Nenek Muzainatun, 65, mengajukan pembelaan dan meminta hukuman seringan-ringannya. Nenek 12 cucu ini dituntut tujuh bulan penjara karena terjerat kasus pemalsuan merek. (Muhammad Irsyam Faiz)
Seorang nenek 65 tahun, Muzainatun, duduk di kursi pesakitan di ruang sidang Pengadilan Negeri(PN) Solo. Tubuhnya yang renta sudah tak mampu lagi duduk sempurna, badannya membungkuk. Kedua tangannya memegang erat stopmap warna hijau. Wajah keriputnya tampak tegang. Saat itu, wanita paruh baya asal Kecamatan Ulujami, Kebupaten Pemalang, itu baru saja mendengarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo, Ana May Diyana.
Dia dituntut tujuh bulan penjara karena kasus pemalsuan merek yang menimpa dirinya pada 2014 lalu. Saat itu dia dituduh memalsukan 200 potong celana panjang merek Cardinal.
Saat ditanya oleh Majelis Hakim apakah Muzainatun mau melakukan pledoi atau pembelaan, tangis Muzainatun pecah. “Saya minta hukuman yang seringan-ringannya pak hakim, saya tidak tahu [kalau melanggar hukum], saya sudah tua dan sakit-sakitan, saya juga masih harus mengemong cucu saya yang yatim,” kata Muzainatun sambil terisak.
Dia lalu berdiri dan menyerahkan stopmap berisi surat permohonan maaf kepada ke Majelis Hakim. “Apakah permohonan maaf ini murni atas kehendak ibu sendiri?” Tanya ketua majelis hakim. “Iya yang mulia,” kata Muzainatun.
Surat permohonan maaf tersebut diajukan kepada pemilik merek Cardinal selaku pelapor. “Saya benar-benar tidak tahu. Saya benar-benar menyesal,” kata nenek bercucu 12 itu memohon.
Saat ditemui seusai sidang, Muzainatun bercerita kenapa dia bisa ditangkap polisi hingga terseret ke meja hijau. Dia mengatakan kasus yang menimpa dirinya itu terjadi pada 2014 lalu. Saat itu dia mendapat banyak pesanan celana merek Cardinal. “Kalau merek punya saya kan Zidano, tapi banyak yang minta Cardinal, akhirnya saya membeli celana polosan dan menempeli celana tersebut dengan merek cardinal,” kata dia.
Celana belum terjual, namun nasib malang menimpa sang nenek. “Saat itu saya meninggalkan barang dagangan, saya ke toilet. Saat mau balik saya ditelpon sama teman saya katanya sudah banyak orang di sekitar mobil tempat saya berjualan mencari saya. Saya kaget, ketika ditemui ternyata itu polisi dan saya dibawa di kantor polisi,” kata dia kepada.
Menghadapi kasus ini, Muzainatun sama sekali tidak didampingi satupun pengacara. Selama menjalani persidangan dia hanya didampingi suaminya, Waluyo, 70, dan anak perempuannya. Saat ditanya kenapa enggak memakai pengacara, dia hanya menjawab, “Mau sewa pengacara, uang dari mana.”
Muzainatun ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Klas I Solo sejak Mei 2015. Kini, dia masih menunggu putusan hakim pekan depan. “Pokoknya saya pasrah saja, harapannya hukuman seringan-ringannya,” kata dia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H