Seharusnya artikel ini saya tulis kemarin, 1 September 2021, bertepatan dengan hari lahirnya. Akan tetapi, tiba-tiba saya punya banyak sekali kegiatan, sehingga tidak sempat menulis. Saya baru bisa menuliskannya sehari kemudian. Maafkan.
Mungkin, masih ada yang ingat akan pesepak bola Spanyol bernama Jose Antonio Reyes, lengkapnya Jose Antonio Reyes Calderon. Pemain sayap asal Utrera, sebuah kota di Sevilla, itu wafat pada 1 Juni 2019. Usianya ketika itu 35 tahun.
Reyes wafat setelah mengalami kecelakaan mobil di Utrera, menurut berita dari situs BBC, Reyes berkendara bersama sepupunya, Jonathan Reyes, yang juga tewas, dan Juan Manuel Calderon yang dibawa ke rumah sakit dalam kondisi serius.
Polisi memperkirakan mobil yang dikendarai Reyes melaju dengan kecepatan antara 111 km per jam dan 130 km per jam. Sehingga, pada suatu saat terjadi masalah dengan setir atau ban, yang membuat Reyes kehilangan kendali mobilnya.
Pemain kelahiran 1 September 1983 itu bermain untuk Sevilla, Arsenal, Real Madrid, Atletico Madrid, Benfica, Espanyol, Cordoba, Xinjiang Tianshan Leopard, dan Extremadura.
Ketika wafat, Reyes masih menjadi pemain Extremadura di Segunda Liga. Ia pindah dari Liga Super Cina pada 22 Januari 2019 dengan gratis. Jadi, Reyes baru bermain setengah musim bersama Extremadura.
Oleh Extremadura, nomor punggung 19 yang dipakai Reyes lantai dipensiunkan secara permanen. Itu untuk menghormati keberadaan Reyes di klub itu.
"Kaus bernomor punggung 19 kini punya pemilik yang memakainya untuk selamanya. Seorang legenda sepak bola, kami sangat beruntung bisa memiliki Reyes sebagai anggota keluarga," kata presiden Extremadura, Manuel Franganillo, seperti yang ditulis oleh situs AS.
Tapi, saya menulis artikel ini tidak untuk membahas karier klub Reyes, atau sebagai pemain tim nasional Spanyol. Saya akan bercerita bagaimana saya pernah bertemu dengannya pada 2010, tepatnya ketika Piala Dunia 2010 bergulir.
Reyes, sekali lagi, tidak masuk dalam tim nasional Spanyol yang dibawa oleh pelatih Vicente del Bosque ke Afrika Selatan. Ketika itu, Reyes sedang menjadi pemain Atletico Madrid.
Dua tahun sebelumnya, pada Piala Eropa 2008 di Austria-Swiss, pelatih Luis Aragones tidak memasukkan nama Reyes. Aragones lebih memilih David Silva dan Santi Cazorla sebagai pemain sayap.
Karena tidak berangkat ke Afsel, alhasil Reyes diundang sebagai tamu pada acara nonton bareng Piala Dunia 2010 di Indonesia dan saya ditugaskan untuk meliputnya. Acara nobar itu digelar di empat kota, yaitu Yogyakarta, Medan, Bandung, dan Jakarta sebagai penutup.
Partai-partai yang dipilihkan pun yang melibatkan Spanyol di dalamnya. Dan, entah mengapa, mungkin firasat, Spanyol bisa menjadi juara di Afrika Selatan. Reyes, meski kecewa karena tidak masuk skuat, akhirnya bisa senang juga.
Saya berusaha untuk berbincang sejenak, tapi rupanya jadwal Reyes begitu padat. Bahkan tidak ada sesi wawancara khusus. Oh well...
Terlebih lagi saya mengalami insiden. Ketika berangkat dari Yogya menuju Medan, petugas check-in, atau siapa pun yang bertugas ketika itu, salah memasang label. Seharusnya koper saya juga ikut berangkat ke Medan, malah diberi label untuk penerbangan ke Manado. Ada singkatan khusus untuk tiap kota tujuan yang terdiri dari 3 huruf di label tersebut. Saya lupa apa singkatannya, namun Medan dan Manado punya singkatan yang sama sekali tidak mirip.
Mood saya langsung kacau ketika tahu koper saya berangkat ke Manado. Saya baru tahu ketika saya tiba di Bandara Polonia. Saya lama menanti di conveyor belt. Koper saya tidak muncul juga. Setelah konsultasi dengan pihak penerbangan murah sejuta umat, ternyata koper saya ada di Manado. Walah.
Liputan di Medan pun jadi kacau. Saya tidak berani memakai ponsel saya berlama-lama, karena charger ada di koper yang melanglang buana. Tapi, terus terang konsentrasi jadi kacau. Lha soalnya saya harus belanja macam-macam, termasuk baju. Belanja jelas bukan rencana.
Tapi, jangan khawatir, setiba di Jakarta, saya berhasil mendapatkan koper saya kembali dan itu menjadi awal dari keberuntungan.
Saya berangkat ke Bandung dengan harapan saya bisa bertemu sejenak dengan Reyes. Itulah yang terjadi. Pada masa istirahat antar pertandingan, saya bertemu dengannya.
Saya sudah siap dengan bahasa Inggris, soalnya saya yakin Reyes bisa berbahasa Inggris, karena pernah bermain di Arsenal. Namun, ternyata saya tak perlu khawatir. Saya tetap berbicara dengan bahasa Indonesia, Reyes menjawab dengan bahasa Spanyol.
Semua lancar berkat ada pria Spanyol paruh baya yang ditugaskan untuk menjadi penterjemah. Pria itu, saya lupa beneran namanya, sudah lama tinggal di Bandung. Bahasa Sunda, lancar. Bahasa Indonesia, tidak masalah. Bahasa Spanyol, tak usah ditanya lagi.
Inti dari percakapan adalah Reyes sangat kecewa tidak bisa memperkuat Spanyol di Piala Dunia 2010. Tapi, dia yakin pada rekan-rekannya, mereka bisa berbuat yang terbaik untuk negaranya. Ketika dia mengatakan itu, Spanyol belum menjadi juara Piala Dunia 2010, lho ya.
Ada alasan mengapa Reyes tidak masuk ke skuat Del Bosque. Skuat Spanyol di Afrika Selatan itu beranggota mirip-mirip dengan skuat ketika Spanyol menjadi juara Piala Eropa 2008.
Oh ya, saya juga sempat berfoto bareng Reyes saat itu. Karena itu, saya kaget ketika mendengar berita Reyes meninggal karena kecelakaan mobil. He was still young.
Setidaknya, foto-foto Reyes yang saya sempat ambil ketika jumpa penggemar menjadi kenangan yang tak ternilai. Wajahnya akan abadi, akan terus seperti itu. Tall, dark, and handsome.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H