Angin segar menghembus harapan Gubernur JC Oevaang Oeray dari seorang tokoh bapak pendidikan Kalbar, Hadari Nawawi. Ia dan rekannya Wan Usman diajak memenuhi harapan Gubernur dengan mendirikan IKIP Bandung cabang Pontianak yang sekarang bernama FKIP Untan. Menurut Syarif Mashor Almutahar dalam buku Hadari Nawawi Pemikir dan pejuang pendidikan, pembentukan kampus pendidikan ini untuk menjawab masalah kekurangan guru di Kalbar yang saat itu banyak didatangkan guru hasil Instruksi Presiden asal Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Tengah.
Namun hingga Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) di Kalbar kini sudah banyak berdiri seperti; FKIP Untan, IKIP PGRI Pontianak, STKIP PGRI Singkawang, STKIP Persada Khatulistiwa Sintang, STKIP Melawi, Fakultas Tarbiyah IAIN Pontianak dan FKIP Universitas Muhammadiyah Pontianak yang setiap tahun menelorkan ribuan sarjana pendidikan, nyatanya belum mampu menjawab kisah klasik ini.
Aswandi, pengamat pendidikan dari Universitas Tanjungpura mengatakan, bahwa pensiunan guru berskala besar menjadi salah satu penyebab Kalbar kekurangan guru. Selain itu kebijakan moratorium menurutnya juga memperparah kuantitas guru di Kalbar.
“Disatu aturan lain lagi guru mesti sarjana, di Kalimantan Barat itu ada 46% guru belum sarjana dalam aturan itu kalau guru belum sarjana tidak dibayar gajinya. Dia dibayar gaji hanya sebagai pegawai negeri saja,” ungkapnya, Rabu (27/1).
Ia menambahkan bahwa pada saat ini sarjana pendidikan tidak bisa langsung dapat menjadi guru. Sarjana pendidikan diwajibkan untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). “Kalau dia tidak mau mengikuti pendidikan profesi tidak boleh diangkat jadi guru. Pengangkatan gurukan harus punya sertifikat mendidik. Untuk sementara polanya ada yang direkrut dari alumni SM3T, tapi nanti ade pola yang lain yaitu tidak mesti SM3T,” katanya.
Namun bagi sarjana pendidikan yang ingin mengikuti program PPG bukanlah suatu hal yang mudah, menurut Aswandi seleksinya memang sangat ketat. “Menurut informasi seleksinya ketat. Misalkan akredetasi prodinya minimal harus B. Makanya alumni-alumni kita ini yang sangat bermasalah kalau akredetasi Prodinya C. Dan itu sangat menghambat,” ucap mantan Dekan FKIP ini.
Kepala Dinas Pendidikan Kalbar, Alexius Akim tidak menampik bahwa Kalbar kekurangan guru. Bahkan di tahun 2017 sekitar seribu guru akan pensiun. “Kalau berdasarkan data, kita kekurangan guru itu memang sudah dari dulu sampai hari ini. Kurangnya di atas sepuluh ribu guru,” katanya, kamis (16/3).
Perkiraan hingga tahun 2020 lanjut Akim, tertulis pada Daftar Pokok Pendidikan (Dapodik) sekitar tujuh ribuan guru akan pensiun. Akim bahkan mengkritik pemerintah pusat yang belum mempunyai keinginan untuk menyelesaikan permasalahan kekurangan guru. “Sampai saat ini pemerintah belum punya keinginan untuk menutupi kekurangan guru itu,” tambahnya.
Menurut Akim, pemeritah pusat seharusnya sudah memperhitungkan gelombang pensiunan guru yang akan terjadi. Apalagi menurutnya jumlah pensiunan tidak seimbang dengan jumlah perekrutan yang dilakukan pemerintah pusat selaku pihak yang berwenang merekrut guru. “Kita mengajukan sepuluh ribu diberikan seribu, jadi berdasarkan kemampuan pusat untuk memenuhi, tidak berdasarkan keinginan kita. Itu baru bicara kuantitas guru, belum bicara kualitas, belum bicara infrastruktur,” katanya.
Untuk memenuhi kebutuhan guru disetiap daerah, menurutnya Pemerintah Kabupaten/Kota dapat merekrut guru honorer, namun kemampuan disetiap Kabupaten/Kota berbeda untuk merekrut guru honorer. “Bagi anggaran yang banyak mereka bisa merekrut banyak untuk menutupi kekurangan tadi, tapi bagi daerah yang APBD-nya kurangkan gak mungkin,” jelasnya. Untuk solusi jangka pendek Akim mengaku sering bekerja sama dengan TNI serta mahasiswa yang mengikuti Kerja Kuliah Nyata (KKN).
Ketua Komisi V DPRD Provinsi Kalbar sangat menyayangkan kebijakan moratorium, sebab menurutnya guru bersifat fungsional tidak seperti pegawai kantoran. Ia juga mengatakan bahwa komisinya kerap menyuarakan permasalahan guru ke pemerintah pusat. Namun pemerintah pusat seakan tidak percaya bahwa bahwa Kalbar kekurangan guru. “Ketika kita ke pusat jawabannya klasik masalah dana, lalu yang paling menyakitkan pemeritah pusat mereka berpendapat kekurangan guru di daerah itu bukan karena kekurangan guru tapi penyebaran gurunya yang tidak merata. Saya heran dari mana dia mendapat itu,” ungkap Markus.