Mohon tunggu...
Irsyad Zulfahmi
Irsyad Zulfahmi Mohon Tunggu... -

Menyukai opini publik &fakta yang menarik terkait budaya; sastra, seni, sejarah, politik & fisafat. Pegiat komunitas kajian sastra dan budaya "Majelis Kantiniyah"

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penari Sintren

30 November 2013   21:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:28 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia tahu yang akan datang bukan lagi deburan takdir

Selendang yang menampar malam adalah kepastian

buat yang usai dan yang akan tiba

Sisanya mengabdi pada tabuh gendang dan malam

Tamu baginya bukan sekedar penonton, suluk atau kepulan kemenyan

Lebih dari itu ada yang tersimpan

Tentang siapa yang memeluk atau dipeluk

Yang tak tersentuh atau yang menyentuh

akan berpadu juga akhirnya

Ia biasa terbaring

Sedang kakinya mengikat pasangan mata-mata

Di alam yang antah barantah

ia rasakan irisan-irisan lembut pada kodratnya sebagai manusia

Disaat-saat  itu ia sadar betul waktu adalah sosok malam seutuhnya

Disaat-saat itu ruang menjadi tanah dingin juga asing buat ditapaki

Di alam persinggahan ia juga sadar;

ada yang perlu direlakan utuk sisanya dipendam dalam-dalam

di balik selendang yang membungkus tubuhnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun