Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Mengenang Bapak melalui Lagu-Lagu Oldies Kegemarannya

27 Maret 2023   06:23 Diperbarui: 27 Maret 2023   15:53 1707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Righteous Brothers yang sama sekali bukan saudara kandung. (Sumber: Robertwimer.com)

Hari ini, jika masih ada, almarhum bapak berusia 84 tahun. Bapak saya wafat pada 23 Oktober 2004, bertepatan dengan 9 Ramadan 1425 H. Usianya saat itu adalah 65 tahun. Sudah hampir 20 tahun bapak tak lagi mendampingi kami.

Pada hari ini, saya ingin mengenang bapak melalui lagu-lagu yang disukai. Sudah pasti, lagu-lagu itu masuk kategori oldies. Banget! Meski demikian, saya juga menggemarinya, sebab saya tumbuh bersama semua lagu itu.

Bapak adalah penggemar musik, meski tak bisa bermain instrument musik. Tapi, bapak punya suara yang bagus, setidaknya tidak fals deh. Kalau mau, dan kalau nasib mengarahkannya ke sana dulu kala, bisa jadi bapak sudah menjadi seorang penyanyi. Namun, tidak demikian. Almarhum bapak adalah seorang pegawai negeri sipil.

Dulu, bapak mendengarkan lagu-lagu kesayangannya melalui radio cassette. Ia berburu kaset-kaset yang menampilkan grup-grup musik kesukaannya. Ah, seandainya masih ada saat ini, mestinya bapak akan sangat senang dengan adanya Youtube. Semua lagu kesayangannya ada di sana dan dia bisa melihat lagi tampang-tampang penyanyinya.

Meski suka lagu-lagu kuno, almarhum bapak juga menyukai Bon Jovi, karena anak-anaknya sangat menyukai grup musik itu. Bapak menikmatinya. Tentunya, dia juga suka Elvis Presley, anak muda zaman dulu mana yang tidak suka The King? Kalau The Beatles, well, bapak tak terlalu suka. Terlalu nge-pop.

Bapak saya punya banyak sekali lagu favorit, nyaris semua dari era 1940-an hingga 1960-an. Dan, karena saya ikut mendengarkan apa yang bapak dengarkan, saya sempat kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lagu-lagu pada era 1980-an dan juga ketika memasuki era 1990-an. Di benak saya, lagu-lagu yang paling enak didengar adalah lagu-lagu kuno. Tapi, saya bisa sintas hingga saat ini, mendengarkan lagu-lagu dari berbagai era.

Berikut ini adalah lagu-lagu yang paling disukai almarhum bapak. Saya mau menulis lebih banyak, tapi terus terang saja akan menjadi sangat banyak nantinya. Selamat menikmati. Semoga suka.

Glenn Miller Orchestra

Glenn Miller (Sumber: Wikimedia Commons)
Glenn Miller (Sumber: Wikimedia Commons)

Glenn Miller Orchestra adalah orkestra didirikan pada 1937 oleh musisi Amerika bernama Glenn Miller. Orkestra itu dikenal memiliki musik swing yang unik, yang digabung dengan instrumental tradisional, seperti musik country and musik barat, plus pop dan jazz.

Selama 1930-an dan 1940-an, Glenn Miller Orchestra menjadi salah satu band popular di AS dan juga di seluruh dunia. Mereka menghasilkan banyak lagu-lagu hit, seperti “In the Mood”, “Moonlight Serenade”, Chattanooga Choo Choo”, “Pennsylvania 6-5000”, dan satu lagu favorit saya, “American Patrol”.

Sayangnya, hidup Miller harus berakhir dengan tragis. Ia menghilang ketika terbang di atas English Channel pada Desember 1944, ketika bertugas di US Army selama Perang Dunia II.

Meski Glenn Miller telah tiada, namun band ini masih ada hingga sekarang. Sejak 1957, band ini dihidupkan kembali untuk mengenang Glenn Miller. Grup musik ini memiliki banyak bandleader yang memimpin Glenn Miller Orchestra sejak saat itu, mengisi posisi yang biasa dilakukan oleh Glenn Miller.

Meski “American Patrol” adalah lagu kesukaan saya, namun karena tulisan ini bertujuan untuk mengenang bapak, maka saya akan menampilkan lagu kesukaannya, “In the Mood’.

“In the Mood” direkam pada 1939, itu tahun kelahiran bapak. Sejak itu, lagu tersebut menjadi salah satu lagu terkenal yang dikenali di genrenya. Pencipta lagu itu adalah Joe Garland, seorang musisi AS, pada 1930.

Meski demikian, setelah diaransir oleh pianis Glenn Miller Orchestra, Chummy MacGregor, dan dimainkan di bawah pimpinan Glenn Miller, versi mereka menjadi versi yang paling bagus.


Pat Boone

Pat Boone pada 1960-an. (Sumber: Patboone.com)
Pat Boone pada 1960-an. (Sumber: Patboone.com)

Kalau ada penyanyi yang sangat disukai bapak maka dia adalah Pat Boone. Saya juga sangat menyukai lagu-lagu yang dinyanyikan olehnya. Banyak lagunya yang populer, seperti “Love Letters in the Sand”, “April Love”, “I Almost Lost My Mind”, “Remember You’re Mine” dan banyak lainnya.

Boone masih hidup saat ini. Ia lahir pada 1 Juni 1934. Selain menjadi penyanyi, dia juga aktor. Lumayan banyak film di mana ia terlibat di dalamnya.

Selama aktif menjadi penyanyi, Boone telah menghasilkan 63 single selama 1950-an dan 1960-an. Boone memiliki 25 single yang berada di 20 teratas daftar lagu-lagu single AS. Bahkan, Boone memiliki rekor Billboard yang belum terpecahkan hingga saat ini, yaitu berada di daftar Billboard selama 220 pekan berturutan, dengan satu atau lebih lagu tiap pekan.

Dikenal sebagai penyanyi dengan lirik-lirik romantis, tidak heran jika “Love Leters in the Sand” menjadi salah satu lagu terbeken milik Boone. Lagu itu dirilis pada 1957 dan berada di posisi teratas Billboard Hot 100 pada tahun itu.

Lagu itu juga menjadi favorit bapak. Tapi, mungkin waktu itu bapak sedang patah hati mungkin ya. Soalnya isi lagu “Love Letters in the Sand” adalah soal kekecewaan…ini petikan liriknya…

Now my broken heart aches
With every wave that breaks
Over love letters in the sand

Well, mestinya patah hati itu terjadi sebelum bertemu mama saya ya..


Righteous Brothers

Righteous Brothers yang sama sekali bukan saudara kandung. (Sumber: Robertwimer.com)
Righteous Brothers yang sama sekali bukan saudara kandung. (Sumber: Robertwimer.com)

Jauh sebelum film “Ghost” (1990) memakai lagu “Unchained Melody” sebagai soundtrack, saya sudah mengenal lagu itu dari bapak, yang tak perlu dikatakan lagi bahwa beliau sangat menyukai lagu itu. “Unchained Melody” versi Righteous Brothers dirilis pada 1965. Yah, tentunya saya tidak mendengarnya pada tahun itu. Saya belum lahir.

Righteous Brothers adalah duet penyanyi, yaitu Bill Medley dan Bobby Hatfield. Mereka aktif sejak 1960-an hingga Hatfield wafat pada 2003. Meski nama duet itu memakai kata “Brothers”, kenyataannya Medley dan Hatfield tidak punya hubungan darah.

Keduanya dipasangkan oleh produser rekaman pada awal 1960-an. Sang produser terkesan melihat keduanya memiliki jenis suara yang sama dan pembawaan yang sama, sehingga keluarlah istilah “righteous”, yang artinya kira-kira adalah orang yang lurus, sabar. Seperti itulah.

Nama Righteous Brothers lantas dipakai dan keduanya memiliki ikatan yang kuat hingga Hatfield wafat.

“Unchained Melody” adalah lagu mereka yang paling beken. Menjadi salah satu lagu evergreen, lagu yang awet sepanjang zaman.

Lagu yang indah itu dikomposisi oleh Alex North dengan lirik dari Hy Zaret pada 1955 untuk film berjudul “Unchained”. Lagu itu dinyanyikan oleh banyak artis sejak saat itu, namun versi Righteous Brothers dinilai yang paling pas dan akhirnya menjadi yang paling terkenal.

Lonely rivers flow to the sea, to the sea
To the open arms of the sea
Lonely rivers sigh, "Wait for me, wait for me
I'll be coming home, wait for me"

Itu refrain lagu “Unchained Melody”, yang isinya kira-kira adalah orang yang merindukan kekasihnya. Duh


The Blue Diamonds

The Blue Diamonds (Sumber: Wikimedia Commons)
The Blue Diamonds (Sumber: Wikimedia Commons)

Tak diragukan, “Ramona” adalah lagu yang melejitkan nama The Blue Diamonds pada 1960, di Eropa, AS, dan Kanada. Saya ingat bapak sangat senang ketika akhirnya mendapatkan kaset grup duet kakak-beradik ini.

The Blue Diamonds terdiri dari kakak beradik Ruud de Wolff (12 Mei 1941-18 Desember 2000) dan Riem de Wolff (15 April 1943). Mereka lahir di Jakarta dan merupakan campuran antara Belanda dan Ambon. Menurut fan site The Blue Diamonds, keluarga De Wolff pindah ke Belanda pada 1949.

Mereka berdua dijuluki sebagai Everly Brothers Indonesia. Everly Brothers adalah grup musik asal AS yang juga menampilkan kakak dan adik, Don dan Phil Everly. Bahkan, kalau dipikir-pikir, The Blue Diamonds punya warna suara yang mirip dengan Everly Brothers. Tidak heran kalau The Blue Diamonds juga sering menyanyikan lagu-lagu Everly Brothers.

“Ramona” ditulis untuk film berjudul sama yang rilis pada 1928. Lagu itu menjadi lagu pertama untuk sebuah film. Oleh The Blue Diamonds, tempo lagu itu dipercepat dibanding versi aslinya dan itulah yang membuat mereka menjadi melejit.

“Ramona” berada pada peringkat ke-72 Billboard Hot 100 AS pada 1960. Rekamannya terjual sebanyak 250.000 kopi di Belanda, menjadi rekaman pertama yang terjual sebanyak itu. Lalu laris manis di Jerman dengan 1 juta kopi pada 1961.

Meski mereka mengeluarkan lagu terakhir kali pada 1971, De Wolff Brothers terus melakukan pentas bersama hingga Ruud de Wolff wafat pada akhir 2000. Riem de Wolff masih terus berkarier dan mengeluarkan album sampai saat ia wafat pada 2017.


The Four Lads

The Four Lads (Sumber: Amazon)
The Four Lads (Sumber: Amazon)

Grup musik asal Kanada ini terdiri dari empat penyanyi yang populer pada 1950-an dan 1960-an. Mereka adalah penyanyi utama Corrado Codarini, bariton Bernard Clark, bass John Bernard Toorish, dan tenor James F. Arnold.

Musik yang mereka usung bercirikan gaya campuran antara pop tradisional dengan sentuhan R&B dan doo-wop. The Four Lads dimasukkan dalam Canadian Music Hall of Fame pada 1984 dan Vocal Group Hall of Fame 2004. Grup ini terus berkarya hingga memasuki abad ke-21, dengan komponen penyanyi berbeda, karena anggota orisinil sudah pensiun atau meninggal dunia.

Nah, mereka punya banyak lagu beken, misalnya “Moment to Remember”, “No, Not Much!”, “Standing on the Corner”, dan “Who Needs You”. 

Bapak punya satu lagu favorit, yang paling enak di telinga dan saya setuju saja. Lagu itu adalah “Standing on the Corner”.

Isi lagunya adalah para cowok yang menganggap mereka tidak punya pekerjaan yang lebih baik selain berdiri di pojokan dan menyaksikan cewek-cewek lewat. Yah well…begitulah. Lagu ini masuk kategori riang gembira, enak didengar musiknya, ringan.

Standing on the corner watching all the girls go by
Standing on the corner watching all the girls go by
Brother you don't know a nicer occupation
Matter of fact, neither do I
Than standing on the corner watching all the girls
Watching all the girls, watching all the girls go by


The Platters

The Platters (Sumber: Wikimedia Commons)
The Platters (Sumber: Wikimedia Commons)

Grup ini dibentuk di Los Angeles pada 1950-an. Mereka adalah salah satu yang tersukses di era mereka, menjual lebih dari 50 juta kopi rekaman ke seluruh dunia dan memiliki banyak lagu hit.

Anggota asli grup adalah Tony Williams, Herb Reed, David Lynch, Alex Hodge, dan Zola Taylor. Gaya musik mereka adalah campuran antara R&B, soul, dan pop. Mereka dikenal dengan lagu-lagu yang lembut dan romantik.

Mungkin ada yang pernah mendengar lagu-lagu yang mereka nyanyikan, sebab lagu-lagu tersebut dinyanyikan kembali oleh penyanyi-penyanyi masa kini. Beberapa lagu yang terkenal adalah “The Great Pretender”, “Smoke Gets in Your Eyes”, “Only You (And You Alone)”, dan “Twilight Time”.

Saat ini, The Platters masih ada, malah ada beberapa yang mengklaim sebagai yang berhak memakai nama itu. Sebab, ada sengketa tentang kepemilikan nama The Platters dan hak untuk memakainya dalam berbagai penampilan.

Tentu saja, The Platters yang ada saat ini tak lagi diperkuat oleh para anggota asli. Berubah-ubah sepanjang zaman.

Saya ingin menampilkan favorit saya dari The Platters dan juga favorit bapak tentunya, “Smoke Gets in Your Eyes”. Lagu itu adalah lagu yang populer dari era 1930-an dan menjadi salah satu lagu klasik.

Musik untuk lagu itu ditulis oleh Jerome Kern, salah satu composer ternama pada masanya. Liriknya ditulis oleh Otto Harbach, yang merupakan penulis lagu beken pada saat itu.

“Smoke Gets in Your Eyes” tampil pertama kali pada 1933 melalui pertunjukan musical “Roberta” di Broadway. Kemudian, diadaptasi ke Hollywood.

Lirik lagu itu menggambarkan pahit manisnya kisah cinta yang harus berakhir. Berikut ini adalah lirik pembukanya.

They asked me how I knew
My true love was true
I of course replied
Something here inside
Cannot be denied

Selain dinyanyikan oleh The Platters, lagu ini juga direkam oleh Nat King Cole, Dinah Washington, dan Sarah Vaughn. Lagu ini juga tampil di berbagai film, serial TV, dan iklan.

Saking terkenalnya lagu ini, sampai-sampai menjadi sebuah idiom yang menggambarkan sebuah situasi di mana peristiwa yang tak diinginkan terjadi, misalnya ketika asap dari api memenuhi ruangan dan menimbulkan ketaknyamanan. Harafiah banget!


+1

Tlaga Biroe

Yang satu ini bukan nama penyanyi atau sebuah grup, melainkan judul lagu. “Tlaga Biroe” juga menjadi kesukaan almarhum bapak. Versi yang paling terkenal dinyanyikan oleh penyanyi Belanda kelahiran Surabaya, Wieteke van Dort, yang menyanyikannya dalam Bahasa Indonesia.

Van Dort memasukkan lagu ini ke dalam album berjudul “Bersama-sama” yang diluncurkan pada 1981.

Lagu ini sangat menenangkan hati, merupakan lagu favorit saya juga. Biasanya, saya mendengarkan lagu ini ketika sedang mencari inspirasi untuk menulis, atau ketika sedang merasa sebal.

Waktu bulan mulai bercahya
Pancarkan sinarnya
Berkilauan air di tlaga
Tlaga biru maya

Saya tulis dengan ejaan baru ya, tidak seperti judulnya yang memakai ejaan lama.


Nah, itu tadi highlight dari lagu-lagu yang disukai oleh almarhum bapak saya. Semoga suka. Selamat menikmati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun