[caption id="attachment_213413" align="aligncenter" width="614" caption="Tempat Pesta Rambu Solo"][/caption]
Bercerita tentang Toraja, tidak akan ada habisnya. Kali ini tentang Tongkonan, rumah adat masyarakat Toraja. Secara etimologi, Tongkonan berasal dari kata Tongkon yang berarti menduduki atau tempat duduk. Maka Tongkonan berfungsi sebagai tempat duduk-duduk (baca berkumpul). Berkumpul dalam artian pertemuan, yah dulunya tempat berkumpul para bangsawan untuk membincangkan banyak hal. Selain itu, Tongkonan juga berfungsi sebagai tempat tinggal (dapur, tempat tidur) dan juga untuk menyimpan mayat.
Tongkonan terbuat dari kayu dan tidak menggunakan logam (paku) sama sekali. Pada dindingnya terdapat gambar matahari lalu ayam bertengger di atasnya, juga gambar parang Toraja dan ukiran-ukiran khas Toraja lainnya. Warna dasar Tongkonan adalah hitam, warna lain yang terdapat pada ukiran yaitu putih, kuning dan merah. Atap terbuat dari susunan bambu yang dilapisi daun rumbia dengan bentuk menyerupai perahu. Nah, inilah salah satu keunikan Tongkonan, daun rumbia menjadi tempat yang subur untuk tumbuhan hijau. Sehingga salah satu penanda Tongkonan tua adalah atapnya ditumbuhi hijauan.
Yang tak kalah unik adalah pada bagian depan dipasang kepala kerbau dan juga tanduk kerbau yang tersusun secara vertikal. Tanduk kerbau itu diambil ketika keluarga pemilik Tongkonan melaksanakan pesta adat Rambu Solo’. Tongkonan dibangun menghadap ke utara yang konon menunjukkan asal leluhur orang Toraja, dari Cina. Secara umum lebih kurang seperti itulah deskripsi tentang Tongkonan.
[caption id="attachment_213415" align="aligncenter" width="496" caption="Ornamen Tongkonan"]
.
[caption id="attachment_213416" align="aligncenter" width="503" caption="Ragam Lumbung"]
.
[caption id="attachment_213417" align="aligncenter" width="531" caption="Bagaian bawah lumbung. Dulu kayu-batang pohon palem, kini ditehel-dicor"]
Pada bagian depan Tongkonan terdapat lumbung padi yang dalam bahasa setempat disebut Alang Sura. Secara fisik, lumbung lebih kecil dari tongkonan. Tiang-tiang penyanggah lumbung terbuat dari batang pohon palem yang licin. Penggunaan batang pohon palem dimaksudkan untuk memproteksi padi, karena tikus akan sulit memanjat. Di bawah lumbung terdapat tempat duduk. Dinding lumbung dipenuhi ukiran-ukiran serupa di Tongkonan.
Namun dibeberapa tempat juga dapat ditemui lumbung yang lebih sederhana. Pada dindingnya tidak terdapat ukiran, hanya cat merah-hitam-putih-kuning bahkan ada warna “hijau”, warna yang sebenarnya tidak terdapat pada ukiran Tongkonan. Selain itu, ada juga jenis lumbung yang tidak dicat bahkan terdapat lumbung yang sangat sederhana, dimana tiang dan dindingnya terbuat dari bambu.
Meski masyarakat Toraja masih memegang teguh kepercayaan Aluk To Dolo, tapi sebagaimana kaum adat yang terus bertahan sampai sekarang, kaum adat Toraja juga tidak bisa membendung arus peradaban moderen. Terlebih mengingat Toraja bukanlah wilayah adat yang terisolasi, tapi sangat terbuka dengan dunia luar. Hal itulah yang juga terjadi pada Tongkonan dan lumbung.
[caption id="attachment_213418" align="aligncenter" width="496" caption="Atap tongkonan, terus berevolusi"]
.
[caption id="attachment_213419" align="aligncenter" width="496" caption="Tongkonan Modern"]