada varian sebelumnya, Omicron tidak menunjukkan bahwa ini lebih parah. Bahkan, jika ada gejala, arahnya menuju ke arah yang lebih ringan. Hal ini disampaikan oleh salah satu Direktur WHO Michael Ryan dalam sebuah wawancara, ia mengatakan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian untuk menetapkan kesimpulan yang lebih dalam.
Ryan juga mengatakan tidak ada tanda bahwa Omicron dapat sepenuhnya kebal dari imunitas vaksin Covid. Namun, Ryan mengakui bahwa ada kemungkinan vaksin yang ada terbukti kurang efektif melawan Omicron.
Ilmuwan Amerika Serikat Anthony Fauci mengemukakan pandangan WHO bahwa Omicron tidak lebih buruk daripada jenis sebelumnya berdasarkan indikasi awal dan mungkin lebih ringan.
Ia menambahkan varian Omicron memang sangat menular, dan sangat mungkin lebih menular dari Delta. Namun, Fauci menggarisbawahi bahwa varian Omicron tidak lebih parah dari Delta.
Untuk meredam kekhawatiran yang berelebihan, Fauci menekankan bahwa penting untuk tidak menginterpretasikan data-data awal Omicron secara berlebihan karena sampel dan populasi yang dilibatkan masih cenderung prematur dan kecil kemungkinan untuk dirawat di rumah sakit. Penyakit parah sekalipun juga bisa memakan waktu berminggu-minggu untuk berkembang di dalam tubuh. Mungkin perlu waktu lebih lama untuk melihat tingkat keparahannya.
Tak perlu khawatir yang berlebihan, WHO menjelaskan saat ini para peneliti di seluruh dunia sedang melakukan penelitian untuk lebih memahami seluk beluk varian Omicron.
Namun demikian, untuk saat ini, WHO memberikan pemaparan mengenai beberapa poin-poin penting terkait varian Omicron, yakni:
1. Penularan
WHO menyatakan hingga saat ini belum jelas apakah Omicron lebih menular, misalnya, lebih mudah menyebar dari orang ke orang dibandingkan dengan varian lain, termasuk Delta.
Jumlah orang yang di tes positif memang meningkat di wilayah Afrika Selatan yang terkena varian ini, tetapi studi epidemiologi sedang digali lebih dalam untuk memahami apakah itu benar-benar disebabkan mutasi dan penyebaran varian Omicron atau faktor lainnya.
2. Tingkat keparahan penyakit
WHO belum menyimpulkan secara pasti apakah infeksi Omicron menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan infeksi dengan varian lain, termasuk Delta.
Berdasarkan data awal menunjukkan ada peningkatan tingkat rawat inap di Afrika Selatan, tetapi hal ini mungkin terjadi karena meningkatnya jumlah orang yang terinfeksi, bukan akibat infeksi spesifik dengan Omicron.
Pasalnya, hingga saat ini tidak ada informasi yang menunjukkan bahwa gejala yang terkait dengan Omicron berbeda dari varian lainnya. Infeksi awal yang dilaporkan terjadi di kalangan individu yang lebih muda cenderung memiliki penyakit yang lebih ringan tetapi melihat tingkat keparahan varian Omicron akan memakan waktu berhari-hari hingga beberapa minggu.
Artinya, semua varian COVID-19, termasuk varian Delta yang dominan di seluruh dunia, dapat menyebabkan penyakit parah atau kematian, khususnya bagi orang-orang yang paling rentan, sehingga pencegahan selalu menjadi kunci.
3. Efektivitas infeksi SARS-CoV-2 sebelumnya
WHO mengungkapkan berdasarkan bukti awal menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya peningkatan risiko infeksi ulang dengan Omicron, yaitu orang yang sebelumnya terinfeksi COVID-19 dapat terinfeksi lagi dengan lebih mudah dibandingkan dengan varian lainnya.
Akan tetapi informasinya masih terbatas. Informasi lebih lanjut tentang hal ini akan diperbaharui dalam beberapa waktu mendatang. Untuk itu, penting untuk mengelola informasi yang terkait Omicron agar tidak menimbulkan infobesitas yang justru memicu kecemasan yang berlebihan.
4. Efektivitas vaksin
WHO bekerja sama dengan pihak terkait untuk mengetahui dampak potensial dari varian Omicron pada tindakan pencegahan yang ada, termasuk vaksinasi.
WHO memandang vaksinasi COVID-19 tetap penting dan efektif untuk mengurangi penyakit parah dan kematian, termasuk melawan varian dominan yang beredar, Delta.
5. Efektivitas tes
Tes Polymerase Chain Reaction (PCR) digunakan untuk mendeteksi infeksi, termasuk infeksi Omicron. Saat ini, studi untuk menentukan apakah ada dampak pada jenis tes lain, termasuk tes deteksi antigen cepat sedang berlangsung.
6. Efektivitas perawatan
WHO menyebut Kortikosteroid dan Interleukin-6 (IL6) Receptor Blocker masih efektif untuk menangani pasien COVID-19 yang parah. Sementara itu, perawatan lainnya masih akan dikaji apakah masih efektif mengingat perubahan pada bagian virus dalam varian Omicron.
Oleh karena varian Omicron masih baru, maka WHO masih melakukan koordinasi dengan sejumlah peneliti di seluruh dunia untuk lebih mengetahui semua hal tentang Omicron.
Terakhir, WHO mengingatkan untuk mengurangi penyebaran virus COVID-19 jangan lupa selalu menjaga jarak fisik minimal 1 meter dari orang lain, memakai masker yang pas, membuka jendela untuk meningkatkan ventilasi, menghindari ruang yang berventilasi buruk atau ramai, menjaga tangan agar tetap bersih, batuk atau bersin ke siku atau tisu yang tertekuk dan melakukan vaksinasi sesegera mungkin.
Sumber referensi: covid19.go.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H