Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Arti Piala Dunia untuk Tim Nasional Qatar

25 November 2022   12:00 Diperbarui: 27 November 2022   02:00 1690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim nasional Qatar pada penampilan perdana mereka di Piala Dunia, 20 November 2022. (Sumber: Ayman Aref/NurPhoto via Getty Images)

Ketika terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia, pada Desember 2010, Qatar tidak punya sejarah sepak bola. Bahkan, mereka membangun tim nasional sembari membangun negara. Dari nol.

Qatar menyadari bahwa mereka tidak hanya harus membangun hotel, stadion, jalan raya, sistem kereta metro, namun juga membuat sebuah tim nasional yang kompeten, yang tak akan tampil memalukan pada ajang sebesar dan sepenting Piala Dunia.

Bandingkan sajalah dengan Indonesia. Negeri kita ini memiliki penduduk lebih dari 270 juta jiwa. Namun, untuk mencari pemain yang mumpuni yang bisa membuat tim nasional Indonesia menjadi sebuah tim yang kompeten, sulitnya bukan main. Indonesia bahkan harus mencari pemain-pemain keturunan Indonesia yang banyak bermain di liga-liga Eropa untuk dinaturalisasi.

Qatar jelas lebih parah. Penduduknya tidak lebih dari 3 juta orang. Penduduk asli, berdarah Qatar, hanya 300 ribu orang. Sisanya pendatang. Dari jumlah itu, berapa orang yang berminat menjadi pemain sepak bola? Atau begini, berapa orang yang kompeten untuk dipilih memperkuat timnas Qatar?

Qatar pun menempuh jalan pintas: Naturalisasi pemain.

Menurut situs Pulse, bahkan sebelum mengajukan diri sebagai calon tuan rumah, Qatar telah melakukan proses naturalisasi pemain secara agresif, menawarkan kewarganegaraan untuk pemain-pemain berbakat yang bisa membantu Qatar membuat cetak biru tim nasional.

Dengan mengeluarkan banyak sekali uang, pada 2004, hanya dalam waktu satu pekan, Qatar mencoba untuk menaturalisasi tiga pesepak bola Brasil: Ailton, Dede, dan Leandro. Usaha itu membuat geram FIFA. 

Demikian geramnya, sampai FIFA mengubah regulasi tentang naturalisasi dengan menambahkan di statuta bahwa pemain yang bisa menjadi warga sebuah negara adalah mereka yang sudah tinggal di negara selama 10 tahun.

Setelah rencana naturalisasi bubar, keluarga kerajaan pun putar otak lagi, menempuh jalan yang lebih rumit, dan berdirilah sebuah proyek yang diberi Aspire Academy. Akademi itu melatih atlet-atlet Qatar dengan teknologi dan berbagai sumber daya terbaik yang bisa dibeli dengan uang mereka.

Sejenak kemudian, sebagai cabang dari program sepak bola akademi itu, maka diluncurkanlah Aspire Football Dreams. Program itu dibuat untuk menemukan bakat-bakat sepak bola tersembunyi yang ada di semua kota dan pedesaan di seluruh dunia.

Program itu dimulai pada 2005 dengan beberapa kamp pelatihan di Afrika. Sejak itu, program tersebut melebar ke Amerika Latin dan Asia Tenggara. Aspire Football Dreams sebenarnya juga memakai jalan naturalisasi, namun dengan embel-embel "beasiswa" untuk beberapa pemain untuk belajar di Qatar, sehingga bisa menghindari aturan 10 tahun residensi dari FIFA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun