[caption id="attachment_401966" align="aligncenter" width="580" caption="Ilustrasi/Kompasiana (kfk.kompas.com)"][/caption]
Biasanya saya bersepeda ke rumah sakit, tapi karena pagi itu hari agak mendung, dan hujan gerimis kelihatan mulai membasahi jalan, saya akhirnya menggunakan becak yang kebetulan lewat.
Tidak berapa lama setelah menaikinya, hujan semakin deras, anginpun bertiup cukup kencang menerpa ke arah saya yang ada di dalamnya. Mengetahui  saya yang mulai sedikit kehujanan, tukang becak itu kemudian turun dan memasang plastik penutup bagian depan becak sekedarnya, tetesan-tetesan hujan sedikit masih membasahi saya.
Dan, ketika  ia memasang penutup plastik itu saya lihat tangannya gemetaran, seperti kedinginan. Mantel hujan yang sangat sederhana dan sudah banyak yang robek yang dipakainya tampak tidak mampu menahan tiupan angin disertai hujan yang agak lebat. Ia kelihatan basah kuyup, kecuali bagian kepalanya. Pakaiannya yang basah tampak seperti menempel pada otot-otot di sela-sela tulang dadanya yang tipis dan kurus.
"Belum makan, kenapa?" tandas saya lagi.
"Istri saya belum memasak pagi ini. Beras habis semalam, mau beli lagi belum ada uang," ungkap bapak yang ternyata punya anak 3 orang ini.
"Lho, biasanya gimana?"
"Lagi susah sekarang Pak, beras  mahal, nggak tahu kok bisa mahal begitu sekarang. Padahal berharap dengan Presiden JKW yang katanya merakyat itu, semua menjadi murah. Kok begitu ya Pak?" keluhnya seperti bertanya. Lalu, menarik becak, penumpangnya juga semakin sepi pula, paling-paling saya dapat 30-40 ribu sehari. Hanya bisa untuk membeli 1/2 kg beras, ikan asin, sedikit sayuran, dan kadang-kadang telor ayam beberapa butir, dan keperluan lain."
"Hanya 1/2 kg beras untuk 5 orang, apa cukup?"
Terbayang oleh saya 3 orang anak-anaknya yang masih dalam masa pertumbuhan. Tentu saja sangat membutuhkan makanan dengan kalori dan nutrisi yang memadai dan ibunya yang juga masih menyusui. 1/2 Â kg beras, hanya ditemani ikan asin, sayuran seadanya, serta sesekali beberapa butir telor yang harus berbagi. Apa itu cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mereka, apakah ini cukup untuk tumbuh kembang anaknya, sehingga mereka nanti dapat menjadi anak yang sehat, bisik saya dalam hati. Tidak heran, kalau begitu bapak penarik becak ini kelihatan sangat kurus, kulitnya yang tipis, kering, berkeriput, tampak lebih tua dari usia yang sebenarnya. Kelihatan juga otot-ototnya yang kecil menutup bayangan tulang pahanya waktu mendayung becaknya. Dan, istri serta ke-3 anak-anaknya di rumah, saya kira tidak akan jauh berbeda dengan bapaknya yang penarik becak ini, kurus, kurang gizi, karena juga makan seadanya.
"Cukup, tidak cukup begitulah Pak, kadang-kadang kami juga makan singkong rebus. Tapi, tetap lain rasanya Pak, anak-anak saya tidak mau sama sekali. Mereka menangis dan bahkan meraung-raung bila belum mendapatkan nasi, seperti saya juga sebenarnya meraung-raung untuk bisa membawa 1-2 liter  beras setiap hari. Dan, untungnya kadang-kadang ada saudara yang membantu, anak saya yang sekolah dasar dibiayai oleh adik saya," cerita abang becak itu.
Hujan tak kunjung reda, sampai di depan UGD bahkan semakin lebat. Waktu beliau turun melepaskan ikatan penutup plastik becak itu, dia kelihatan semakin menggigil, dan wajahnya semakin pucat pula. "Sebaiknya bapak istirahat dulu," kata saya. Agak lama saya menatapnya waktu dia kembali mendayung becaknya. Dan, sambil berharap, semoga apa yang saya ulurkan tadi dapat meringankan bebannya beberapa hari ke depan. Terlintas juga dalam benak saya, tidak terhitung para penarik becak lain, Â dan utaan penduduk miskin di tanah kaya raya ini dirundung nasib yang sama, meraung terbelit harga beras yang melambung. ....Dan, seharusnya para pemimpin negeri ini tidak akan bisa tidur nyenyak melihat kenyataan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H