Mohon tunggu...
Irsyadul Umam
Irsyadul Umam Mohon Tunggu... Petani - Pelajar dengan keseharian ngopi dan sedikit melihat lingkungan sekitar

Corat Coret di toilet

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Komplikasi Kopi

1 Mei 2019   02:56 Diperbarui: 1 Mei 2019   03:58 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopi adalah masyarakat. Masyarakat adalah kopi. (Sumber : deathhealth.com)

Khususon, pagi ini saya akan mempermasalahkan kopi. Kalau biasanya kopi jadi korban pelampiasan masalah. Sekarang kopinya yang dijadikan masalah, bukan lagi tempat penyelesaian masalah. Ah, jangan dipikirkan masalah kopi ini. Ojo digawe sepaneng.

Akhir-akhir ini di daerah saya (Malang) tumbuh subur kedai kopi. Bagaikan jamur di musim penghujan. Tiap-tiap ujung jalan. Pinggiran kota. Hingga disekitar kampus saya pun begitu. Bermunculan banyak sekali kedai kopi.

Penamaan kedai kopi pun beragam. Ada yang sok akademis, misalnya DAKSI coffe. Daksi sendiri singkatan dari dakwah dan motivasi. Sungguh bijaksana namanya . Ada pengusaha kopi yang sangat mulia. Nama warungnya Sarikan. Kemungkinan terbesar itu adalah nama ayahnya atau kakeknya. Menamai warung kopi dengan nama kakeknya adalah salah satu penghormatan terhadap jasa beliau. Sungguh anak yang berbakti. 

Ada yang lebih tidak masuk akal. Kopi wareg. Apa hubungannya coba? Nama warkopnya wareg. Pada esensinya tempat ngopi adalah untuk kongkow-kongkow bersama teman, diskusi, dll. Intinya bukan untuk makan. Eh khusnudzon aja, warkop identik dengan begadang. Penamaan wareg boleh jadi berdasar wareg melekane (kenyang begadangnya).

Lupakan soal nama warkop. Sungguh tidak faedah membahas permasalahan tak berguna itu.

Kopi itu masih umum. Spesifikasinya; kopi kapal api. Itu contohnya. Ada kopinya Iwan fals, sebut TOP kopi. Tapi bukan itu maksud saya.

Kopi memiliki jenis yang bermacam-macam. Puluhan. Bahkan ratusan. Belakangan juga banyak berkembang rasa-rasa kopi. Benar juga. Kopi itu seperti aku ke kamu, berjuta-juta rasa.

Nama-nama kopi biasanya diambil darimana kopi tersebut diproduksi. Biasanya nama daerahnya.  Ada kopi yang diproduksi dari bukit barisan Bengkulu dinamai kopi Bengkulu. Kopi yang tumbuh di Aceh, kopi Aceh. Kopi Toraja. Kopi Gresik. Kopi Riau. Kopi temanggung. Kopi Bali. Kopi hati, yaitu rasa cinta yang diproduksi dihati kemudian disajikan khusus untuk dia. Cieee

Proses pengolahan dan cara penyajian kopi juga menjadi dasar penamaan. Salah satunya Espreso. Espresso merupakan ekstrak biji kopi murni tanpa campuran. Rasanya sudah pasti pahit, dengan tingkat kekentalannya tergantung dari biji kopi yang digunakan. Biasanya dibuat di mesin berteknologi moderen. Selanjutnya Macchiato merupakan espresso yang diberi campuran susu foam. Yang paling familiar cappucino. Cappucino dibuat seperti Espresso tapi dikasih susu, dikasih lagi foam dari susu, jadi creamy milky coffee. Tapi susunya sama kopinya seimbang.

Dari sekian banyak nama kopi. Sebenarnya kopi dapat digolongkan menjadi dua jenis saja. Pertama, kopi sachet. Kedua , kopi racik. Benar tidak? Dua itu cukup. Kopi sachet adalah kopi instan . Terima jadi. Kopi racik adalah kopi yang perlu di racik. Memadukan antara bahan-bahan kopi ketika membuat kopi di cangkir. Masukan gula, kopi, susu, foam, caramel. Intinya sesuai keinginan hati teman-teman semua. 

Globalisasi dan kapitalisasi tidak hanya menyerang ekosistem kehidupan. Ekosistem perkopian juga terancam. Kopi telah hilang nilai dari kopi itu sendiri. Kehilangan identitas. Akibat perusahaan, industri dan warung kopi yang menginginkan laba besar. Memanjangkan kompetisi bisnis. Menarik pelanggan sebanyak-banyaknya. Munculah kopi hijau, kopi putih, kopi cokelat. Lama-kelamaan juga muncul kopi merah, kopi kuning, kopi hijau . Menurut saya ini tragis sekali. Kopi hitam sebagai spesies asli akan punah. Disini WALKI(wahana lingkungan Kopi) harus bergerak. 

Ada yang lebih ekstrim dari itu semua. Sekarang kopi seringkali diberi harapan palsu. Saya sebagai pemerhati kopi sangat tidak terima. Bagaimana tidak. Banyak pemuda-pemudi berduyun-duyun ke warung kopi. "Kuy ngopi". "Ayo kumpul-kumpul, ngopi". Kopi-kopi yang ada di tempat racik barista kan sudah bahagia. Melihat banyak orang berdatangan si kopi merasa kalau peminat kopi tak pernah surut. Namun sesampainya di kasir " Mas, saya es teh satu"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Hantu Pocong Lembang, Hiburan Siang di Jalan Macet!

5 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun