Mohon tunggu...
Irsyal Rusad
Irsyal Rusad Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Internist, FK UGM

Internist. Tertarik dng bidang Healthy Aging, Healthy Live, Diabetes Mellitus Twitter; @irsyal_dokter

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Body Dysmorphic Disorder (BDD): Kalau Bersolek Bisa Aduhai

19 Desember 2011   02:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:05 2154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Payudara saya kecil sekali dokter, lihat nih", kata pasien sambil membuka branya. "Ya kan dokter?" Imbuh Ibu yang masih muda dan cantik itu lagi, seolah-olah ingin meyakinkan saya bahwa payudaranya memang kecil."Hmmm, payudara sebesar ini masih dirasakan kecil, yang besar gimana lagi", gumam saya dalam hati. "Saya lihat payudara Ibu ini cukup besar, mungkin lebih daripada rata-rata ukuran payudara orang Indonesia", kata saya."Tidak dokter, saya lihat punya teman saya besar-besar dokter, saya ingin punya payudara seperti mereka", sambung pasien itu.

Mendengar keluhan pasien ini saya ingat cerita seorang Ibu muda yang tidak pernah merasa puas dengan ukuran payudaranya dalam suatu tayangan di saluran national geographic. Ceritanya kira-kira begini, Ibu beranak dua ini, sebut saja Ny M, tapi bukan Melinda, selalu merasa, berpikir bahwa payudaranya kecil. Perasaan ini sudah dirasakannya sejak usia remaja. Akibat pikirannya yang selalu dibayangi oleh perasaan ini, , merasa ada yangkurang dalam dIrinya sebagai seorang wanita, dia menjadi tidak percaya diri tidak menarik, cantik, seksi dan sebagainya.

Ny M ini sangat terobsesi dengan payudara yang lebih besar, "payudara yang besar adalah impian saya, saya tidak mungkin hidup bila impiaannya itu tidak terpenuhi, biarlah saya hidup dengan impian itu", katanya dalam tayangan itu. Untuk memenuhi impiannya itu, payudara yang besar, dia menjalanai operasi kosmetik. Sudahbeberapa kali operasi dilakukan, tapi dia tidak pernah merasa puas. Terakhir kali, waktu dokter bedah plastik langganannya menolak untuk melakukan operasi lagi, dia pergi ke dokter bedah plastik lain di luar Amerika, pada hal menurut komentar dokter langganannya itu, payudaranya sudah sangat besar, hampir sebesar bola basket.

Kasus Ny M ini, dalam Ilmu kedokteran dikenal sebagai Body Dysmorphic Disorder (BDD), suatu kelainan mental kronis dimana seseorang (anda) tidak dapat berhenti berpikir tentang kekurangan penampilan fisik anda, kekurangan ini bisa saja sangat sederhana, atau bahkan hanya imajinasi saja, sehingga ada yang mengatakan kelianan ini sebagai ugly imagination. Bagi anda penderita BDD ini, kekurangan yang dirasakan kadang-kadang dapat membuat anda menjadi sangat malu, untuk tampil di depan umum, anda malu bertemu, dilihat orang lain, dan dalam bentuk berat anda suka mengurung diri dan bahkan bunuh diri.

BDD ini dikenal juga sebagai dysmorphophobia, ketakutan atas adanya deformitas yang dirasakan oleh seseorang. Ketakutan, kecemasan yang sangat berlebihan terhadap cacat, ketidaknormalan pada fisik, yang bagi orang lain dianggap biasa-biasa atau normal saja. Jadi, bila anda mengalaminya, anda akan selalu terobsesi dengan penampilan anda. Anda dapat merasa kurang menarik, tidak percaya diri, dan sebagai contoh, bila anda bersolek,anda dapat berlama-lama bercermin, menatap wajah anda yang anda pikir tidak cantik, buruk, tidak normal. Bisa saja anda berpikir hidung anda terlalu pesek, alis mata anda tidak menarik, mungkin memimpikan alis mata bakkiasan, seperti semut beriring, bibir anda tidak seksi, barangkakli maunya bak limau seulas, pipi anda kurang cantik, ingin serupa pauh dilayang. Persoalan kecil bagi orang lain, seperti jerawat dapat menjadikan masalah besar bagi penderita BDD ini.

Bentuk panggul yang dianggap kurang padat, tidak berisi, tidak seksi, atau tidak bahenol juga sering merasuki pikiran penderita BDD wanita. Panggul yang sudah besar sekalipun dianggap belum cukup. Maka tidak heranpenderita ini dalam sehari-hari bisa berjam-jam lamanya di depan kaca, bolak balik hanya sekedar mematut-matut panggulnya itu. Mungkin dia berpikir panggul ini kok kecil, tdak seksi, harus pakai rok yang bagaimana supaya kelihatan lebih seksi, atau apa perlu diganjal dan sebagainya, dan apapun yang dilakukannya untuk memanipulasi panggulnya itu, penderita selalu merasa tidak pernah puas, tidak percaya diri. Berkaitan dengan hal ini, saya pernah punya pasien, seorang Ibu paruh baya, selain make-upnya yang sangat menor, bau parfumnya begitu menyengat, pakaian, perhiasan sangat menyolok. Kemudian, waktu saya periksa, saya lihat, disamping di balik branya ada bantalannya, di daerah panggul juga banyak ganjalannya. Padahal, payudara itu saya lihat sebenarnya sudah cukup besar, panggulnya juga demikian, tapi Ibu ini masih membutuhkan penyangga biar kelihatan lebih besar lagi. Lalu, suatu ketika anak Ibu ini,yang sering mendampingi Ibunya berobat-Ibu ini,pasien langganan saya dengan bermacam keluhan--- pernah nyelutuk, "wah dok, Ibu sebelum ke sini menunggunya lama sekali, Ibu bisa beberapa jam hanya sekedar untuk berdandan".

Menurut penelitan, kejadian BDD ini relatif sering, sekitar 1-2% dari semua populasi, kejadian bahkan dapat mencapai 7%-15 % pada kelompok yang menjalan operasi kosmetik. Sayang, operasi kosmetik yang dilakukan pada penderita BDD umumnya juga tidak menyebabkan mereka menjadi lebih senang dan puas.

Sebagai penyakit kelainan mental, penyebab BDD ini juga tidak jelas, dapat merupakan kombinasi dari gangguan struktur dan kimiawi otak, genetik, lingkungan seperti trauma, pengalaman hidup, kultur, lingkungan masyarakat yang mementingkan aspek kecantikan, depresi, kurang percaya diri dan sebagainya.

Jadi, bila pikliran anda sering dirasuki oleh penampilan anda, setiap waktu anda terobsesi dengan pikiran-pikiran negatif tentang kekurangan fisik anda, anda barangkali melakukan operasi kosmetik berulang kali, berhias, bersolek yang aduhai, berjam-jam di depan kaca tapi tidak pernah merasa puas, bahagia dengan hasilnya, anda menjadi tidak percaya diri, lebih suka mengasingkan diri, barangkali anda memnderita BDD ini. Bila demikian, tentu sebaiknya anda segera konsultasi ke psikiater atau psikolog.

Jakarta, 19-12-11

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun