Mohon tunggu...
Irsyal Rusad
Irsyal Rusad Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Internist, FK UGM

Internist. Tertarik dng bidang Healthy Aging, Healthy Live, Diabetes Mellitus Twitter; @irsyal_dokter

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Masih Bangga Punya Anak Gemuk?

19 Desember 2017   07:23 Diperbarui: 19 Desember 2017   21:15 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat anak yang gemuk, gendut, bongsor atau apapun istilahnya untuk menunjukkan berat yang berlebihan masih mengundang decak kagum sebagian besar kita. Pipi yang tembem, perut yang buncit membuat kebanyakan kita tergoda untuk mengelitik dan mencubitnya.

Dan, secara kasat mata, sekarang anak-anak dan remaia yang gembrot mudah kita lihat. Coba saja main ke mal, ke sekolah, atau ke tempat-tempat umum yang lain, atau bahkan amati saja keluarga, anak tetangga kita,akan banyak kita temukan anak dan remaja yang gendut ini. Pernah saya iseng menghitung jumlah anak-anak yang gendut ini waktu ada karnaval di sebuah kota kecil.

Dari setiap 10 anak, saya lihat 1-2 orang di antaranya kelihatan gemuk. Saya tidak tahu persisnya berapa prevalensi anak gemuk, overweight atau obese di Indonesia. Tapi, menurut beberapa penelitian dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi kebaikan prevalensi anak-remaja gemuk tidak hanya di negara maju, tetapi juga di negara berkembang. 

Di Amerika Serikat, Canada misalnya, lebih dari 30 % anak dan remaja di bawah umur 19 tahun adalah overweight atau obese. Dengan kata lain 1 dari 3 anak dan remaja antara usia 2-19 tahun gemuk. Dan, semakin lama kecenderungan ini semakin meningkat

Lalu, anak yang gemuk, walau masih banyak orang tua yang merasa senang, dan juga mungkin bangga mempunyai anak yang demikian, dan sangat susah melihat anak yang agak kurus, ternyata, menurut penelitian tumpukan lemak di perut mereka yang buncit itu bukannya tanpa masalah. Banyak akibat buruk yang disebabkan oleh lemak di perut yang buncit itu, yang mempengaruhi kesehatan mereka baik fisik, mental, dan sosial.

Bahkan, akibat buruk itu tidak hanya dirasakan pada saat sekarang, tetapi juga setelah mereka dewasa. Beberapa penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, penyakit sendi, bahkan keganasan tertentu, yang pada umumnya dulu dianggap hanya menyerang orang dewasa, sekarang pada anak-anak, dewasa muda kasusnya banyak ditemukan.

Kasus diabetes mellitus tipe 2 misalnya, yang sebelumnya dianggap sebagai penyakit orang dewasa di atas usia 45 tahun, sekarang pada usia remaja, bahkan kelompok anak-anak pun sudah banyak yang menjadi penyandangnya.

Menurut CDC, anak-anak yang gemuk, atau obes mempunyai risiko tinggi untuk mengalami beberapa penyakit kronis dan akan mempengaruhi kesehatan fisiknya, seperti astma, sleep apnea (ngorok), mendengkur, problem sendi, diabetes tipe 2 dan menjadi faktor risiko penting penyakit jantung. 

Dan, tidak hanya itu, Anak yang gemuk, bongsor, gendut juga lebih sering mengalami diskriminasi sosial, dibulli, olok-olok, jadi objek pelecehan dari teman-temannya, dan juga ternyata akan mengalami risiko depresi lebih tinggi, merasa terasing dan percaya diri yang rendah.

Dalam jangka panjang, anak-anak yang gemuk ini setelah dewasa sebagian besar juga akan gemuk. Mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan, 70 % anak-anak yang gemuk ini juga akan tetap gemuk setelah mereka dewasa. Yang tentu saja ini akan menjadi faktor risiko penting beberapa penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus tipe 2, penyakit jantung dan pembuluh darah, sindroma metabolik dan beberapa penyakit kanker tertentu.

Lalu, bagaimana hubungan anak yang gemuk dengan kemungkinan penyakit yang akan dialaminya?

Ilustrasi kasus di bawah ini, seorang pasien yang pernah konsultasi ke poli penyakit dalam, mudah-mudahan menjadi pelajaran bagi kita untuk mencegah, melakukan tindakan lebih awal dan menjaga anak-cucu, turunan agar menjaga berat badan normal, bukan bangga dengan anak-cucu yang gemuk.

Kasusnya, seorang pasien, sebut saja Tn. AM, usia 36 tahun, konsultasi pertama kali dengan membawa rujukan ingin pindah cuci darah dari tempat yang lama. Pasien datang dengan menggunakan kursi yang didorong orang tua lelakinya.

Pertama-tama masuk ruangan saya sudah bertanya-tanya dalam hati, ada apa dengan pasien ini, kelihatan masih muda, tetapi tidak dapat berjalan sendiri dan harus naik kursi roda. Pasti ada sesuatu dengan alat geraknya. .......Dan, memang benar, pasien yang tinggi besar ini, apalagi dibandingkan dengan tinggi saya, pada anamnesis dan pemeriksaan menderita stroke sejak 2 tahun lalu.

Lalu, sesuai dengan surat rujukan, pasien ini ingin pindah cuci darah (hemodialisa) karena rumah sakit tempat saya kerja ini lebih dekat dengan rumahnya dan, kalau cuci darah di sini dia cukup satu kali naik kendaraan umum.

Kemudian, tidak terbayang oleh saya bagaimana susahnya Sang Ayah ketika harus menaikan dan menurunkan anaknya yang cukup berat ini dari kendaraan umum paling tidak dua kali dalam seminggu. Dan, menjadi tanya juga bagi saya mengapa sang pasien bisa menderita gangguan fungsi ginjal, stroke, padahal relatif masih sangat muda?

Nah, sesuai dengan anamnesis yang saya lakukan, yang banyak dijawab oleh ayahnya yang seluruh rambutnya sudah beruban itu dan kelihatan sangat tertekan. Sang Anak (pasien) diketahui menderita diabetes mellitus waktu masih duduk di bangku SMA, saat dia masih remaja. Ketika saya tanya Sang Ayah, kok bisa begitu? Jawabbya, “Tidak tahu dokter, tapi menurut dokter yang merawatnya dulu, ada kemungkinan karena kegemukan."

"Anak saya dulu gemuk sekali dokter, dan sejak usia anak-anak pun dia sudah gemuk. Saya tidak berpikir waktu itu bahwa gemuk itu ternyata berbahaya untuk kesehatannya. Anak saya dulu juga sering mengonsumsi minuman soda, makan banyak, dan jarang bermain di luar dan banyak duduk di rumah. Apakah ini ada hubungannya dengan kegemukan dan kemudian diabetes yang dideritanya. Saya juga tidak paham benar dokter,” cerita Sang Ayah sambil menatap anak satu-satunya pria dari 2 bersaudara yang diharapkannya akan menjadi penerus keluarganya ini. Dan, dari pemeriksaan lebih lanjut yang saya lakukan, pasien memang menderita diabetes mellitus tipe 2 sejak usia remaja. 

Riwayat gula darah yang tidak terkontrol dengan baik karena merasa tidak apa-apa, anjuran diet tidak dijalani, olahraga tidak mau, dan berobat pun tidak teratur. Beberapa tahun kemudian mengalami hipertensi, juga tidak terkontrol dengan baik. Dan, 3 tahun terakhir harus menjalani hemodialisa atau cuci darah karena komplikasi gagal ginjal. Lalu, setelah 2 tahun menjalani hemodialisa pasien mengalami stroke.

Kemudian, sesuai dengan pertanyaan tidak langsung Sang Ayah, apakah semua penyakit yang dialami anaknya ini ada hubungannya dengan kegemukan yang dialaminya sebelumnya. Walaupun saya tidak dapat memberikan jawaban pasti, karena penyakit tidak bisa berdiri sendiri, banyak faktor yang menjadi penyebabnya, tapi seperti pada orang dewasa, kegemukan adalah salah satu faktor penting timbulnya diabetes tipe 2 pada anak-anak. 

Saya yakin pada pasien ini faktor risiko utama adalah kegemukan ini. Dan, gula darah yang tidak terkontrol dengan baik kemudian menyebabkan rentetan komplikasi seperti yang dialami anaknya.

Nah, kasus di atas, hanyalah sebagai contoh nyata bagaimana kegemukan pada anak-anak dapat menyebabkan penyakit yang kemudian merenggut kualitas hidupnya. Dan memang, menurut penelitian, kegemukan pada anak-anak akan meningkatkan risiko mereka menderita diabetes mellitus tipe 2 dan risiko penyakit jantung pembuluh darah yang jauh jauh lebih besar dibandingkan dengan anak-anak sebaya dengan berat badan normal. 

Dan, kemungkinan mereka untuk mengalami penyakit itu juga tidak harus menunggu mereka dewasa, ancaman itu sudah terjadi pada saat itu juga. Maka, tidak heran kasus diabetes melitus tipe 2 pada anak-anak dan remaja sekarang sudah banyak ditemukan.

Jadi, belajar dari kasus di atas, dan banyak kasus lain, kalau kita punya anak-cucu yang gemuk, gembrot, perut buncit, jangan lagi senang, gemes, apalagi bangga. Ancaman beberapa penyakit yang serius akan mengintainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun