Mohon tunggu...
Irsyal Rusad
Irsyal Rusad Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Internist, FK UGM

Internist. Tertarik dng bidang Healthy Aging, Healthy Live, Diabetes Mellitus Twitter; @irsyal_dokter

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Malapraktik, Asal Tidak Main Tunjuk!

30 November 2013   09:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:30 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_305563" align="aligncenter" width="623" caption="Admin/Ilustrasi (Shutterstock)"][/caption]

Menjadi Dokter di Indonesia sekarang ini seperti  di ujung tanduk. Labelisasi Dokter yang tidak ramah, tidak melayani, tidak becus, bodoh, tidak professional, mata duitan, tidak bermoral, pelanggar etika, sumpah Dokter, dan bahkan stempel sebagai pembunuh dengan mudah diberikan. Disamping itu, main tunjuk, tuduh malapraktik sekarang ini kelihatannya sangat mudah sekali di alamatkan kepada mereka. Melihat hasil pengobatan tidak sesuai dengan harapan, hasil yang tidak menggembirakan, pasien yang tambah parah, pasien yang kemudian meninggal, maka tuduhan yang malapraktik itu kemudian dengan cepat dilayangkan.

Teman sejawat Saya, seorang ahli syaraf pernah diancam dan dituduh, malapraktik oleh keluarga Pasien karena melihat orangtuanya kemudian menjadi lumpuh, padahal waktu masuk hanya mengeluh sakit kepala dan masih bisa berjalan. Saya sendiri juga pernah mengalami hal yang sama, bahwa Saya melakukan malapraktik, dan sudah diekspos di sebuah media lokal--kebetulan anaknya seorang wartawan---gara-gara orang tuanya kemudian meninggal setelah beberapa hari dirawat. Saya masih ingat waktu itu, anaknya yang wartawan ini sambil mengancam, mempermasalahkan kematian orang tuanya. "Orang tua Saya hanya batuk dan sedikit sesak, mengapa bisa meninggal?" " Orang tua Saya meninggal karena Dokter lalai, Saya akan tuntut dokter", kira-kira begitu teriaknya waktu itu. Dokter anak, yang sama-sama praktek dengan Saya juga pernah  bercerita, mengalami hal yang seperti itu. Orang tuanya mengamuk dan mengancam karena setelah makan obat anaknya kemudian panas, gatal-gatal seluruh tubuhnya. Ini gara-gara Dokter salah memberikan obat, teriaknya.

Kasus-kasus seperti yang Saya ceritakan di atas, barangkali pernah dialami oleh semua dokter yang praktek. Memang bukan berarti bahwa selamanya Dokter itu benar, secara faktual malapraktik itu pasti ada. Dokter melakukan praktek di bawah standar, yang membuat kelalaian yang dapat merugikan pasien juga pasti ada, tetapi tidak serta merta suatu kelalalaian itu adalah malapraktik, dan hasil yang buruk, yang tidak diinginkan juga adalah malapraktik. Pada kasus yang pertama misalnya, lumpuhnya pasien adalah akibat perjalanan penyakit itu sendiri.  Orang yang menderita stroke, bisa saja waktu masuk rumah sakit masih dapat berjalan, barangkali hanya mengeluh pusing, kesemutan, tetapi beberapa hari kemudian baru muncul kelumpuhan. Sering Saya melihat, masyarakat melihat dari hal seperti ini, hasil yang buruk, bisa juga kematian dianggap sebagai kelalaian dan itu adalah malapraktik. Pada hal dalam dunia kedokteran, secanggih apapun pelayanan yang diberikan seorang Dokter, Ia  tidak pernah menjanjikan hasil, tetapi hanya upaya maksimal, hati-hati, sungguh-sungguh. Pada kasus stroke di atas, tidak ada yang bisa menjamin bahwa terapi yang diberikan dapat memastikan bahwa kelumpuhan yang  mungkin dialami pada Pasien dapat dicegah. Hanya saja dalam hal ini yang perlu sekali adalah, dokter yang merawatnya sudah berupaya maksimal, sungguh-sungguh sesuai dengan SOP yang berlaku. Paling tidak Dokter itu telah melakukan tindakan sesuai dengan apa yang Dokter lain dengan kompetensi yang sama juga dalam situasi yang sama melakukan hal yang sama.

Pada  kasus ke 2, dan ke 3, sebenarnya juga hampir sama. Pasien 2,  dirawat dengan batuk, panas, sesak nafas. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang, ternyata Pasien mengalami Pnemonia. Pneumonia pada usia lanjut (usia Pasien ini sekitar 75 tahun) seperti diketahui angka kematiaanya tinggi, dan pasien bisa meninggal disebabkan bermacam komplikasi. Komplikasi ada yang bisa diantisipasi dan ada juga yang tidak, dan kegagalan dalam penanganan Pasien itu bisa terjadi, bahkan pada Pasien-Pasien yang secara teoritis bisa ditangani.  Dan kegagalan itu bukanlah suatu malapraktik, sejauh sang Dokter telah melakukan kewajibannya sesuai dengan yang seharusnya mereka lakukan, dan cacat, kematian bukanlah akibat langsung dari tindakan yang seharusnya mereka lakakuan, atau tidak lakukan.

Tidak menutup mata, bahwa Dokter yang sembrono itu ada, Dokter punya kompetensi di bawah standar itu juga ada, Dokter yang moralitasnya dipertanyakan itu banyak, Dokter yang malapraktik itu ada. Tetapi, tidak berarti gagal dalam menangani pasien, hasil yang buruk, kematian itu adalah kelalalain yang harus  dimejahijaukan. Dan, tuduhan malapraktik itu tidak semudah mengacungkan  jari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun