Turnover contagion merupakan efek domino atas mundurnya bos atau karyawan terbaik, baik karena alasan personal atau dipecat, sehingga bisa menginspirasi karyawan lainnya ikut resign secara besar-besaran.
Jangan sampai resign massal terjadi pada perusahaan Anda menjadi subjek video viral TikTok atau foto Twitter setelah karyawan Anda mundur berbondong-bondong dengan alasan-alasan negatif.Â
Tentunya tidak ada perusahaan yang ingin menjadi pusat perhatian dalam konotasi negatif seperti itu. Oleh sebab itu, perlu langkah antisipatif untuk mengatasi persoalan turnover contagion.
Sejak pandemi, risiko terjadinya turnover contagion semakin besar karena tekanan yang dialami perusahaan dan karyawan juga sangat tinggi. Resign massal atau para pakar manajemen menyebutnya turnover contagion memang hal umum terjadi, terlebih jika kondisi perusahaan atau organisasi tidak dalam kondisi stabil.
Kejadian seperti ini biasanya melibatkan banyak karyawan yang secara independen bereaksi apabila mundurnya seseorang dapat berdampak buruk bagi stabilitas perusahaan. Selain itu, efek psikologis dengan melihat teman-teman pergi juga dapat memotivasi Anda untuk mulai bertanya-tanya apakah rumput perusahaan tetangga lebih hijau?
Kekuatan arus turnover contagion tergantung pada bos atau karyawan mana yang pergi serta kondisi perusahaan yang mereka tinggalkan. Jadi, terutama di pasar tenaga kerja yang tidak menentu saat ini, manajer yang baik harus memperkuat retensi dan rekrutmen karyawan, untuk mencegah ghosting massal karyawan.
Wajar, Karna Manusia Makhluk Sosial
Will Felps, seorang profesor manajemen di University of New South Wales di Sydney, mengatakan seperti di film dokumenter satwa liar, di mana sekawanan kerbau akan berkumpul di tepi sungai dan mencari cara secara kolektif bagaimana cara menyeberangi sungai yang banyak predatornya. Mereka akan menunggu beberapa ekor kerbau pemberani untuk melompat dan berhasil menyeberang sebelum melakukannya sendiri.
Jika dianalogikan, karyawan akan menunggu beberapa yang berani untuk melompat dan menyeberang ke tempat yang lebih baik sebelum melakukannya sendiri - Will FelpsÂ
Isyarat sosial ini sangat kuat ketika rekan kerja yang memutuskan resign adalah seorang pemimpin yang sangat berpengaruh di perusahaan. Orang-orang yang memiliki posisi setara secara struktural sering saling mempengaruhi.
Peter Hom, seorang profesor manajemen di Arizona State University mengatakan bahwa tidak akan menjadi masalah besar jika kita melihat seseorang yang tidak kita kenal dalam pekerjaan yang sama resign. Tapi lain halnya jika mereka berada dalam posisi yang sama dengan kita, itu mungkin menular.
Jika karyawan yang keluar secara terbuka mengkritik perusahaan sebelum memutuskan resign, maka karyawan yang terdemoralisasi, tidak stabil, dan terfragmentasi berkemungkinan besar akan mencari peluang baru.
Dan jika bos yang baik pergi, itu dapat memicu pengunduran diri karyawan lainnya. Biasanya ketika bintang kantor meninggalkan lingkungan kerja, maka yang lain tiba-tiba akan mulai mengevaluasi diri dan berpikir untuk keluar.
Itu sebabnya, turnover contagion tidak akan menular ketika karyawan yang berkinerja buruk pergi, karena memperbaiki lingkungan kerja dari karyawan yang memiliki kinerja yang buruk sebenarnya cukup fungsional untuk organisasi dan sangat diinginkan.
Namun, secara signifikan, pengunduran diri bisa juga dipicu oleh pemecatan seorang kolega yang disukai dan dapat diandalkan, jika ia tidak ada akan mempersulit staf yang tersisa.
Dia mungkin bukan karyawan bintang dalam meningkatkan omzet penjualan, tetapi dia adalah kunci moral perusahaan, sehingga dia digelari pemersatu kantor. Ini sejalan dengan penelitian Chhinzer yang menunjukkan bahwa karyawan yang menciptakan kelompok semu di tempat kerja lebih mungkin terpengaruh oleh turnover contagion daripada karyawan yang bekerja cukup mandiri.
Mencegah Arus Deras Turnover Contagion
Tentu saja manajer akan sedikit frustasi menghadapi resign massal dan akan berusaha menghentikan karyawan untuk saling memengaruhi tentang rencana keluar mereka, tetapi ini akan menjadi kontraproduktif.
Jadi manajer seakan-akan menjadi pengawas yang memata-matai gerak-gerik karyawan. Taktik otoriter semacam ini cenderung menumbuhkan lebih banyak ketidakpercayaan dan permusuhan, hanya membuat pintu terbuka tampak lebih menarik bagi karyawan.
Alih-alih menutup percakapan, bersikap lebih terbuka tentang mengapa staf pergi akan membantu meredam desas-desus. Misalnya, jika seseorang mengundurkan diri karena alasan keluarga, hal itu cenderung tidak menyebabkan penularan pergantian karyawan dari pada berhenti karena ketidakpuasan kerja.
Tetapi jika ada karyawan yang tiba-tiba resign secara misterius, orang akan berspekulasi dan berasumsi buruk. Masukan untuk para manajer adalah bahwa mereka harus mengetahui dengan sangat jelas alasan mengapa orang itu resign. Jika itu bukan alasan yang berhubungan dengan pekerjaan, maka hal ini dapat menghentikan resign massal.
Para ahli mendorong agar para eksekutif mengambil langkah-langkah praktis yang lebih positif untuk menghentikan the great resignation. Kepergian karyawan kunci adalah saat-saat yang kritis untuk berinvestasi pada karyawan yang tersisa, dan dalam merekrut staf baru.
Namun terlalu banyak pengusaha melakukan hal yang sebaliknya yaitu mencoba menghemat uang dengan membebani karyawan yang ada dengan lebih banyak pekerjaan, yang menciptakan lingkaran setan stres, depresi, dan pengunduran diri.
Jika tempat kerja tidak mengatasi faktor-faktor mendasar yang membuat turnover contagion akan sering terjadi di antara stafnya. Sangat mengkhawatirkan jika ketakstabilan perusahaan akan memicu resign massal berulang-ulang.Â
Setiap perusahaan memiliki tata kelola yang berbeda, namun yang perlu digarisbawahi adalah penghargaan terhadap kinerja yang baik akan membuat perusahaan sustainable dan relatif lebih stabil dalam jangka waktu yang lama, sehingga karyawan pun merasa nyaman.
Sumber : Forbes, Academy of Management Journal via predictivehire.com dan artikel lain yang relevan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H