Mohon tunggu...
Irsyal Rusad
Irsyal Rusad Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Internist, FK UGM

Internist. Tertarik dng bidang Healthy Aging, Healthy Live, Diabetes Mellitus Twitter; @irsyal_dokter

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Disakiti, Dilukai adalah Realita Kehidupan, Memaafkan, Melupakan Lebih Baik Untukmu

6 Juni 2020   10:06 Diperbarui: 6 Juni 2020   10:10 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Apakah  Anda pernah merasa disakiti, dilukai, atau diperlakukan tidak adil?"  Saya yakin sebagian besar atau bahkan semua akan menjawab, pernah. Dan, " apa  yang anda lakukan menghadapi perlakukan ini?"  

Ada yang menjawab, "ohhh, kalau hanya masalah kecil, sepele, tidak prinsip saya akan memaafkan dan melupakan, biarkan itu berlalu" Dan, ada juga yang menjawab, "bagi saya, kalau disakiti, tidak ada maaf baginya, enak saja, saya tidak terima disakiti, saya tidak suka, benci, dan kalau bisa saya akan berusaha membalasnya"

Lalu, "siapa saja yang menyakiti anda?"  Kebanyakan akan berpikir  bahwa yang akan menyakiti kita adalah musuh kita, orang lain. Ya, bisa saja, tetapi ternyata orang-orang terdekat kita apakah teman, sahabat, tetangga, bahkan saudara atau keluarga kita sekalipun punya kemungkinan untuk menyakiti diri anda.

Nah, menghadapi perlakuan yang menyakitkan, melukai ini, dalam bentuk apapun,  yang menjadi masalah menurut  Amira Ayad, dalam buku karangannya "Healing body and soul"  adalah, "bukan anda disakiti atau tidak disakiti, tetapi respon anda terhadapnya." Ada dua pilihan yang dapat anda ambil bila anda merasa disakiti, dilukai oleh seseorang. 

Memaafkan dan melupakan, atau anda bersikap  membenci, marah, memendam permusuhan,  dendam kesumat, dan berusaha untuk melakukan pembalasan.  

Dua pilihan ini kadang-kadang memang berat, tapi hasilnya bertolak belakang. Membenci, sakit hati,  menyimpan dendam, permusuhan, akan meracuni diri anda sendiri. 

Dapat membuat anda frustrasi, lemah dan selalu  dalam situasi tidak tenang, otot, jantung, pikiran andapun jadi  tegang. Marah, benci, dendam adalah sentimen negatif yang merusak diri anda sendiri, meracuni jiwa, hati, pikiran anda. Anda tidak akan memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari sikap ini, kecuali kepedihan.

Sebaliknya,  memaafkan akan memperkaya jiwa, menenangkan pikiran Anda dan membebaskan anda dari energi negatif yang merusak. Memaafkan tidak hanya menyembuhkan emosi, jiwa , mental, tetapi juga fisik anda. Memaafkan mengurangi stress, kecemasan,  membuat jantung berdetak lebih lambat, otot-otot lebih relaks, tekanan darah lebih mudah terkontrol, dan tidur andapun lebih lelap.

Kemudian, sebagai ilustrasi bagaimana pengaruh sikap, respon yang kita ambil dalam menyikapi perasaan disakiti, dilukai, diperlakukan tidak adil ini adalah pengalaman saya sendiri.

Beberapa bulan yang lalu, saya dan anak saya ke luar dengan mengendarai mobil untuk keperluan sesuatu. Tida jauh dari rumah, di suatu belokan yang sempit, waktu kami  mau belok ke kiri tiba-tiba sebuah sepeda motor menyenggol  mobil dan kaca spion mobil saya. 

Suara senggolannya cukup keras dan membuat saya kaget. Saat saya menoleh ke arah kiri,  pengendara yang masih muda terlihat tidak senang dan marah, seperti menyalahkan saya. 

Melihat ini anak saya juga tidak  terima, "berhenti Pak, apa maunya, dia yang salah, di belokan, ngebut dan menyalib dari sebelah kiri lagi.Mobil kita juga kelihatannya lecet Pak," kata anak saya.  Ngak perlu, biarkan saja, untuk apa juga, jawab saya.

Kami tetap berlalu, dari kaca spion tampak pengendara motor itu menyusul kami. Tidak berapa lama kemudian waktu dia melewati dan menoleh ke arah kami, terlihat dia masih marah-marah, tidak tahu apa  yang diucapkannya, barangkali sumpah serapah. Melihat ini, anak saya juga terpancing lagi emosinya, susul pak, kurang ajar tu anak, ungkapnya dengan muka kelihatan memerah.

 "Memang  dengan menyusulnya kamu mau ngapain, dan dapat  apa?" Tanya saya. Anak saya terdiam, tapi dari wajahnya kelihatan masih tidak suka, dan mungkin ngomel dalam hati."Sudahlah, maafkan saja dan lupakan. Mobil juga hanya lecet sedikit. 

Hidup di Jakarta dengan senggolan seperti biasa saja, ngak perlu diperbesar masalahnya.  Sulit memang, apalagi bagi kita yang merasa disakiti, dilukai apalagi merasa benar. Tapi itu adalah  cara terbaik yang dapat kita lakukan," ungkap saya.

Kemudian,  "bagaimana caranya menghadapi situasi seperti itu, situasi, keadaan yang barangkali setiap hari kita hadapi?"  Memurut  Judy Tatelbaum dalam bukunya, "You don't have to suffer, selagi anda belum dapat menerima bahwa dilukai, disakiti adalah bagian dari pengalaman kehidupan yang nyata,  anda akan sulit menghadapinya dengan baik dan efektif. 

Sebagai manusia kita akan menyakiti, dan disakiti, Tidak hanya keadaan yang membuat kita merasa kecewa, dilukai, tapi kita saling melukai satu sama lain, disengaja atau pun tidak.  

Coba tanya diri kita sendiri, apa kita tidak pernah menyakiti seseorang? Tidak usah melihat jauh-jauh, orang yang ketemu di jalan, teman kantor, sahabat, tetapi cukup lihat pada  orang-orang terdekat kita, orang yang kita sayangi, kita cintai, pasti pernah, dan mungkin juga sering. Manusia memang sering membuat kecewa, suka memprotes, mengkritik, bertengkar, berkhianat, bohong, menipu, menang sendiri, itulah tabiat sebagian manusia.

Karenanya, belajarlah menerima kenyataan seperti itu, lupakan dan maafkan bila anda merasa bahwa seseorang telah menyakiti, melukai anda atas alasan apapun. Ingat sebagai muslim Rasulullah Saw harus jadi panutan kita, beliau adalah seorang yang sangat sabar dan pemaaf.  

Rasulullah ketika menaklukkan kota Mekah mengampuni,  memaafkan, membebaskan seluruh penduduk Mekah yang sebelumnya telah mengejar, mengusir dan akan membunuh Rasulullah dan sahabat lainnya, hingga Rasulullah meninggalkan kota Mekah dan Hijrah ke Madinah.

Dan, ada pemulis yang mengibaratkan rasa sakit, luka, kepedihan emosional yang anda rasakan akibat perlakuan seseorang itu seperti  sakit fisik yang anda dapatkan, misalnya ketika  kaki anda kesandung batu saat berjalan. 

Anda mungkin akan mengerang, bahkan berteriak atau  menjerit karena kesakitan, lalu anda lihat bagian kaki yang sakit, anda raba, anda usap dengan lembut sambil melihat ke arah batu tempat anda kesandung. 

Setelah itu anda melanjutkan perjalanan, dan anda segera  melupakan kejadian itu. Jadi, ketika anda merasa disakiti oleh seseorang, boleh saja anda bereaksi yang wajar, yang tidak membuat keadaan lebih buruk, kemudian anda maafkan dan lupakan. In Syaa Allah itu yang terbaik untuk jiwa dan fisik anda.#irsyalrusad #healthylife

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun