Tadi pagi saya sedang memikirkan topik apa yang akan saya angkat untuk artikel terakhir 2022. Muncul berita di timeline tentang wafatnya Pele, the greatest footballer of all time. Saya yakin kisah tentang Pele lebih berarti ketimbang topik yang sebelumnya ingin saya tulis: Apa yang terjadi pada tubuh ketika makan roti setiap hari.
Apa yang saya tahu tentang Pele? Nyaris tak ada. Masa jaya Pele sudah berlalu ketika saya masih kanak-kanak. Bahkan, ketika saya bekerja di Tabloid BOLA, bisa dihitung dengan jari tangan berapa kali saya menulis tentang Pele.
Saya ingat, ketika mengikuti tes masuk Tabloid BOLA, pada milenium lalu, ada pertanyaan begini: Siapa pesepak bola yang memiliki nama asli Edson Arantes do Nascimento? Well, yeah, sebagai orang yang katanya penggemar sepak bola, alangkah konyolnya kalau saya tidak bisa menjawab. Saya tuliskan jawaban saya: Pele.
Saya juga tahu bahwa Pele mencetak lebih dari 1.000 gol sepanjang kariernya, sebagai pemain tim nasional Brasil dan ketika tampil bersama dua klub: Santos di Brasil dan New York Cosmos di Amerika Serikat.
Menurut FIFA, Pele telah mencetak 1.281 gol dalam 1.363 pertandingan. Jumlah itu sebenarnya gabungan dari segala turnamen yang diikuti Pele, resmi dan tak resmi. Termasuk di antaranya pertandingan tur internasional bersama Santos dan New York Cosmos, lalu beberapa pertandingan yang diikuti Pele bersama Angkatan Bersenjata ketika ia mengikuti wamil di Brasil, dan juga Selection Team untuk Negara Bagian Sao Paulo untuk Kejuaraan Antar Negara Bagian Brasil.
Sebagian besar dari gol Pele dibuat ketika ia bermain untuk klub Santos, sejak 1956 hingga 1974, yaitu 643 gol dalam 659 laga. Sedangkan tiga musim di New York Cosmos, 1975-1977, Pele membuat 66 gol dalam 107 pertandingan.
Sebenarnya, setelah kelar bermain untuk Santos, Pele sudah pensiun. Namun, ia berhenti pensiun untuk bergabung dengan klub Amerika Serikat, New York Cosmos, yang bermain di North American Soccer League (NASL). Ketika itu, Cosmos masih tergolong klub baru, didirikan pada 1970, akan tetapi klub muda itu sangat ambisius. Mereka mendatangkan Pele semata untuk membuat publik AS lebih mengenal sepak bola. Meski sudah melewati puncak kariernya, Pele masih menjadi perhatian di sana. Pada laga perdana, pada Juni 1975, Pele cedera, tapi bukan gara-gara pesepak bola lain, melainkan karena dikerumuni oleh penonton. Menurut The New York Times, Pele sampai harus diangkut dengan tandu.
The Guardian menulis bahwa kehadiran Pele di AS membuat para bintang sepak bola juga ingin mencicipi bermain di sana. Franz Beckenbauer, Johan Cruijff, Eusebio, Bobby Moore, George Best, dan Gordon Banks adalah beberapa pesepak bola Eropa yang datang untuk bermain di AS, setelah Pele.
Jadi, jauh sebelum David Beckham menjadi ikon MLS, Pele sudah melakukannya. Seperti yang dikatakan oleh reporter BBC News, New York Cosmos bubar pada 1985, namun Pele terus berkibar.
Ada satu hal yang membuat Pele demikian terkenal, yaitu, tak lain tak bukan, adalah menjadi juara Piala Dunia sebanyak tiga kali, pada 1958, 1962, dan 1970.
Lionel Messi sebenarnya punya kesempatan untuk melampaui rekor Pele itu, andai saja bintang Argentina itu bisa membawa negaranya menjadi juara di lima Piala Dunia yang diikutinya: 2006, 2010, 2014, 2018, dan 2022. Namun, untuk menjadi juara satu kali saja, Messi harus menunggu selama 16 tahun. Ternyata bukan urusan gampang untuk menjadi juara Piala Dunia sebanyak tiga kali.
Untuk tim nasional Brasil, Pele membuat 77 gol dalam 92 laga sejak 1957 hingga 1971.
Pele dilahirkan di Tres Coracoes, sebuah kota di selatan negara bagian Minas Gerais, pada 23 Oktober 194. Sudah pasti, kota itu menjadi terkenal berkat Pele. Bahkan, ada satu jalan yang diberi nama "Rua Edson Arantes do Nascimento", memakai nama lengkap Pele.
Seiring usia, kesehatan Pele juga makin menurun. Ia menjalani operasi pengangkatan ginjal pada 1977. Lalu, pada Desember 2017, ia muncul berkursi roda untuk undian Piala Dunia 2018 di Moskow. Sebulan kemudian, karena kelelahan, Pele harus masuk rumah sakit lagi. Lalu pada 2019, Pele menjalani operasi pengangkatan batu ginjal.
Pada Februari 2020, muncul berita bahwa Pele tak lagi keluar rumah, setelah ia menjalani operasi di pinggulnya dan kesulitan untuk berjalan tanpa dibantu.
Lalu, ia harus menghadapi kenyataan bahwa ia berkutat dengan tumor ganas. Pada September 2021, Pele menjalani operasi untuk mengangkat tumor di sisi kanan usus besarnya.
Pada November 2022, ketika Piala Dunia di Qatar mulai memanas, Pele harus dibawa ke rumah sakit karena ada pembengkakan, ditambah dengan masalah jantung dan juga kemoterapi yang ternyata tidak membawa efek yang diharapkan.
Pada Desember 2022, Rumah Sakit Albert Einstein di Sao Paulo, tempat Pele dirawat, menyebutkan bahwa Pele membutuhkan perawatan lebih, akibat tak berfungsinya ginjal dan jantung. Akun Instagram Pele memberi konfirmasi bahwa The King of Brazil itu wafat pada 29 Desember 2022, karena disfungsi multiorgan, hasil dari komplikasi kanker usus besar. Pele berusia 82 tahun.
Pele menjadi salah satu wajah yang terkenal di dunia, tidak hanya di sepak bola, namun di segala bidang kehidupan. Dia pernah diangkat sebagai duta PBB untuk ekologi dan lingkungan hidup, menurut Canadian Broadcasting Corporation, pada 1992.
Lalu, Universitas Edinburgh pernah memberi gelar sarjana kehormatan atas jasanya pada "significant contribution to humanitarian and enviromental causes", pada 2012. Lagi-lagi berurusan dengan lingkungan hidup.
Pendeknya, setelah kelar berurusan dengan sepak bola, Pele dikenal dengan kerjanya sebagai beragam duta. Dan, juga untuk di dunia ekonomi. Ia pernah berbicara di ajang World Economic Forum di Swiss pada 2006.
Pele juga terlibat dengan sederet organisasi amal dunia, seperti Action for Brazil's Children, SOS Children's Villages, Prince's Rainforests Project, dan banyak lagi. Lalu, Reuters juga menulis bahwa Pele telah melelang lebih dari 1.600 barang koleksi yang dikumpulkan selama berdekade. Hasil lelang, sebanyak 3,6 juta pound, diberikan semuanya untuk amal.
Sungguh, Pele adalah sosok yang unik, hanya ada satu dari 8 miliar orang penduduk bumi. Berbeda, lain dari yang lain, tetap rendah hati, walau ia bekennya bukan main. Semua berawal dari pemain berusia 17 tahun yang membawa Brasil menjadi juara Piala Dunia 1958.
Pemerintah Brasil lantas mengumumkan tiga hari berkabung untuk kematian legenda yang disebut sebagai harta nasional Brasil itu.
Selamat jalan, Edson Arantes do Nascimento. Selamat beristirahat. Kami, saya termasuk, tidak akan melupakan semua yang telah dilakukannya semasa hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H