Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Manchester United, Martin Edwards, Oxford United, Robert Maxwell, 1984

2 Desember 2021   16:32 Diperbarui: 2 Desember 2021   20:09 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Martin Edwards pada 2017, beserta miniatur trofi yang pernah diraih Manchester United. (Sumber: Nigel Roddis/The Times Online)

Beberapa hari yang lalu, seorang teman mengirim sebuah edisi masa lalu Tabloid BOLA, tepatnya edisi nomor 2, yang terbit pada 9 Maret 1984. Tentu saja, tabloid itu tidak lagi dalam bentuk cetak, melainkan dalam bentuk portable document format alias pdf.

Headline menceritakan tentang Pelti, atau Persatuan Lawn Tenis Indonesia. Saya tidak terlalu konsentrasi membacanya, karena ukuran huruf yang sangat kecil, meski ketika halamannya sudah diperbesar. Perhatian saya tertuju pada halaman 11. Di sana, ada artikel tentang Manchester United pada 1984, yang kabarnya akan dijual. Meski ukuran hurufnya kecil, saya berusaha untuk membacanya.

Pada 1984, saya masih duduk di kelas 2 SMP. Ketika itu saya bersekolah di SMPN 1, Jayapura. Saya memang sudah “melek” sepak bola sejak SD, namun bukan berarti saya lantas membaca tentang sepak bola pada masa itu, meski kami berlangganan Tabloid BOLA pada masa itu.

Pada saat itu, perhatian saya lebih ke olahraga lokal. Bukan apa-apa, karena saya lebih mengerti. Olahraga internasional saya baca juga, namun hanya sekilas. Tulisan tentang di balik sepak bola? Tak terlalu menarik. Apalagi soal saham-saham. Manalah saya mengerti soal itu. Saya lebih tertarik untuk nonton sepak bola, tidak perlu mengerti soal kisah-kisah di balik layar.

Berlawanan dengan saat ini, terutama ketika saya mulai bekerja di tabloid tersebut. Saya menjadi lebih menyukai kisah di balik layar, ketimbang kisah di lapangan hijau.

Karena itu, ketika menemukan tulisan berjudul “Mengapa Manchester United Tidak Jadi Dijual”, saya menjadi sangat tertarik. Ternyata ada masanya juga di mana United menjadi salah satu klub yang akan dijual. Parahnya, pihak pembeli bukanlah orang Arab atau negara Timur Tengah lainnya, melainkan seorang pemilik klub Divisi 3, Oxford United.

Halaman 11 Tabloid BOLA edisi No. 2, 9 Maret 1984. (Sumber: Koleksi Pribadi)
Halaman 11 Tabloid BOLA edisi No. 2, 9 Maret 1984. (Sumber: Koleksi Pribadi)

Artikel tersebut ditulis oleh kolumnis Kadir Yusuf, yang menyadurnya dari majalah sepak bola keluaran Belanda, Voetbal International, edisi Februari 1984.

Pada musim 1983-84, Manchester United sudah hampir dua dekade tidak memperoleh gelar juara liga. Ketika itu United berada di Divisi 1, sebelum masa Premier League. Ketika itu, terakhir kali United menjadi juara Divisi 1 adalah pada musim 1966-67. Sir Matt Busby menjadi manajernya kala itu. Lalu, pada musim 1983-84, United dilatih oleh Ron Atkinson dan berada pada posisi ke-4 pada akhir musim.

Pada Februari 1984, beberapa bulan sebelum liga berakhir, muncul selentingan bahwa United akan dijual. Pembelinya adalah pemilik klub Oxford United, Robert Maxwell.

Saat itu, The Red Devils dimiliki oleh Martin Edwards, yang memiliki 51 persen saham, sementara adiknya, Roger, memiliki 20 persen saham. Keduanya mendapat warisan dari sang ayah, Louis Edwards, presiden United selama 15 tahun sebelumnya, yang meninggal mendadak pada 25 Februari 1980. Martin Edwards lantas diangkat menjadi presiden United pada 22 Maret tahun yang sama.

Untuk 51 persen saham Edwards, Maxwell bersedia mengeluarkan 10 juta pound. Ketika itu nilainya sangat besar, walau ketika dikonversi ke nilai masa sekarang ternyata tidak besar-besar amat, yaitu kurang dari 34 juta pound, masih kurang dua juta pound untuk membeli bek Raphael Varane.

Akan tetapi, pada 1984, nilai itu sangat besar. Apalagi, Edwards dijanjikan mendapatkan jabatan chief executive dengan gaji sekitar 700 juta rupiah per bukan. Siapa yang tidak tergiur?

