Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Tabloid BOLA 38 Tahun, Secuplik Kenangan saat Bekerja di Sana

3 Maret 2022   19:27 Diperbarui: 4 Maret 2022   12:11 1432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya bersama Mas Hanung Kuncoro, alias Nunk, bapak Si Gundul, maskot Tabloid BOLA. (Sumber: koleksi pribadi)

"...a very exciting playground your feet may leave, but your heart will always be there..."

Itulah kata-kata yang saya tulis untuk menggambarkan Tabloid BOLA di Instagram milik saya, beberapa hari sebelum tempat kerja kesayangan saya itu tutup untuk selamanya.

Pada 1 Desember 2018, BOLA berhenti bergulir dan mengalir. Tidak ada lagi kata-kata yang harus ditulis di lembaran tabloid itu. Semua berhenti. Namun, Tabloid BOLA akan selalu ada di hati kami, para awak BOLA.

Mungkin, saya akan mulai sejak awal bagaimana saya bergabung dengan Tabloid BOLA.

Jadi, pada awal 1995, saya merasa sudah saatnya untuk mencari kerja. Saya lulus dari Biologi FMIPA UI pada awal 1994. Jadi, saya sudah 'istirahat' selama satu tahun.

Ketika mencari kerja, tidak pernah terpikir di benak saya untuk melamar ke kantor yang serius, misalnya menjadi karyawan bank atau menjadi ASN. Hobi saya adalah menulis dan nonton sepak bola. Waktu itu belum ada blog atau sejenisnya tempat saya bisa menuangkan tulisan saya.

Bacaan rutin saya di rumah ada tiga: Harian Kompas, Tabloid BOLA, dan majalah Femina. Terus terang, saya justru melamar lebih dulu ke Femina.

Akan tetapi, saya bukan cewek yang feminin. Pada saat saya harus melakukan tes di kantor majalah itu, saya merasa ngeri.

Bagaimana mungkin saya bisa bekerja di sebuah tempat yang isinya cewek semua, berpakaian pun harus rapi. Kantornya pun sangat teratur. Sementara, saya bukan orang yang bisa diatur dengan sukarela, apalagi ketika nonton sepak bola. Teriak-teriak.

So, saya pun ditolak oleh Femina. Atau lebih tepatnya, saya membuat diri saya tidak diterima oleh Femina.

Lalu, kebetulan setelah itu, BOLA buka lowongan, yang dimuat di salah satu halaman tabloid. Saya pun membuat surat lamaran, berbekal buku cara membuat lamaran kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun