Mohon tunggu...
Irsyal Rusad
Irsyal Rusad Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Internist, FK UGM

Internist. Tertarik dng bidang Healthy Aging, Healthy Live, Diabetes Mellitus Twitter; @irsyal_dokter

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Suami Meninggal, Istri Menyusul

1 Februari 2023   06:27 Diperbarui: 1 Februari 2023   19:43 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Although living alone can offer convenience......physical health is not among them.

Julianne Holt-Lundstad, Profesor of Phsychology and Neuroscience at Brigham Young University

"Ibu saya sudah meninggal satu bulan yang lalu dokter,"ungkap seorang pasien ketika saya tanya Ibunya  kok tidak ikut.

Lho, "kok bisa?" tanya saya tidak percaya

"Ya, dokter kami anak-anaknya juga heran, tidak tahu sebabnya, dua bulan setelah Bapak meninggal, Ibu juga menyusul, padahal sebelumnya sehat-sehat saja, dan tidak ada mengeluh apa-apa. Hanya saja, setelah bapak meninggal, Ibu sering melamun, menyendiri, dan sulit tidur, dan nafsu makannya juga menurun sekali," cerita pasien.

Pasien,  Ny SM, 35 tahun saya kenal dengan baik karena bersama Ibunya hampir setiap bulan   mengantar Ayahnya kontrol karena  menderita penyakit ginjal kronis yang harus mendapatkan terapi pengganti hemodialisis.

Sang Ayah, 65 tahun meninggal empat bulan yang lalu karena stroke. Sebelum menjalani hemodialisis  sekitar dua setengah tahun, beliau ada riwayat diabetes mellitus sejak umur 40 tahun, kemudian hipertensi beberapa tahun kemudian.

Yang menarik perhatian saya adalah sang istri, usia sekitar 55 tahun, istri yang sangat setia, santun, penyayang dan penuh perhatian terhadap sang suami, yang mengalami sakit dengan bermacam komplikasi dan terakhir harus menjalani hemodialisis.

Istri yang  selalu mendampingi suami ketika konsultasi dan pada saat menjalani hemodialisis dua kali dalam seminggu. Walaupun  ada istri atau anak-anak pasien hemodialisis lain yang mendampingi suami, istri atau orang tuanya waktu menjalani hemodialisis yang berlangsung lima jam.

Pernah, waktu saya masuk ruang hemodialisis, kebetulan suaminya sedang menjalani hemodialisis, saya lihat Ibu itu sedang tertidur di atas kursi sambil memegang kaki sang suami yang sedang tertidur. Kagum melihat sikapnya terhadap suaminya ini, saya tanyakan kepada perawat jaga, apa Ibu itu sering mendampingi suaminya seperti itu? Ya, jawabnya. 

Selama ini saya lihat Ibu itu selalu ada di sisinya, sering tertidur kalau suaminya juga sedang tidur. Biasanya setelah selesai meyuapi suaminya makan, suami tertidur, diapun juga mengikuti. Kalau lagi tidak tidur si Ibu biasanya memijet kaki, tangan sang suami yang sering mengeluh pegal dan sakit-sakit, begitu juga denga tengkuk dan kepalanya. Keluhan yang sering dialami oleh pasien yang sedang mengalami Hemodialisis.

Nah, mendengar kematian sang ibunya tidak lama  setelah suaminya meninggal, saya dapat memahaminya. Menurut penelitian kehilangan seseorang yang sangat dicintainya dapat menyebabkan stress dan bahkan depresi berat yang dapat berujung kepada kematian.

Dalam buku "Doctor You, Introducing  the hard  science of Self healing"  yang ditulis oleh Jeremy Howick, ada beberapa cerita tentang kematian pasangan suami istri tidak berapa lama setelah salah satu dari pasangannya meninggal. Sebagai contoh saja, Clifford dan Eva Vevea,  penduduk North Dakota. 

Pasangan  bahagia yang sudah menjalani hidup sebagai suamis istri selama 63 tahun, keduanya meninggal pada tahun 2013 berselang waktu hanya dalam beberapa jam. 

Di tahun yang sama, penduduk Ilionis, Robert dan Nora Viands yang telah berumah tangga selama 71 tahun meninggal di hari yang sama. Satu tahun sebelumnya di Inggris, Marcus Ringrose menyusul  24 setelah pemakaman istrinya.

Selain kasus  di atas, saya juga pernah beberapa kali mendengar kejadian kematian seperti itu. Kematian suami, atau istri tidak berapa lama setelah pasangannya meninggal. Pernah juga seorang Ibu yang meninggal tidak lama setelah anak yang dicintainya meninggal.

Walaupun kejadian kasus kematian seseorang tidak berapa lama setelah kehilangan orang yang mereka cintai apakah suami, istri atau anaknya tidak banyak, kematian itu bukanlah suatu kebetulan. 

Penelitian yang dilakukan Harvard University terhadap lebih dari 12.000 pasangan suami istri menunjukkan kematian pasangan yang lebih besar dalam bulan-bulan pertama setelah kematian pasangannya. Kematian pasangan yang lebih tinggi dalam bulan pertama setelah kematian suami, atau istri yang mereka cintai.

Lalu, "apa penyebabnya?" Suami meninggal, tidak berapa lama kemudian istri juga meninggal, atau sebaliknya, istri meninggal, suami menyusul?

Tidak diketahui penyebab yang pasti, tapi menurut para ahli kehilangan istri atau suami yang sangat dicintainya dapat menyebabkan stress berat, dan perasaan kesepian, kesendirian  kepada pasangan yang ditinggalkannya. 

Stress berat, perasaan sepi, sendiri dapat berujung kepada kematian. Karena itu, kalau kita mempunyai orang tua, salah satu dari beliau meninggal, jangan biarkan Ia sendiri, sering-seringlah berada di sisinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun