Mohon tunggu...
Irsyad Muhammad
Irsyad Muhammad Mohon Tunggu... -

Outrage Beyond

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Toleransi dari Sriwijaya

18 Desember 2017   15:58 Diperbarui: 18 Desember 2017   19:22 1362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Vajraboddhi dan Atisha, dua cendekiawan Buddha dari India yang termasyur dalam sejarah tercatat sebagai murid Sakyakirti dan keduanya pernah belajar di Sriwijaya. Karya-karya yang dihasilkan dari universitas-universitas Sriwijaya pernah menjadi acuan bagi universitas Buddha di berbagai tempat, hingga kini karya-karya Sakyakirti masih menjadi acuan bagi para bhiksu aliran Tantrayana di Tibet, Mongolia, Bhutan, Buryatia dan Kalmykia. Diyakini abu pembakaran Sakyakirti disimpan di vihara daerah Tibet, orang-orang Tibet demikian menghormati Sakyakirit sebab ia merupakan guru Atisha yang telah membawa Buddhisme ke Tibet. Di vihara yang terkena pengaruh aliran Tantrayana tidak sulit kita jumpai lukisan-lukisan wajah Sakyakirti. Dagpo Rinpoche Lobsang Jhampel Jhampo Gyatso (1932 - ), seorang bhiksu dari Tibet diyakini sebagai reinkarnasi Sakyakirti.

            Kendati Kedatuan Sriwijaya merupakan pusat agama Buddha dan memiliki identitas agama Buddha yang kuat, namun penganut agama lain tidak mengalami diskriminasi. Di Sumatera Selatan yang menjadi pusat Kedatuan Sriwijaya dapat dijumpai kompleks percandian Bumiayu, yang merupakan komplek percandian Hindu yang dibangun pada masa Sriwijaya. Selain itu  pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya telah menjadi tempat masuknya berbagai agama di dunia, hal ini dirasa wajar mengingat daerah Sriwijaya sendiri telah menjadi pusat perdagangan mancanegara. Agama Hindu, Buddha, Kong Hu Chu, Tao, Yahudi, Islam, Kristen-Nestorian telah memasuki wilayah Sriwijaya, tradisi pengobatan di Barus menjadi bukti yang menguatkan persilangan budaya antar agama besar dunia tersebut.

Tradisi pengobatan barus yang menggunakan ramuan tradisional, rempah dan kapur juga memiliki mantra-mantra pengobatan yang menjadi ciri khas. Uniknya mantra-mantra pengobatan itu sendiri terkena pengaruh dari berbagai agama besar dunia, seperti Hindu, Buddha, Kong Hu Chu, Tao, Yahudi, Islam dan keyakinan setempat. Meskipun agama Kristen-Nestorian turut hadir di Sriwijaya, khususnya di Barus namun mereka tidak mempengaruhi tradisi pengobatan setempat sebab ajaran Kristen-Nestorian sendiri tidak mengakomodir adanya kepercayaan semacam ini. 

Rupanya walaupun banyak dari mereka yang tidak percaya, namun bila mereka berobat dan diberi mantra agama lain mereka sudi saja membaca mantra tersebut asalkan penyakit mereka sembuh. Sudah menjadi fenomena yang lazim bila misalnya seorang Buddhis datang ke dukun Barus yang kebetulan beragama Hindu, kemudian ia diberi mantra pengobatan yang terkena pengaruh agama Yahudi dan hal tersebut tidak dipermasalahkan. Tidak heran bila kemudian Barus dijuluki sebagai 'Gerbang Agama-agama Nusantara'.

Dang Accarya Syutta seorang Brahmana Hindu tercatat pernah memberikan patung Avalokithesvara kepada masyarakat penganut agama Buddha. Hal ini sekiranya merupakan hal unik terlebih sosok Bodhisattva yang penting dalam keyakinan Buddha, tentunya kejadian ini menjadi bukti toleransi beragama di Sriwijaya. Kita tidak dapat membayangkan misalkan ada seseorang pemuka besar agama lain, memberikan patung sesembahan kepada penganut agama lain yang tidak ia anut.   

Raja Sri Indrawarman mengirim surat dan hadiah tanda persahabatan kepada Khalifah Umar bin Abdul Azis (718 -- 720) meminta untuk dikirimkan mubaligh untuk menyebarkan agama Islam di Sriwijaya. Khalifah Bani Umayyah tersebut merespon permintaan Maharaja tersebut dengan mengirimkan 35 kapal ekspedisi persahabatan untuk menyebarkan agama Islam di Sriwijaya. Surat ini menjadi bukti bahwa toleransi beragama di Kedatuan Sriwijaya telah berjalan dengan sangat baik. Toleransi terhadap keberagaman akhirnya menjadi ciri khas Nusantara yang berlanjut hingga pada masa Kerajaan Majapahit yang kemudian mencaplok wilayah Sriwijaya. 

Mahapatih Gajah Mada menetapkan adanya Darmadyaksa Ring Kasogatanuntuk mengurus kebutuhan umat Buddha dan Darmadyaksa Ring Kasaiwanuntuk mengurus kebutuhan umat Hindu. Pasca Gajah Mada kemudian ditetapkan Mantri Berhaji untuk agama Kepercayaan Nusantara dan Ratu Pandita untuk mengurus umat Islam. Tidak heran bila kemudian Mpu Tantular, seorang penyair Buddhis melukiskan keindahan toleransi dengan ungkapan Bhinneka Tunggal Ikadalam maha karyanya Kitab Sutasoma.

            Khazanah sejarah Sriwijaya sendiri memang tidak diketahui banyak orang, sebagaimana kejayaan Kerajaan Majapahit. Oleh karenanya PT. Jalur Rempah Nusantara bekerjasama dengan Pemda Sumsel, Kemendikbud, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Kemaritiman, serta beberapa sponsor perusahaan swasta seperti Sriwijaya Air, CIMB Niaga, Kapal Api, Roma, Kompas, The Jakarta Post, National Geographic, dll.  mengadakan pameran Kedatuan Sriwijaya: The Great Maritime Empireyang diadakan di Museum Nasional selama tanggal 4-28 November 2017.

Acara yang dibuka oleh Menko Kemaritiman, Bapak Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Perdagangan, Bapak Enggartiasto Lukito ini bertujuan untuk menyebarkan kepada khalayak ramai mengenai kebesaran Kedatuan Sriwijaya yang tidak banyak diketahui orang, juga untuk menghadirkan kepada pengunjung bahwa Indonesia di masa lalunya merupakan bangsa toleran dan telah memiliki komunikasi antar budaya yang baik.

            Saya sendiri sebelumnya tidak banyak mengetahui mengenai Kedatuan Sriwijaya, meskipun saya sendiri jurusan Ilmu Sejarah namun periode Indonesia masa Hindu-Buddha merupakan ranah jurusan Ilmu Arkeologi. Saya sendiri baru berkesempatan untuk memahami lebih dalam mengenai sejarah Kedatuan Sriwijaya, karena saya diberi kepercayaan bersama beberapa teman-teman seangkatan saya untuk menjadi guidedalam acara ini. Dipercaya menjadi guidetanpa pengetahuan apa pun mengenai Sriwijaya pastinya akan sangat memalukan, oleh karenanya saya menggunakan waktu saya untuk mendalami literatur mengenai Sriwijaya agar tidak salah memberi informasi kepada pengunjung. Sungguh pengalaman menjadi guidemerupakan pengalaman yang beruntung dan berkesan bagi saya, sebab dari sinilah saya mengetahui lebih dalam sejarah panjang silang budaya dan keberagaman bangsa Indonesia, serta kebesarannya di masa lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun