Menutup tulisan ini, saya teringat dengan sepenggal kata-kata Seno Gumira Ajidarma dalam cerpennya berjudul "Sepotong Senja untuk Pacarku". Begini kutipannya:
"Sudah terlalu banyak kata di dunia ini Alina, dan kata-kata, ternyata, tidak mengubah apa-apa. Aku tidak akan menambah kata-kata yang sudah tak terhitung jumlahnya dalam sejarah kebudayaan manusia Alina. Untuk apa? Kata-kata tidak ada gunanya dan selalu sia-sia. Lagi pula siapakah yang masih sudi mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarnya. Bahkan mereka juga tidak peduli dengan kata-katanya sendiri. Sebuah dunia yang sudah kelebihan kata-kata tanpa makna. Kata-kata sudah luber dan tidak dibutuhkan lagi. Setiap kata bisa diganti artinya. Setiap arti bisa diubah maknanya. Itulah dunia kita Alina."
Ya, itulah ruang demokrasi kita saat ini. Demokrasi yang dipenuhi kata-kata sensasi namun jauh dari substansi.
Semoga penggalan cerpen ini menjadi titik permenungan kedua capres agar kami yang ditakdirkan lahir di pelosok Nusantara ini tidak hanya mengunyah remah-remah demokrasi.Â
Dari NTT, kami berharap pertarungan Pilpres tahun ini menjadi arena pertarungan gagasan membangun bangsa, khususnya membangun dari pelosok terpencil. Semoga!!!
Catatan: Tulisan ini pernah dipublikasi di VoxNtt.com bulan lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H