Mohon tunggu...
Irvan Kurniawan
Irvan Kurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk perubahan

Pemabuk Kata

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Dinamika Investasi dan Stabilitas Psikologi

20 Juni 2020   11:39 Diperbarui: 20 Juni 2020   11:32 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: https://timesofindia.indiatimes.com/ )

Stabilitas Psikologi

Merugi akibat pandemi memang tidak hanya dirasakan oleh saya, tetapi juga jutaan investor lain di Indonesia dan dunia . Kalau mau jujur, gejolak ini sebenarnya menggambarkan secara nyata tentang lemahnya ketahanan psikologi, sekaligus menegaskan pentingnya menjaga stabilitias psikologi di masa sulit. 

Faktor psikologi tidak boleh dianggap remeh. Sebab ia tidak bisa diukur secara kuntitatif layaknya dalam analisis funfamental dan teknikal.

Karena itulah, ahli psikologi dan trader profesional, Dr. Alexander Elder dalam bukunya yang berjudul "Trading for a Living, Come into my Trading Room", mengungkapkan,  3 hal yang harus diperhatikan dalam berinvestasi, yakni :

  • Method (metode): berkaitan erat dengan sistem trading dan strategi yang digunakan, hingga kemampuan manusia dalam menganalisa.
  • Money (uang): berkaitan dengan manajemen keuangan dan risiko. Bagaimana kamu mengelola modal dengan menerapkan manajemen modal yang baik dan benar.
  • Mind (pikiran): berkaitan erat dengan faktor psikologi. Khususnya, dalam mengendalikan emosi saat melakukan investasi.

Selama ini, banyak investor termasuk saya berpikir tentang metode dan modal (uang), namun lupa tentang hal yang paling mendasar yakni emosi dalam kajian psikologi investasi. 

Ilustrasi sederhanannya dapat dirasakan ketika Anda mendapati tragedi dalam hidup, entah itu dalam hal percintaan maupun kehilangan orang-orang yang kita sayang. Dalam kondisi seperti ini, kuasa emosi kesedihan merajai pikiran. Kita tidak mampu berpikir kritis dan jernih. 

Dari sini seharusnya disadari bahwa kecerdasan emosional adalah fundasi dasar sebelum mengasa unsur kognitif dalam investasi.

Pengalaman investasi selama pandemi ini juga mengajarkan saya tentang dua emosi utama yang menjadi faktor utama dalam tindakan investor yakni rasa takut dan serakah. 

Dua emosi tersebut biasanya dikenal dengan sebutan fear and greed, yang membuat para investor tidak bisa berpikir jernih, sehingga lamban dan mungkin tidak bisa mengambil keputusan  dan akhirnya gagal.

Demikian pun dalam emosi serakah, investor tidak mau menerima kerugian kecil, yang pada akhirnya justru membiarkan kerugian semakin membesar. Contoh ini saya rasakan waktu awal Januari 2020 lalu. 

Kala itu, bayang-bayang panic selling memang sempat muncul, namun rasa optimis masih besar apalagi disusul dengan narasi beberapa oknum pemerintah (yang pada akhirnya salah) bahwa Covid-19 adalah flu biasa sehingga cepat diatasi. "Nafsu" untuk terus melipatgandakan modal pun masih tinggi tanpa menelisik fakta-fakta yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun