Mohon tunggu...
Humaniora

Menolak Lupa 15 Oktober(?)

15 Oktober 2016   10:24 Diperbarui: 15 Oktober 2016   10:33 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Protection of Forest & Fauna (PROFAUNA) Indonesia mencatat, sejak bulan Januari hingga pertengahan Desember 2015 silam terdapat setidaknya ada sekitar 5.000 kasus perdagangan satwa liar secara online, salah satunya melalui media sosial Facebook. Jumlah satwa liar yang diperdagangkan secara online itu meningkat cukup banyak dibandingkan dengan data tahun 2014, di mana sedikitnya ada 3.640 iklan di media sosial yang menawarkan berbagai jenis satwa liar. Lantas bagaimana di tahun 2016?

Belum lagi data dari World Conservation Society-Indonesian Program (WCS-IP) menyebutkan dari data Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Indonesia mengalami kerugian lebih dari Rp 9 Triliun per tahun akibat perburuan dan perdagangan satwa liar dilindungi.

Nilai perdagangan ilegal satwa liar itu, ujar Adnun Salampessy, staf peneliti, seluruh dunia jauh lebih mencengangkan, yaitu berkisar US$ 10-20 miiliar per tahun. Nilai ini merupakan terbesar kedua setelah bisnis narkoba.

Apa respon kita pertama kali ketika mendengar data yang disebutkan oleh lembaga independen non profit berjaringan internasional yang bergerak dibidang perlindungan hutan dan satwa liar itu? Sedih? Marah? B (Biasa,red) aja? Atau mengutuk?

Alih-alih hanya bersimpati kepada data di atas, ternyata di sekitar pun masih kerap kita temui di sekeliling banyaknya ketidakmoralan kepada hewan ini. Contoh kecil adalah pernah kah kita melihat topeng monyet yang ditemui di jalanan? Atau melihat pertunjukan hewan yang diekploitasi atau nama pencitraannya adalah sirkus?

Faktanya Adalah...

Mereka sama-sama memperdagangkan meski hanya jasa dari satwa atau hewan yang mereka latih untuk kepentingan perut pribadi si pemilik bisnis sirkus dan topeng monyet itu.

Kenapa saya menyebutkan kepentingan perut pribadi? Karena kebutuhan hidup hewan saya yakin dan sebenarnya hanya makan, tidur dan kebutuhan biologis lain. Tidak pernah kan kita melihat hewan harus belanja di Mall beli tas terbaru merek Prada atau motor keluaran terbaru merek Honda? Mereka hanya butuh makan.

Lagi pula, sesungguhnya Tuhan sudah menetapkan rejeki bagi hewan itu sendiri. Bagi mereka (hewan,red) makan sudah cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dan saya yakin hewan-hewan yang diekploitasi dari sirkus dan topeng monyet itu, mereka bisa mencari makan sendiri karena Tuhan sudah menyediakan rejeki untuk hewan itu.

Dan saya yakin, data di paragraf atas pun tidak memasukkan data ekploitasi hewan yang di sirkus atau di topeng monyet jika dimasukkan angkanya pasti akan bertambah lebih.

Lalu ada apa dengan cinta (?) maksud saya, ada apa dengan hari ini atau 15 Oktober? 15 Oktober ternyata diperingati sebagai Hari Hak Asasi Hewan atau Binatang. Memang terdengar aneh, tapi mengapa hak hidup binatang harusnya dilindungi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun