Nugroho pun tak terima alasan itu, karena berbau politis. Dia sempat melakukan perlawanan dengan caranya sendiri. Akibatnya, jabatan komandan Sespim pun dicopot. Dia dijadikan perwira non job di Mabes Polri.
Baru pada masa Kapolri Soerojo Bimantoro, karier Nugroho kembali menanjak selangkah. Dia dinaikkan pangkatnya menjadi bintang tiga atau Komisaris Jenderal dengan jabatan Deputi Kapolri Bidang Diklat. Bimantoro adalah rekan seangkatan Nugroho di Akpol dan saat menempuh pendidikan di Sespim Polri.
Perselisihan Nugroho dengan Megawati rupanya tidak berhenti di situ. Pada 2002, saat Megawati telah menggantikan Gus Dur menjadi Presiden dia menandatangani pengesahan UU Kepolisian RI. Salah satu pasalnya mengatur masa pensiun, dari 55 tahun menjadi 58 tahun.
Saat UU itu berlaku usia Nugroho belum genap 55. Artinya, dia termasuk perwira polisi yang baru akan pensiun tiga tahun lagi.
Namun kenyatan berbicara lain. Kapolri Jenderal Dai Bachtiar (menjabat sejak November 2001), mengumumkan bahwa anggota polisi yang memiliki NRP "47" (kelahiran 1947) akan memasuki pensiun pada 2002. Pengumuman itu dirasakan NUgroho dan beberapa perwira kepolisian bertentangan dengan UU yang berlaku.
Pengumuman Dai Bachtiar itu disusul dengan terbitnya Keputusan Presiden (Kepres) No. 17/Polri/2002 tertanggal 9 April 2002 tentang pemberhentian dengan hormat sejumlah perwira Polri.
Beberapa perwira tinggi dan menengah yang terkena putusan itu pun meradang. Dasar hukum yang digunakan Kepres yang ditandatangani Megawati itu dianggap afkir, karena bersandar pada Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1990 yang merupakan peraturan pelaksana tentang masa pensiun.
Saat itu, selain Nugroho ada Komjen Pol Sofjan Jacob, Brigjen Pol Toto Suwali, dan 22 perwira menengah yang menggugat Presiden Megawati ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Usaha gugatan Nugroho sempat kandas di tingkat pertama. Namun saat dia menyatakan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), hasilnya dia menang. Pada Desember 2003, PTTUN memerintahkan kepada Presiden Megawati dan Kapolri Dai Bachtiar untuk merehabilitasi nama Nugroho.
Efek keputusan PTTUN itu tentu menggetarkan Kantor Presiden RI dan Mabes Polri. Namun, beberapa sesepuh Polri kemudian turun tangan untuk meredam suasana. Nugroho didekati secara personal dan diminta untuk tidak melanjutkan menagih eksekusi keputusan PTTUN itu.
"Demi kebaikan bersama, akhirnya saya menuruti nasehat para sesepuh. Saya pun mencabut gugatan tersebut," ujar Nugroho dalam buku biografinya.