Betapa senangnya saya ketika mendapat tugas untuk meliput undian Piala Dunia 2006 di Jerman. Undian itu digelar di Leipzig, 9 Desember 2005. Kesempatan untuk bisa meliput saat musim dingin di Eropa adalah sesuatu yang baru untuk saya saat itu.
Sebelumnya, saya selalu diberi liputan saat musim semi, biasanya Mei, bertepatan dengan final Liga Champions. Jadi, tak ada salju yang hadir pada bulan itu. Yang didapat hanya cuaca dingin dan seringnya suhu yang tak stabil, membuat flu berat.
Nah, saya berharap akan bisa merasakan salju di Jerman. Lumayan juga ‘kan buat foto-foto. Eh, sekira sepekan sebelum keberangkatan, saya berangkat sekitar lima hari sebelum Hari-H, ada badai salju di Jerman, alias blizzard.
Wuih, parah banget kalau lihat di foto-foto dan beritanya. Artinya, saya harus berbekal pakaian tebal lebih banyak. Saya juga berharap tidak ada blizzard ketika saya di Jerman nanti. Cukup turun salju.
Okay, hari yang dinanti tiba. Saya terus memantau cuaca di Jerman, terutama di Leipzig. Masih aman. Tidak ada badai apapun.
Ketika tiba di Leipzig, saya disambut dengan cuaca semilir, nyaman sekali. Tapi, yang membuat kecewa, tidak ada salju setitik pun. Bersih sekali kota itu.
Setiba di hotel, saya bertanya kepada resepsionis hotel soal apakah salju akan turun dalam beberapa hari ke depan. Dia jawab sejauh ini prakiraan cuaca tidak menyebut adanya salju. Yah…
Leipzig memang dingin, meski saya sudah mengenakan long jane – istilah saya untuk baju long john versi perempuan – ditambah beberapa lapis pakaian, termasuk sweater dan mantel. Pokoknya saya sudah bersiap untuk datangnya salju.
Namun, sampai acara undian di Leipzig kelar, tanda-tanda akan turun salju tidak nampak. Tidak ada penurunan suhu yang tiba-tiba, tidak ada rintikan hujan putih. Bahkan saya hanya satu kali merasakan kehujanan di Leipzig. Sisanya adem ayem. Lah…
Kemudian, saya pindah kota: Berlin. Di kota itu, saya akan menginap di rumah orang Indonesia yang sudah berada di Berlin sejak 1970-an. Dia dan keluarganya tinggal di sebuah apartemen di Friedrichstrasse, sebuah jalan yang beken di kota itu.
Letaknya tidak sampai lima menit berjalan kaki ke Checkpoint Charlie, titik pemeriksaan terbeken ketika Tembok Berlin masih berdiri. Di sana sekarang ada museum. Checkpoint-nya juga masih ada.
Saya sudah janjian dengan Pak Yunus (bukan nama asli) untuk bertemu di Bandara Tempelhof kalau tidak salah namanya. Saya baca, bandara itu sekarang sudah tutup, berhenti operasi sejak 2008.
Jadilah, kami bertemu di sana dan Pak Yunus mengajak saya naik kereta menuju ke apartemennya. Ada stasiun kereta di dekat apartemennya itu. Jadi, kami hanya berjalan kaki ke mana-mana.
Berlin juga tak bersalju. Yang aneh lagi, saya merasa kepanasan. Saya sampai meminta kepada Pak Yunus untuk menjaga koper saya sejenak, saya harus membuka mantel saat berada di kereta.
Padahal, Pak Yunus memakai mantel yang super tebal, masih ditambah dengan syal tebal juga, dan nampaknya masih kedinginan. Mungkin juga disebabkan karena dia sudah sepuh.
Sesampai di stasiun tujuan, kami keluar dan saya masih tetap kepanasan. Tidak ada niatan untuk memakai kembali mantel itu. Percaya atau tidak, saya malah berkeringat. Entah mengapa badan saya ini.
Setelah tiba di apartemen, Pak Yunus mengatakan bahwa suhu saat itu adalah 0 derajat Celsius. Wow! Itu pertama kalinya saya berada di sebuah tempat dengan suhu nol. Dan, saya merasa sangat nyaman.
Tidak bisa saya gambarkan nyamannya seperti apa, tapi saya merasa suhu itu sangat seimbang. Tidak terlalu dingin dan jelas sama sekali tidak panas. Suhu paling ideal buat saya. Saya sangat suka cuaca dingin.
Beberapa hari setelahnya, tetap tidak ada salju yang turun. Pak Yunus mengatakan Berlin lumayan parah saat badai. Sekarang sih tenang-tenang saja. Dia juga mengatakan mungkin salju baru akan turun menjelang akhir Desember. Yah, saya sudah balik ke Jakarta, dong.
Anyway, saya sempat berjalan-jalan pada malam hari, nah baru saat itulah saya merasa sedikit kedinginan. Kalau menurut badan sih suhunya bisa jadi sudah minus.
Tapi, ya nyantai saja. Pokoknya saya senang sekali berada di Berlin. Hanya sebentar di kota itu, karena memang tidak ada event yang harus diliput. Saya hanya ingin mengunjungi Olympiastadion, salah satu stadion yang dipakai untuk Piala Dunia 2006. Keren banget!
Begitulah, ketika tiba saatnya harus pulang ke Jakarta, tak ada setitik salju yang saya rasakan di Jerman. Niat untuk “mandi” salju pupus sudah.
Tidak jadi memotret salju juga. Tak apa, kalau ada rezeki, barangkali saya akan bisa juga berkunjung ke Eropa pas salju sedang turun. Doakan, ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H