Mohon tunggu...
Irsyal Rusad
Irsyal Rusad Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Internist, FK UGM

Internist. Tertarik dng bidang Healthy Aging, Healthy Live, Diabetes Mellitus Twitter; @irsyal_dokter

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Awas! Ancaman Wabah Diabetes

4 Agustus 2015   11:19 Diperbarui: 4 Agustus 2015   11:19 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diabetes melitus bukan lagi istilah yang asing bagi sebagian besar mayarakat kita. Penyakit metabolik yang dulu lebih dikenal dengan penyakit kencing manis, karena a air kencing atau urin penderitanya terasa manis akibat banyak mengandung gula dan diagnosis juga ditegakkan terutama berdasarkan adanya gula dalam urin ini sudah merambah ke mana-mana. Sehingga sebagian masyarakat sudah sangat familiar pula. Melihat tetangga yang sakit karena mengidap diabetes, atau meninggal setelah mengalami komplikasi penyakit ini bukan lagi hal yang langka. Mengidap sendiri penyakit ini, atau keluarga juga bukanlah hal yang jarang

Sebagai ilustrasi saja, di kampung saya, beberapa dekade yang lalu, rasanya kami tidak mengenal diabetes ini, walau barangkali saja ada, Tetapi sekarang, orang kampung, di desa kecil dengan hanya beberapa kepala keluarga itu pun banyak yang menderitanya, bahkan meninggal karena komplikasi diabetes.

Diruang rawat inap penyakit dalam, juga dipenuhi oleh pasien-pasien diabetes melitus yang menglami komplikasi. Ruang poliklinik juga sama saja. penderita diabetes yang antri menunggu konsultasi juga mendominasi.

Di negara maju, peyebab utama pasien-pasien yang menjalani cuci darah penyakit dasarnya adalah diabetes melitus, di Indonesia juga ada kecendrungan demikian. 

Dan, tidak hanya itu, statiistikpun juga menunjukkan hal demikian, ada peningkatan kasus diabetes yang sangat tinggi dalam beberapa dekade terahir. Sehingga badan WHO menganggap diabetes ini menjadi wabah, tidak hanya di negara maju, tetapi juga negara berkembang dan negara miskin.

Pada tahun 2010, menurut International Diabetes Federation (IDF), paling tidak ada 285 juta penduduk di seluruh dunia yang menderita diabetes. Pada tahun 2030 diperkirakan jumlah kasus diabetes akan meningkat sampai 438 juta. Dua per tiga dari penderita diabetes ini berada di negara miskin dan berkembang, termasuk Indonesia'

Di Indonesia sendiri, pada tahun 2013 ada sekitar 8 juta lebih penyandang diabetes, dan pada tahun 2014, hanya dalam satu tahun meningkat lebih dari 9 juta. Dan, kenyataan sebenarnya barangkali lebih besar dari itu, karena masih banyak penderita diabetes yang belum terdiagnosis. Bayangkan, begitu banyaknya jumlah penderita diabetes di Indonesia dengan segala macam permasalahannya. Andaikan mereka  disatukan dalam satu tempat, jumlahnya melebihi jumlah seluruh penduduk DKI sekarang, atau kira-kira hampir sama dengan jumlah penduduk sumatra barat dan sumatra utara.

Di luar sana, China, sekitar 25 tahun yang lalu, boleh dikatakan angka kejadaian diabetes sangat kecil (diabetes tipe 2). Pada thaun 2007 ada 24 juta kasus diabetes di sana, dan para ahli memperkirakan pada tahun 2030 akan ada 42 juta kasus. tetapi pada tahun 2010 ternyata penyandang diabetes di sana sudah mencapai 93 juta orang, dan 148 juta pre-diabetes. Angka yang jauh lebih tinggi dari perkiraan ahli sebelumnya.

Nah, bayangkan saja, dari tahun 1983 sampai tahun 2008, jumlah penyadang diabetes di seluruh dunia meningkat 7 kali lipat, dari 35 juta menjadi 240 juta. Dalam waktu hanya 3 tahun,dari tahun 2008 sampai 2011 ada tambhan 110 juta penderita diabetes di bumi kita ini. Melihat perkembangannya sekarang, pada tahun 2030, penderita diabetes diperkirakan dapat mencapai 500 juta.

Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, "mengapa ini bisa terjadi, apakah pendekatan yang selama ini dalam menangani penyakit yang membunuh ini sudah tepat?" Ada ahli yang mengatakan, dalam menangani diabetes ini, kita baru seperti mengeringkan lantai yang basah karena atap yang bocor, baru sekedar mengelap lantai itu.  

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun