Sehari setelah final, saya dan suami istri tuan rumah mengajak berjalan-jalan di pusat kota Barcelona. Awalnya, kami naik kereta bawah tanah dari rumah. Lumayan jauh. Tempat menginap saya berada tepat di depan Park Guell, salah satu destinasi wisata Barcelona.
Setelah turun dari kereta, kami hanya mengandalkan sepasang kaki untuk berkeliling. Lalu, sampailah kami di area turis, yang penuh dengan toko-toko suvenir. Kami pun menemukan penjual es krim dengan gerobaknya. Tapi, gerobaknya tidak kumuh ya, keren banget. Sayangnya, pada masa itu, yang namanya ponsel belum masuk kategori smart, jadi tidak bisa instan ambil foto. Malas juga saya harus mengeluarkan kamera.
Jadilah saya hanya menikmati es krim. Oleh Luis, si tuan rumah, saya dipilihkan campuran rasa buah. Menurutnya, itu rasa es krim yang paling enak. Saya sih okay saja.
Saya memilih porsi dengan mangkuk sedang. Mangkuk kertas khas es krim itu. Hanya saja ukuran sedang di Barcelona ternyata dua kali lebih besar dibanding porsi besar mangkuk es krim di Jakarta. Harganya saya tidak terlalu ingat, mungkin sekitar 250 peseta, kalau diterjemahkan ke rupiah sekitar 25 ribu rupiah. Waktu itu, belum ada mata uang euro.
Penjualnya sangat senang dengan saya sebagai pembeli. Sangat antusias menurutnya. Dia tidak tahu, saya selalu antusias jika itu berurusan dengan es krim.
Kami lantas menyantap es krim di meja yang terletak di samping gerobak es krim. Duduk bertiga, sambil menikmati pemandangan. Rasa es krim yang saya santap saat itu rupanya campuran dari berbagai beri: Strawberry, blackberry, blueberry, dan mungkin beri lainnya jika ada. Rasanya pun beragam, ada asam, ada manis. Nikmat pokoknya.
Saya menguras habis itu es krim dalam waktu tidak lebih dari 15 menit. Makan es krim tidak boleh berlama-lama. Yang ada malah leleh. Sayang, 'kan? Luis kaget melihat saya sudah menghabiskan es krim dengan kilat.
"I told you I like ice cream," jawab saya ketika Luis mengomentari kecepatan saya menyantap es krim.
Kebetulan, ketika saya berkunjung ke Barcelona, cuaca sangat itu sedang hangat, meski berada di musim semi, yang biasanya suhunya kacau-balau. Jadi, merupakan waktu yang cocok untuk makan es krim.
Sayangnya, saya tidak sempat makan es ketika berkunjung ke Berlin. Saat itu Desember, suhu nol derajat Celsius. Sangat dingin. Saya menemukan restoran es krim saat mengunjungi Christmas Market.
Restoran itu penuh dengan pengunjung yang asyik menyantap es krim, padahal cuaca sangat dingin. Saya pun tak mau kalah. Masuklah saya ke restoran itu. Sampai di dalam, saya berada di waiting list hanya untuk bisa duduk. Sudah saya jelaskan, saya tidak mau dine-in, hanya take away. Tapi, mereka tidak mau tahu. Saya harus antri!