Ketika saya ajak bicara, maka ia mulai awas, karena harus konsentrasi untuk menjawab, tentu saja sambil tetap menyetir. Biasanya akan terus saya ajak bicara hingga tiba di rumah. Setelah tiba, biasanya saya akan beri saran pada pengemudi untuk beristirahat saja dulu, sebelum mencari penumpang lagi.
Pada malam hari, jalan ke rumah saya sudah lumayan sepi, apalagi ketika pukul 11 malam. Oleh sebab itu, jalan yang tanpa hambatan mirip tol itu membuat pengemudi menjadi mengantuk.
Pernah juga suatu malam, saya pulang seperti biasa, naik taksi juga. Pengemudi sama sekali tak nampak mengantuk. Kelihatan segar, menyapa saya dan sebagainya. Akan tetapi, ketika sampai di perhentian pas lampu lalu lintas merah, dia tidur. Sampai lampu menjadi hijau, dia tetap tidur.
Saya tunggu satu detik, dua detik. Kendaraan di belakang kami sudah tak sabar, klakson ramai berbunyi, tapi pak supir tak bangun juga. Pada saat itu, yang saya lakukan adalah menepuk pundaknya sembari mengatakan bahwa lampu lalu lintas sudah hijau.
Dia terbangun dengan kaget. Sambil tersipu-sipu, dia mengatakan hanya ingin mengistirahatkan mata sejenak selama lampu masih merah, tidak ada niat untuk tidur. Tak ayal, dia lantas saya ajak ngobrol sepanjang perjalanan.
Masih banyak pengalaman pengemudi mengantuk yang saya alami. Yang pasti, penumpang harus juga waspada, harus mengamati apakah pengemudi mengantuk atau tidak. Terutama pada malam hari. Sebab, malam hari sejatinya memang waktu untuk tidur.
Demikian pula dengan kendaraan pribadi. Tidak perlu perjalanan jarak jauh untuk membuat supir mengantuk. Karena itu, jika ada orang yang duduk di samping pengemudi, maka ada kewajiban tak tertulis bahwa dia harus membuat si pengemudi untuk tidak mengantuk. Jangan sampai pengemudi bekerja sendiri, sementara semua penumpangnya tertidur, termasuk yang duduk di sebelahnya.