Mohon tunggu...
Irvando Damanik
Irvando Damanik Mohon Tunggu... Administrasi - Mari hidup Cerdas di era Industry 4.0

mari berbagi sekalipun hanya dari pikiran

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Energi Surya yang Semakin "Seksi"

9 Februari 2018   14:55 Diperbarui: 9 Februari 2018   15:03 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa ilmuan yang berasal dari penjuru dunia pernah merilis usia bumi yang dibuktikan secara teori, ilmiah maupun pembuktian sains lainnya.  Latar belakang yang mereka gunakan untuk membuktikan usia bumi juga sangat beragam mulai dari segi geografis, sejarah bahkan agama.

So,menurut anda berapakah usia bumi kita saat ini? 1 juta tahun, 2 juta, 1 Miliar atau 10 Miliar Tahun? well,saya yakin masing-masing kita punya jawaban sendiri dan alasan mengapa kita memilih jawaban tersebut.

Tapi saya tidak mau memperdebatkan berapa usia bumi yang sebenarnya, namun saya  dan tentunya para pembaca yang budiman juga setuju bahwa pernyataan yang menyatakan, berapa pun usia bumi, yang pasti hingga saat ini sinar matahari/surya masih tetap setia menyinari bumi tanpa henti-hentinya tanpa syarat tertentu.  Memang lamanya matahari menyinari bumi dalam 24 jam sehari sangatlah bervariasi untuk setiap negara di belahan bumi kita. 

Ada beberapa negara yang menerima sinar matahari lebih dari 12 jam sehari, namun banyak juga yang mendapat pancaran surya yang kurang dari 12 jam sehari dan tentunya tergantung juga dengan musim yang ada di negara tersebut. Negara-negara dibelahan Amerika, Eropa dan Australia pada umumnya memiliki 4 musim dalam setahun, sehingga intensitas cahaya matahari yang diterima juga sangat beragam dibandingkan dengan Negara di Asia khususunya asia tenggara yang umumnya memiliki musim yang lebih sedikit.

Ya, dari fakta yang bisa kita saksikan dan rasakan bersama, sampai saat ini matahari masih setia menyinari bumi secara teratur selama 24 jam sehari, 24 jam x 30 hari dalam sebulan, 24 jam x 30 hari sebulan x 12 bulan dalam setahun, dan dari hari ke hari sejak dahulu hingga masa yang akan datang selama bumi ini masih ada. Sehingga seandainya dapat dimanfaatkan selain sebagai fungsi umumnya untuk menyinari bumi, maka energi matahari sebagai fenomena alam yang sangat luar biasa sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Faktanya saat ini, matahari sudah digunakan sebagai energi alternatif di hampir semua belahan bumi, namun yang benar-benar bisa memaksimalkan potensi yang dimiliki matahari masih sedikit sekali. Tidak bisa dipungkiri bahwa hingga saat ini kendala yang paling besar adalah tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk memanfaatkan matahari mulai dari proses konversi hungga menjadi energi yang siap digunakan . Meskipun secara teori besarnya daya yang dihasilkan oleh matahari sebesar 3,86x10^20 Mwatt/detik, namun besarnya yang diterima bumi setelah melewati atmosphere adalah sebesar 1,37 kilowatt per meter persegi (kWatt/m^2). Secara umum nilai intensitas cahaya matahari yang sampai pada permukaan bumi setara dengan 1 Kwatt/m^2.

Bila dilihat sejarahnya, orang pertama yang mengamati tentang konversi cahaya menjadi listrik atau yang dikenal dengan photovoltaic effectadalah ilmuan asal Perancis yang bernama Edmund Becquerel, 1839 yang mana saat itu mengkonversikan cahaya menjadi listrik sebesar 1 s/d 2% dari nominal intensitas cahaya matahari yang diterima bumi (1 s/d 2 % dari 1 KWatt/m^2), dengan menggunakan selenium. setelehnya sangat banyak penelitian dan percobaan yang dilakukan untuk mendapatkan efisiensi yang lebih baik hingga saat ini, berdasarkan beberapa sumber bahwa efisiensi panel surya yang digunakan saat ini efisiensinya sudah mencapai 15 s/d 20% dengan menggunakan bahan semikonduktor silicon(S).

Kebayang? ya..mungkin kompasiana lovers banyak yang masih bingung dengan angka-angka yang saya sebutkan diatas. Sebagai gambaran saja, hanya untuk menyalakan 1 buah lampu 80 Watt, dibutuhkan panel surya  dengan dimensi: 1077mm*809mm*40mm. Nah, untuk instalasi itu membutuhkan biaya mencapai jutaan rupiah. Nah, disitulah satu-satunya permasalahan terbesar dari pengembangan sumber energi surya ini.

Namun penelitian secara besar-besaran sudah dilakukan disemua negara, karena memang mengingat sumber energi matahari yang tidak ada habisnya dan akan ada dimana saja. Semua instatnsi baik pemerintahan maupun instansi pendidikan, secara rutin melaksanakan resesearch and development terhadap solar cell ini. Dibeberapa Negara bisa kita lihat yang termasuk dalam kategori terbesar di dunia (https://www.solarinsure.com/largest-solar-power-plants), diantaranya:

Tengger Desert Solar Park -- 1500MW -- China

solarinsure.com
solarinsure.com

Datong Solar Power Top Runner Base -- 1000MW -- China

solarinsure.com
solarinsure.com
Kurnool Ultra Mega Solar Park -- 900 MW -- India

solarinsure.com
solarinsure.com
Luar biasa bukan dukungan negara tersebut terhadap pengembangan energi surya sebagai sumber energi alternatif??

bagaimana dengan Indonesia? saat ini sudah ada beberapa kebun surya di Indonesia seperti yang terdapat di NTT adalah yang berlokasi di Dusun Bajaneke, Desa Oelpuah, Kupang, NTT dengan kapasitas sebesar 5 MW (https://finance.detik.com/energi/d-3351258/mengintip-pembangkit-listrik-tenaga-surya-terbesar-di-ri). dibeberapa tempat yang tersebar dipenjuru Indonesia sudah banyak juga dipasang kebun surya, namun skala nya masih lebih kecil dibanding yang sudah ada di NTT.

Lalu mengapa mereka lebih menarik dan seksi? bagaimana tidak, surya/matahari itu gratis, ramah lingkungan, tidak menimbulkan polusi dan yang terpenting adalah melimpah ruah dan tersedia dimana saja disetiap sudut dan inchi bumi ini. Luar biasa bukan?? bahkan kita hendak memasang diatap rumah kita juga bisa. diperkantoran yang sekaligus menjadi atap parkir juga bagus. 

Semoga kedepannya dapat dikembangkan lagi melalui penelitian dan pengkajian tentunya suatu langkah untuk memperluas pemanfaatan energi surya sebagai energi alternatif di Indonesia.

Mari kita dukung pemanfaatan energi bersih, energi ramah lingkungan. Bila lingkungan bebas dari pencemaran, maka kualitas hidup kita, anak kita dan bahkan cucu-cucu kita kelak akan semakin baik.

salam, 

Irvando Damanik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun