Mohon tunggu...
Irsyal Rusad
Irsyal Rusad Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Internist, FK UGM

Internist. Tertarik dng bidang Healthy Aging, Healthy Live, Diabetes Mellitus Twitter; @irsyal_dokter

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pasien Diabetes Melitus, Lain Reaksi Lain Pula Ceritanya

19 Juni 2020   16:10 Diperbarui: 20 Juni 2020   16:35 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di suatu pagi, beberapa hari yang lalu, ada dua orang pasien dengan penyakit yang sama, yakni, diabetes melitus yang kontrol dan konsultasi dengan saya.

Pasien pertama, sebut saja Tuan A, usia 48 tahun, diketahui menderita diabetes sejak delapan tahun yang lalu, atau ketika usianya 40 tahun. Dalam beberapa bulan terakhir kontrol tiap bulan ke tempat saya praktek. 

Sebelumnya juga berobat ke rumah sakit dekat rumahnya dan punya riwayat sering berpindah-pindah dari satu dokter ke dokter lainnya. Alasannya, gula darahnya tidak kunjung terkontrol dan keluhan-keluhan yang dirasakannya seperti lemas, kesemutan, rasa panas di jadi-jarinya tidak banyak berkurang.

Selintas pasien ini saya amati sedikit emosional, tidak tenang, seperti tertekan dengan penyakit yang dideritanya. Keluahannya pun banyak sekali mulai dari keluhan terkait gejala Diabetes yang disandangnya, yang juga sudah dengan komplikasi.

Sampai kepada waktu tunggu yang lama, harus antri waktu ambil obat, waktu menunggu hasil laboratorium yang memakan waktu, dan atiran BPJS yang bikin sulit.

Di rumah pun menurut penuturan istrinya, sang suami jadi sensitif, mudah tersinggung, marah, dan kelihatannya stress dokter, tidurpun sulit. Kalau sudah seperti itu biasanya dia tidur, makan tidak terkontrol dan tidak mau olahraga.

Dari pemeriksaan laboratorium, gula darah pasien memang belum terkontrol. Gula darah Puasa, 2 jam setelah makan masih agak tinggi, dan Hb A1C yang menggambarkan kadar gula darah rata-rata dalam tiga bulan terakhir masih jauh dari target. 

Profil lemak darah tidak normal, begitu juga fungsi ginjalnya sudah mulai menurun. Tekanan darah juga masih di atas target dan penampilan fisiknya juga tidak sehat, perutnya besar dan kalau diukur saya yakin lingkar perutnya jauh di atas normal.

Saya khawatir kalau gula darahnya tidak terkontrol juga, komplikasi-komplikasi lain akan menyusul dan akan tambah berat, cuci darah pun kemungkinan terpaksa dijalaninya.

Kalau saya tanya apakah Ia ada diet, olahraga, jawabannya pasti ada, tapi menurut cerita istrinya berbeda lagi. Pernah juga dijawab, saya kan sudah makan obat dokter, untuk apalagi saya harus diet diet, harus olahraga.

Pasien kedua, Ny BS, usia 55 tahun. Diketahui menderita diabetes pertama kali waktu berusia 45 tahun. Dalam beberapa bulan terakhir teratur kontrol di rumah sakit tempat saya praktek karena lebih dekat dengan rumah tempat tinggalnya sekarang.

Sangat kontras dengan pasien pertama, Ny BS ini kelihatan santai, tenang, enjoy saja. Tidak kelihatan bahwa dia sudah menderita penyakit Diabetes Mellitus lebih dari 15 tahun, dengan komplikasi cukup serius pada awal diketahui gula darahnya yang tinggi, luka pada Ibu jarinya yang kemudian diamputasi.

Ketika konsultasi pun Ia tidak banyak mengeluh, tapi banyak bercerita tentang kegiatan sehari-hari yang dilakukannya, mulai dari aktifitas sebagai Ibu rumah tangga, sampai kepada diet, olahraga, dan aktifitas bersama teman-temannya sesama menderita diabetes. Bahkan waktu kontrol Ia tidak pernah lupa membawa hasil pemeriksaan kurve harian gula darahnya. Ia merasa bangga dan senang sekali dengan hasilnya.

Ketika saya memberi komentar, hebatnya Ibu, sudah 15 tahun lebih menderita diabetes, tetapi Ibu semakin sehat saja, gula darah, lemak, dan tekanan darah Ibu juga terkontrol dengan baik, Kok bisa ya?

Begini ceritanya dokter, "pertama kali saya dinyatakan menderita diabetes, saya tidak bisa menerimanya, saya protes, dan sangat kecewa, saya seperti lari dari kenyataan. Saya sering marah, tidak mau berobat, tidak mau diet, bahkan saya makan lebih banyak"

"Tidak berapa lama kemudian jari kaki saya infeksi, tidak kunjung sembuh dan akhirnya dipotong.

Dari sinilah saya mulai sadar, ternyata dengan sikap seperti itu keadaan saya makin memburuk dan saya harus kehilangan jari kaki saya. 

Kata dokter yang merawat waktu itu, kalau saya tidak mau diet, tidak mau olahrga, tetap dengan gaya hidup sekarang, gula darah saya tetap tinggi, saya tidak hanya kehilangan satu jari saya, kaki sayapun bisa menyusul. 

Mendengar penutura dokter ini, sikap dan pandangan saya mulai berubah, saya tidak mau kehilangan kaki saya, saya tidak mau kehilangan ginjal saya.

"Saya kemudian diet dengan ketat, tidak merokok lagi, olah raga hampir setiap hari, dan saya teratur konsultasi, disamping memeriksa sendiri gula darah saya hampir setiap hari"

"Alhamdulillah dengan perubahan gaya hidup itu, gula darah terkontrol dan keluhan-keluhan akibat gula darah yang tinggi tidak saya rasakan lagi. Dan, yang lebih menentukan lagi, saya belajar menjalani hidup sebagai penyandang Diabetes ini dengan, sabar, tetap bersyukur, dan memerima dengan ridho ketentuan Allah ini. 

"Saya tidak mau stress lagi, bahkan saya anggap penyakit Diabetes ini sebagai tantangan dan cobaan dari Allah untuk menjalani kehidupan yang lebih baik, hidup lebih sehat, dan dapat jadi contoh bagi keluarga, sahabat, dan penderita diabetes lainnya," cerita pasien penuh semangat.

Nah, bermacam-macam reaksi psikologis seseorang menghadapi penyakit Diabetes ini. Walau tidak sesederhana itu, dua kasus di atas adalah contoh perbedaan reaksi itu, dan akibatnya terhadap perjalanan penyakit diabetesnya

Dan, yang pasti diingat adalah, bahwa sikap, "attitude," pikiran, atau reaksi anda terhadap penyakit diabetes melitus ini akan menentukan perjalanan penyakit kronis progresif ini. 

Mereka yang menerima, yang sabar, ikhlas, yang dapat mengubah gaya hidupnya, gula darah akan lebih mudah terkontrol dan kemungkinan kejadian komplikasi yang llebih kecil serta kualitas hidup yang lebih baik. #irsyalrusad #healthylife

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun