Lalu, mengapa bawang putih halus tidak ditumis? Menurutnya, anak-anaknya tidak suka dengan minyak yang mengambang di kuah sup, sehingga bawang putih halus tidak ditumis.
Sementara itu, saya sudah menemukan ribuan resep sup ayam menurut Simbah Google. Beragam cara mengolah bumbu, meski komponennya hanya itu-itu saja, diaplikasikan untuk membuat sup.
Bawang putih hanya diiris halus, lantas ditumis, ada juga yang tidak ditumis. Bawang merah tidak digoreng, melainkan ditumis bersama bawang putih. Kenapa jadi banyak sekali kombinasinya?
Saya pun akhirnya mencoba untuk memakai cara ART, bawang putih dan teman-teman dihaluskan, tapi lantas ditumis. Saya juga membuat bawang merah goreng sehari sebelumnya.Â
Setelah membuatnya, saya bertekad untuk tidak membuatnya lagi. Saya sudah mengiris tipis-tipis bawang merah sebanyak setengah kilogram, setelah digoreng hasilnya hanya satu botol kecil. Sama sekali tidak sepadan.
Ternyata, dengan bawang putih dihaluskan lantas ditumis, rasa sup kurang nendang. Padahal segala bumbu sudah ditambahkan, termasuk gula pasir.Â
Karena pegal-pegal usai mengulek bawang putih dan teman-teman, maka saya memutuskan untuk mengiris halus bawang putih untuk sup buatan berikutnya.
Jadi, 5 siung bawang putih saya iris halus, bawang merah sekitar 8 sampai 9 buah diiris tipis. Ditambah daun bawang, seledri, kaldu, pala, merica halus atau lada untuk kata lainnya, garam. Apalagi ya? Oh iya, rebusan ayam yang diiris-iris.
Mulailah saya membuat sup ayam. Ternyata, dengan irisan halus bawang putih, rasa sup lebih nyata. Saya pun bersemangat.Â
Sup kedua ini lebih sukses dibanding yang pertama, namun untuk rasa saya masih menahan diri. Mama tidak boleh terlalu banyak garam. Itu repotnya. Apa enaknya sup yang kurang garam?
Namun, setelah mempertimbangkan seberapa banyak kuah sup yang disantap mama setiap hari, sepertinya jumlah garam total yang dipakai untuk membuat satu panci sup itu menjadi tidak signifikan.