Namun, Martin dan Roger Edwards tidak semudah itu melepaskan Manchester United dan Old Trafford. Apalagi, itu merupakan warisan dari ayahnya. Memang, United sedang mengalami paceklik, terutama dalam hal gelar juara liga. Mereka kesulitan untuk mematahkan dominasi Liverpool. Tidak heran kalau Edwards selalu berburu manajer dari musim ke musim.

Karena nilai sentimentalnya terlalu besar, maka Edwards meminta tambahan. Ia bersedia melepas 51 persen saham yang dimilikinya dengan harga 15 juta pound.

Robert Maxwell, yang ketika itu adalah pemilik perusahaan media yang menaungi The Mirror, jadi berpikir. Tambahan 5 juta pound bukan uang yang sedikit. Ia memang berambisi untuk menjadi presiden di sebuah klub yang lebih besar ketimbang Oxford United, tapi harga mahal menjadi penghalang.

Untung saja, Martin Edwards minta harga lebih tinggi, sehingga Manchester United masih berada di tangannya. Sebab, ia lantas menemukan seorang manajer yang di kemudian hari menjadi penyebab digdayanya Manchester United: Alex Ferguson. Meski kabarnya Ferguson dan Edwards memiliki hubungan yang tidak selalu serasi, toh Edwards tetap mempertahankan Ferguson.

Pada akhirnya, Edwards harus dipaksa untuk mundur pada November 2002, setelah sebuah skandal seks menyeret namanya. Ia ketahuan memakai jasa pelacur dalam perjalanan bisnis untuk klub ke Swiss. Demikian menurut The Free Library Online. Edwards harus meninggalkan jabatannya sebagai direktur non-eksekutif di dewan manajemen Manchester United. Saat itu, gaji Edwards adalah 149 ribu pound per tahun.

Pada Mei 2005, seorang pengusaha Amerika, Malcolm Glazer, membeli Manchester United dan lantas mengeluarkannya dari lantai bursa. And the rest is history.

Siapa Robert Maxwell?

Bernama asli Jan Ludvik Hyman Binyamin Hoch, Maxwell lahir di sebuah kota kecil yang miskin bernama Slatinske Doly, di region Ruthenia, Cekoslovakia, pada 10 Juni 1923. Saat ini, kota itu bernama Solotvyno di Ukraina.

Sedikit rumit untuk mengisahkan bagaimana Jan Ludvik Hoch menjadi warga negara Inggris. Versi terpendeknya adalah ia menjadi warga naturalisasi Inggris pada 19 Juni 1946. Selama Perang Dunia II, Maxwell aktif sebagai tentara Cekoslovakia dan juga tentara Inggris, dan itulah yang menjadi jalan dirinya menjadi warga Inggris. Sebagian besar kerabatnya menjadi korban kamp konsentrasi Jerman di Auschwitz.

Robert Maxwell (Sumber: Terry O'Neill/Hulton/Getty via The Guardian Online)
Robert Maxwell (Sumber: Terry O'Neill/Hulton/Getty via The Guardian Online)

Maxwell pernah menjadi anggota Parlemen Inggris, pada 15 Oktober 1964 hingga 29 Mei 1970. Ia menjadi anggota Partai Buruh. Lalu, pada 1969, Maxwell berusaha untuk membeli tabloid News of the World, namun gagal. Rupert Murdoch, raja media dari Australia, yang membeli tabloid itu, demikian pula dengan koran The Sun. Padahal, Maxwell juga ingin membeli The Sun.

Akhirnya Maxwell bisa menjadi raja media setelah membeli Mirror Group Newspapers, yang salah satu terbitannya adalah The Daily Mirror, dari Reed International plc. Dengan harga 113 juta pound, Maxwell menjadi pesaing sengit untuk Murdoch.

Maxwell juga menyelamatkan Oxford United dari kebangkrutan. Ia berencana untuk melakukan merger antara Oxford United dengan Reading menjadi Thames Valley Royals menjelang akhir musim 1982-83. Namun, rencana itu gugur, karena adanya protes dari kedua kubu suporter. Selain itu, merger juga dihentikan oleh salah satu anggota dewan klub Reading.

Maxwell wafat pada 5 November 1991, setelah terjatuh dari kapal pesiarnya yang tengah berlayar di sekitar Kepulauan Canary di Spanyol. Jenazahnya ditemukan di Samudra Atlantik dan dibawa ke Las Palmas. Ian Robert Maxwell dimakamkan di Mount of Olives, sebuah pemakaman Yahudi di Yerusalem.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun