"Visit Rwanda" itu menjadi pusat perhatian penggiat hak asasi manusia, yang menyatakan bahwa The Gunners secara efektif mempromosikan rezim otoriter di Rwanda. Paul Kagame, presiden Rwanda, adalah suporter Arsenal.
Sejarah sleeve sponsor di Premier League Inggris dimulai pada musim 2017-18. Sleeve sponsor hanya boleh diletakkan di lengan kiri, menggantikan badge Premier League yang lantas pindah ke lengan kanan.
Sejak saat itu, berbagai produk muncul di lengan para pemain, yang paling beken, pada musim 2017-18, sepertinya adalah Liverpool dengan Western Union. Musim ini, sleeve sponsor Liverpool adalah Expedia.Â
Lalu, pada musim 2017-18 juga, hanya tiga klub yang tidak atau belum memasang sponsor di lengannya, yaitu Arsenal, Manchester United, dan Tottenham Hotspur. Tujuh belas klub lainnya tidak buang waktu untuk peluang mendapatkan revenue tambahan.
Sejalan dengan waktu, Arsenal, United, dan Spurs sudah memasang sponsor di lengannya. Musim ini, 2022-23, hanya Nottingham Forest yang tidak memiliki sleeve sponsor.
Lalu, apa untungnya pengiklan mempromosikan produknya di lengan kiri para pemain klub di Premier League?Â
Menurut Football Insider, itu disebabkan karena Premier League adalah platform iklan paling efektif di seluruh dunia, terutama dari segi biaya. Itu dikatakan oleh Simon Chadwick, profesor Sport and Geopolitical Economy di Skema Business School, Paris.
"Produk iklan akan terpampang setiap hari, 24 jam sehari, 7 hari sepekan, 365 hari dalam setahun. Orang-orang akan melihat logo dan lantas tahu produk apa yang terpasang di sana.Â
Bandingkan dengan iklan selama 30 detik di opera sabun yang biayanya 70 ribu pound. Sangat efektif untuk beriklan di Premier League, dari segi biaya," kata Profesor Chadwick.
Mahal memang, namun lebih efektif ketimbang hanya beriklan di acara televisi.
Padahal itu hanya iklan-iklan yang melekat di lengan. Akan lebih besar lagi exposure dan manfaat yang didapat sebuah produk ketika namanya ada di bagian depan seragam atau di seragam latihan.