Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Berubahnya Paradigma Sepak Bola Italia

22 Juni 2021   21:11 Diperbarui: 22 Juni 2021   23:42 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Italia di Euro 2020 berubah banyak sejak gagal lolos ke Piala Dunia 1998. (Sumber: Report Wire Online)

Kalau bicara sepak bola Italia biasanya tidak jauh dari istilah catenaccio. Secara harafiah, catenaccio berarti gerendel atau gembok. Sepak bola Italia beken dengan sistem pertahanannya yang ketat. Pasang gemboknya dan buang kuncinya! 

Salah satu ciri khas sistem itu adalah sangat mengandalkan peran seorang sweeper. Selain bertahan, sweeper juga diminta untuk jeli melihat bola dan lokasi teman-temannya yang berada lebih di depan. Sebab, sweeper, dalam kondisi yang tepat, bisa memulai serangan balik secara tiba-tiba.

Lucu memang, serangan hanya mengandalkan serangan balik. Namun, dari tahun ke tahun, dari dekade ke dekade, di mana semakin banyak pemain asing yang berlaga di Serie A dan juga level lainnya di Italia, catenaccio semakin luntur.

Contohnya terlihat nyata tahun ini, di mana Italia berlaga di Euro 2020. Setelah absen pada Piala Dunia 2018, Italia tampil kembali dengan transformasi yang dilakukan oleh pelatih Roberto Mancini.

Italia tampil tak kenal takut, sebuah tim yang mengandalkan serangan, bukan bertahan. Orang bilang menyerang adalah pertahanan terbaik. Itulah yang dilakukan oleh Italia. Mereka rajin menyerang, membuat tim lawan repot dan tidak punya waktu untuk menyerang.

Hingga kelar fase grup Euro 2020, Italia berada di puncak klasemen Grup A, sembilan poin diraih, dan membuat Wales, Swiss, dan Turki tidak bisa mencetak satu gol pun. Sementara itu, anak-anak Mancini bisa membuat tujuh gol.

Lalu, bagaimana Italia bisa berubah seperti itu? Jawabannya ada di klub-klub Italia, mereka yang rajin menghasilkan pemain muda dan percaya pada mereka.

Sassuolo, Atalanta, dan Napoli adalah jawaban dari transformasi Italia. Ketiga klub itu mengadopsi gaya menyerang, yang biasa dilihat di sepak bola Eropa secara umum.

Atalanta dan Sassuolo, menurut situs Chron Sports, juga ahli dalam mempromosikan pemain muda ke tim senior. Selama berdekade, Italia memberlakukan sistem "urut kacang"; yang pemain lokal yang masih muda harus menunggu giliran bermain di belakang pemain senior. Bahkan, pemain-pemain Amerika Selatan, meski mereka masih muda, tetap saja mendapat jam terbang lebih banyak dibanding pemain muda lokal.

Para penonton Euro 2020 menyaksikan tandem asal Sassuolo, Manuel Locatelli dan Domenico Berardi, plus gelandang Atalanta, Matteo Pessina, menjadi bintang-bintang muda yang menyeruak di antara pemain-pemain lain yang sudah lebih lama berlaga bersama tim nasional Italia.

Roberto De Zerbi, pelatih yang meninggalkan Sassuolo pada akhir musim 2020-2021, dipuji sebagai pelatih yang mementingkan gaya menyerang bersama pemain-pemain lokal, seperti Berardi dan striker Giacomo Raspadori. 

Nama yang disebut terakhir belum pernah sekali pun berseragam tim nasional Italia sebelum Euro 2020, bahkan tim junior Italia sekali pun. Mancini memanggilnya masuk skuat Italia ke Euro 2020.

"Para pemain kami sudah terbiasa bermain menyerang, sebab kami mencoba mendorong tipe permainan seperti itu sejak hari pertama. Sedikit demi sedikit, kami menjadi terbiasa. 

Selain itu, banyak pemain dari klub lain yang juga sudah memainkan sepak bola menyerang, sehingga mereka tidak mengalami masalah untuk melanjutkannya bersama Italia," kata Mancini, yang mulai melatih Italia sejak Mei 2018.

Matteo Pessina, salah satu pemain muda Italia. (Sumber: Scene7 Online)
Matteo Pessina, salah satu pemain muda Italia. (Sumber: Scene7 Online)

Pessina menjadi tambahan pada menit terakhir, menggantikan Stefano Sensi - produk Sassuolo yang kini bermain di Inter Milan - yang mengalami cedera.

"Saya bisa melihat kesamaan antara cara bermain Atalanta dengan Italia - menguasai bola dan lari ke depan dimulai dari lapangan tengah. Jadi, saya bisa langsung cocok," kata Pessina.

Untuk sebuah tim yang gagal lolos ke Piala Dunia 2018 dan kemudian bisa bermain gemilang di fase awal Euro 2020, hasil yang diraih Italia sangat luar biasa.

Gli Azzurri tak terkalahkan dalam 30 laga, untuk menyamai sebuah rekor yang usianya nyaris satu abad. Selain itu, Italia juga membukukan hasil 11 kali kemenangan beruntun, tanpa kebobolan.

"Mancini tidak pernah memaksa kami untuk bermain berapi-api. Dia hanya mengatakan untuk menikmati sepak bola dan melakukan apa yang sedang kami lakukan," kata bek tengah Inter Milan keluaran Atalanta, Alessandro Bastoni.

Perjalanan Italia selanjutnya adalah bertemu Austria di babak 16 Besar. Stadion Wembley di London bisa menjadi saksi penampilan Italia tersebut. Apakah Mancini dan segenap anak buahnya bisa membuat banyak gol dan di saat bersamaan Austria tak bisa membuat gol? Nantikan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun