Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sedihnya Kalau Ada Cewek yang Buang Bayi yang Dilahirkannya

15 Juli 2021   20:05 Diperbarui: 16 Juli 2021   01:36 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru saja lihat sebuah berita di Kompas TV, seorang cewek yang baru saja melahirkan dan lantas membuang bayinya. Bodohnya, aksi si cewek itu tertangkap kamera CCTV. Langsung saja dia didatangi polisi dan ditangkap. Bodohnya lagi, cewek itu tidak mengakui perbuatannya. Padahal, bukti dari CCTV sudah cukup untuk membuatnya ditangkap.

Saya tidak tahu apa masalah si cewek sampai-sampai dia harus membuang bayi yang baru dilahirkannya. Lalu, kalau mau berbuat yang buruk, sebaiknya jangan lupa untuk melihat sekeliling. Jangan sampai ada kamera atau apa pun yang bisa menangkap aksi.

Beberapa menit kemudian, saya membaca melalui berita daring. Seorang murid SMP berusia 14 tahun. Saat itu sedang ada program vaksinasi Covid-19. Dia menolak untuk divaksin. Alasannya karena ia baru saja melahirkan dan membuang bayinya di sungai!

Apakah kalau tidak ada program vaksinasi, maka ia berharap kejahatannya akan tertutupi? Sudah begitu, dia juga mengaku berhubungan badan sebanyak lima kali dengan pacarnya, cowok berusia 17 tahun. Dan, itu menghasilkan kehamilan. Bayi yang dibuang di sungai lantas ditemukan dan diperiksa.

Apakah sedemikian mudahnya membuang seorang bayi demi menutupi hasil “kebejatan”, hasil kenikmatan sesaat, hasil dari perbuatan yang tidak dipikirkan akibatnya?

Saya kenal banyak perempuan yang sudah menikah, yang kesulitan untuk hamil. Salah satu teman saya sudah menikah lebih dari 10 tahun. Dan, sekarang malah suaminya sudah meninggal. Usia teman saya sudah di luar batas aman untuk hamil. Mungkin juga dia sudah menopause sekarang.

Dia selalu berusaha untuk bisa hamil. Apa pun dilakukannya. Tapi, tidak pernah sukses. Sekarang, dia tidak akan pernah punya bayi. Untung saja, dia punya banyak keponakan, sehingga pikiran dan tenaganya dialihkan kepada para keponakan.

Lalu, tante saya. Saya tahu bagaimana dia mengusahakan untuk bisa hamil. Segala macam dicoba, Semua dokter kandungan didatangi. Sampai akhirnya, ia mengambil langkah pamungkas: Bayi tabung. Jika menunggu lebih lama, maka tante saya itu akan memasuki zona usia yang berisiko untuk hamil.

Alhamdulillah, program bayi tabung yang dijalaninya sukses. Lahirlah seorang anak perempuan, jelaslah dia anak semata wayang. Tante, kalau tante membaca tulisan ini, maaf banget ya. Saya pakai tante untuk contoh. Tak apa, ya.

Lalu, ada juga dosen saya yang kebetulan kakak sepupu saya. Dia menikah ketika saya masih kuliah, sekitar 20 tahun lalu. Ketika awal-awal menikah, kakak sepupu saya itu harus menjalani terapi hormon untuk bisa hamil. Tapi, ya begitulah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun