Nah, bagaimana dengan NTT sebagai salah satu daerah pelosok Indonesia? Melihat trend kunjungan wisatawan yang setiap tahun terus meningkat, NTT telah menjadi salah satu destinasi wisata yang diburu penduduk dunia.
Sementara data yang dirilis BPS NTT, dari tahun 2014-2017 sebanyak 291.753 wisatawan mancanegara. Sedangkan jumlah wisatawan domestik selama empat tauhn tersebut menembus 1.659.725 wisatawan. Melihat data kunjungan ini, suatu hal yang pasti bahwa pelaku bisnis pariwisata mulai melirik NTT sebagai lahan investasi yang menjanjikan.
Saat ini, pemerintah bisa berdalih bahwa dengan masuknya investasi-investasi itu akan berpengaruh pada peningkatan lapangan pekerjaan. Dengan demikian, angka pengangguran NTT dapat ditekan.
Namun bagaimana jika revolusi industri 4.0 mulai merambah masuk ke sektor pariwisata NTT? Sudah siapkah kita menerima kenyataan itu di tengah berbagai kekurangan terutama infrastruktur sosial dasar yang belum terpenuhi?
Ataukah kita terpaksa menerima dengan sebuah risiko yang menyedihkan: menjadi penonton yang hanya mampu Namkak (nganga) menyaksikan surga di depan mata kita tapi tak mampu kita nikmati?
Pariwisata Berbasis Generasi MilenialÂ
Sudah saatnya kita harus bangun dari tidur panjang. Sudah saatnya kata-kata bombastis dan janji-janji manis berhenti diucapkan sambil menyusun strategi persiapan.
Salah satu yang ditawarkan ialah dengan menginvestasikan generasi milenial NTT menuju revolusi industri pariwisata.
Perkembangan industri pariwisata model baru ini sangat erat kaitannya dengan generasi milenial. Mengapa? Sebab mereka sangat dekat bahkan lekat dengan perkembangan teknologi.
Sudah menjadi adagium klasik di tengah generasi milenial bahwa no internet-no life, no gadget-no exist.
Berbagai hasil survei pun telah menegaskan salah satu ciri khas kaum milenial adalah dekat dengan laju pekembangan teknologi.
Itu artinya masa depan pariwisata NTT tergantung dari persiapan kita saat ini. Kita masih punya optimisme jika generasi milenial diinvestasikan dalam suatu program yang terukur sehingga mampu mengubah tantangan pariwisata pada masa yang akan datang menjadi peluang usaha.