Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bahaya Mengintai Citayam Fashion Week

18 Juli 2022   15:32 Diperbarui: 18 Juli 2022   16:37 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Citayam Fashion Week ala remaja SCBD di Dukuh Atas, pada Minggu (17/7/2022) malam. (Sumber: KOMPAS.com/ANNISA RAMADANI SIREGAR)

Kawasan Dukuh Atas, di sekitaran Stasiun MRT Dukuh Atas tepatnya, di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, sedang menjadi tren. Ada fashion week dadakan di sana. Diberi nama Citayam Fashion Week.

Mengapa Citayam? Karena konon para remaja Citayam yang mengawali dengan kongkow-kongkow di sana, lantas berubah menjadi fashion week kecil-kecilan, berkat pakaian yang mereka kenakan, yang selalu modis. Katanya.

Tidak hanya anak Citayam yang hadir di sana. Menurut sebuah artikel di The Conversation, selain dari Citayam, para remaja itu datang dari Depok dan Bojong Gede. Selain itu ada juga yang datang dari Ancol, Tanjung Priok, dan Cakung. Bahkan mereka meminjam istilah SCBD, yang merupakan singkatan Sudirman Central Business District, untuk menggambarkan lokasi asal mereka: Sudirman-Citayam-Bojong Gede-Depok.

Baiklah, yang namanya Jalan Jenderal Sudirman, sebuah jalan protokol di Jakarta, sudah pasti memiliki jalan yang lebar, lanskap yang indah setelah dipugar. Seingat saya, dulu sebelum diperindah, daerah dekat Stasiun Dukuh Atas, pada pagi hari, hanya berisi deretan Metro Mini, taksi, tukang ojek yang menanti penumpang yang turun di stasiun dan berkantor di kawasan Sudirman. Pada malam hari pun tak ada apa-apa di sana.

Boro-boro ada gerombolan remaja yang mejeng di sana. Tempatnya saja tidak ada bagus-bagusnya. Saya paling malas jika harus melewati Dukuh Atas setiap kali berangkat ke kantor. Macet!

Sudirman sekarang sudah berbeda memang. Sudah ditata, sangat instragrammable, dengan fasilitas transportasi yang sangat memadai, yang memungkinkan para remaja itu berangkat dari rumahnya di kawasan Bogor sana dengan mudahnya. Dan, lantas ngumpul-ngumpul deh, sambil sesekali berjalan menyeberangi zebra cross dengan penuh gaya, memamerkan pakaian yang mereka kenakan.

Citayam Fashion Week pertama kali dibekenkan melalui salah satu akun Tik Tok. Sekarang, nyaris semua media sosial yang akrab dengan para remaja itu memiliki tagar untuk CFW.

Tapi, saya punya pikiran lebih jauh. Tidak sekadar keriangan yang terjadi di Dukuh Atas. Saya pun tak terpikir untuk datang ke sana. Ngerilah. Virus Corona masih berkeliaran adalah salah satu alasan utama saya.

Akan tetapi, untuk anak-anak yang nongkrong di sana, ada ancaman lain yang saya pikir jauh lebih bahaya dibanding Corona. Mereka adalah predator seks.

Tidak sadarkah para remaja itu bahwa siapa saja bisa datang ke CFW, termasuk para pengindap pedofilia atau para lelaki hidung belang? Tidak sadarkah mereka bahwa saat ini sedang marak sekali kasus pelecehan seksual yang terjadi pada rekan-rekan mereka yang sedang bersekolah? Kasusnya ada yang sudah kelar disidangkan, ada juga yang sedang berlangsung, ada yang menanti untuk disidangkan.

Di CFW, di ruang publik seperti itu, tidaklah bisa diketahui siapa saja yang datang. Seharusnya para orang tua menyadari hal itu dan melarang putra-putrinya datang ke Jakarta hanya untuk sekadar nongkrong di Jalan Sudirman, hanya sekadar untuk disebut sebagai anak yang mengikuti tren.

Siang ini, saya menyaksikan sebuah liputan CFW yang disiarkan oleh Kompas TV. CFW itu berlangsung hingga malam hari, sebab bisa terlihat di siaran itu hari yang sudah gelap. Maklumlah akhir pekan.

Bahkan, kegiatan itu juga didukung oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno. Sandi ingin kegiatan CFW itu bukan hanya kegiatan saat libur sekolah, tapi bisa seperti di Jepang ada Harajuku atau di New York dengan Forty Second Street. Para remaja itu bisa menjadi trendsetter fesyen Indonesia dan berkolaborasi dengan UMKM. Demikian menurut berita yang dimuat di sini.

Ah, Pak Sandi hanya memikirkan bisnis. Kalau saya ada di posisi Pak Sandi, saya justru harus ingat betapa rawannya Indonesia saat ini. Darurat moral sedang terjadi. Para remaja yang berkumpul di Dukuh Atas itu, di mata saya, malah menjadi "mangsa" yang menakjubkan untuk para predator seks yang bisa jadi datang ke sana.

Mereka datang ke Dukuh Atas, mengamati, lalu juga menengok ke media sosial. Semua tersedia, segala jenis remaja. Tidak perlu susah-susah mengincar sebuah sekolah, datang saja ke Dukuh Atas. Calon korban datang sendiri. Sukarela.

Andai saja jadi pihak berwenang, saya akan membubarkan semua yang berkumpul di sana. Tidak ada lagi Citayam Fashion Week. Keenakan itu para penjahat. Sayangnya, saya bukan pihak berwenang.

Saya hanya berdoa agar para remaja itu selamat tiba di rumah, selamat juga sepanjang hidupnya, tidak menjadi korban seks atau korban kejahatan jenis lainnya. Mereka bisa tetap bersekolah dengan tenang, menuntut ilmu, kuliah, bekerja, sampai berkeluarga.

Saya tidak ingin mendengar atau membaca berita tentang seorang remaja yang mengalami kejahatan setelah ia nongkrong hingga malam hari di Dukuh Atas, hanya gara-gara penasaran seperti apa Citayam Fashion Week itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun