Azerbaijan”. “Ooh Armenia negara leluhurnya Kim Kardashian” atau “ooh Armenia yang pernah jadi korban genosida Ottoman itu ya?.” Mungkin bagian ini tidak banyak yang tahu dan saya pun baru tahu ketika meriset soal Armenia, kalau ayah Kim Kardashian itu orang Armenia. Pada umumnya kita tidak mengetahui banyak soal Armenia, lain ceritanya dengan penduduk di negara-negara yang memiliki populasi minoritas Armenia cukup besar seperti di beberapa negara Eropa, pecahan Uni Soviet, dan juga banyak negara di Timur Tengah.
Apa yang sekilas kita ketahui ketika mendengar kata “Armenia”? Mungkin kita hanya mengetahui, oh Armenia itu sebuah negara di dunia dan negara tersebut pecahan Uni Soviet. Setelah itu ketika mendengar kata Armenia, kita akan bergumam “Ooh Armenia itu negara yang berperang denganIndonesia pernah memiliki populasi etnis Armenia yang cukup signifikan pada masa Hindia-Belanda, banyak dari orang Armenia yang merantau ke Indonesia dan membuka bisnis di Indonesia, serta menjadi birokrat kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, kebanyakan dari mereka meninggalkan Indonesia ikut bersama orang-orang Belanda dan Indo, pulang ke Belanda. Dulu mereka minoritas yang pernah besar di Indonesia, kini sudah punah. Jadi wajar saja tidak banyak yang orang Indonesia ketahui tentang Armenia. Namun ada sederetan fakta menarik tentang Armenia, rupanya Armenia merupakan bangsa pertama di dunia yang menganut agama Kristen tepatnya pada 301 M & juga merupakan bangsa yang konsisten membela kemerdekaan Palestina, serta terlibat aktif dalam gerakan nasionalisme Arab dan Pan-Arabisme.
Syahdan Yasser Arafat, Sang Bapak Bangsa Palestina saja terang-terangan mendukung Armenia dalam perang melawan Azerbaijan. Azerbaijan dengan Armenia terlibat Perang Nagorno Karabakh I (1988 – 1994), untuk memperebutkan wilayah otonom Nagorno Karabakh yang menjadi wilayah Azerbaijan sejak zaman Uni Soviet. Etnis Armenia yang mendiami wilayah itu, menginginkan bergabung dengan Armenia dan tidak menghendaki bergabung dengan Azerbaijan, sehingga pecah perang etnis. Perang ini dimenangkan oleh Armenia, karena Armenia dibantu oleh Rusia yang saat itu dipimpin oleh Presiden Boris Yeltsin. Rusia mengirimkan pasukan dan mempersenjatai Armenia, walhasil Azerbaijan pun kalah. Orang-orang Armenia yang mendiami wilayah Nagorno-Karabakh, mendeklarasikan kemerdekaan dengan nama “Republik Artsakh.” Orang-orang Armenia yang mendiami Nagorno-Karabakh mengusir etnis Azerbaijan dari wilayah Nagorno-Karabakh.
Pada saat perang terjadi saat itu, dunia terbagi antara 4 sikap: pihak yang mendukung Azerbaijan atau Armenia, juga ada yang menentang Armenia ataupun Azerbaijan, ada juga yang netral, dan juga ada yang netral tapi diam-diam mendukung. Hal yang mengejutkan saat itu Armenia mendapatkan dukungan dari tempat tidak terduga, dari Palestina dan berbagai negara Arab seperti Libya, Irak, Suriah, Lebanon, Mesir. Syahdan Yasser Arafat mengatakan wilayah Nagorno-Karabakh yang diperebutkan antara Azerbaijan dan Armenia, memang wilayah sah milik Armenia dan ia mendukung perluasan wilayah Armenia atas wilayah Nagorno-Karabakh. Yasser Arafat selalu mengatakan bahwa Palestina dan Armenia adalah saudara, orang-orang Armenia di Palestina adalah saudara bangsa Palestina dan begitu juga komunitas Armenia di mana pun, termasuk negeri Armenia itu sendiri. Bahkan dulu ketika Pertemuan Camp David 2000, Yasser Arafat menegaskan bahwa wilayah Armenian Quarter, sebuah distrik etnis Armenia di Yerusalem merupakan bagian tidak terpisahkan dari Palestina dan bukan wilayah Israel. Yasser Arafat sendiri pernah mengatakan kepada Presiden Bill Clinton: "My name is not Yasir Arafat, it is Yasir Arafatian. I will not betray my Armenian brothers." Untuk konteks bagi pembaca Indonesia, orang Armenia pada umumnya menggunakan marga dengan imbuhan ‘ian’ atau ‘yan’, contoh nama Armenia: Calouste Gulbenkian (konglomerat Inggris), Aram Khacaturian (komposer besar dunia), Anastas Mikoyan (petinggi Uni Soviet), Kim Kardashian (artis), dan Henrikh Mkhitaryan (pemain sepakbola). Yasser Arafat ketika membahas soal Armenia ia mengubah namanya menjadi “Yasser Arafatian” untuk membuat namanya terlihat lebih Armenia, juga untuk menegaskan bahwa Armenia adalah bagian dalam dirinya dan Palestina. Pernyataan Arafat ini banyak dikutip oleh etnis Armenia di mana pun, terutama kaum nasionalis Armenia di Nagorno-Karabakh, bahkan komunitas Armenia di Palestina tidak membantah pernyataan ini dan tegas menginginkan wilayah Armenian Quarter, di Yerusalem masuk wilayah Palestina, bukan Israel.
Hal ini membingungkan banyak orang, bagaimana bisa Yasser Arafat mendukung Armenia yang penduduknya mayoritas Kristen melawan Azerbaijan yang penduduknya kebanyakan Muslim? Serta anehnya Azerbaijan yang mayoritas Muslim malahan dipersenjatai & didukung oleh Israel dalam perang melawan Armenia, terutama dalam Perang Nagorno Karabakh II (2020) yang berlangsung selama 44 hari, sehingga lazim disebut “Perang 44 Hari” baik di media Armenia dan Azerbaijan. Di Palestina sendiri ketika pecah Perang Nagorno Karabakh II, muncul aksi dukungan terhadap Armenia dalam Perang Nagorno Karabakh II, bahkan masa yang turun ke jalan membawa bendera Palestina dan Armenia. Juga muncul slogan: “Armenia & Palestine are Brothers.” Malahan di Israel muncul aksi massa membela Azerbaijan, massa yang turun ke jalan membawa bendera Turki, Azerbaijan, dan Israel. Hal yang sama pun terjadi di Turki, banyak massa yang mendukung Azerbaijan dalam perang melawan Armenia, mereka membawa bendera Turki, Azerbaijan, dan Israel.
Dunia sendiri terbagi atas isu ini, ketika dunia sedang sibuk menghadapi pandemi covid-19, ada juga negara yang nekat berperang. Perancis, India, Iran, dan banyak negara Arab umumnya mendukung Armenia. Amerika Serikat, Inggris, dan Israel, juga banyak negara Eropa malahan mendukung Azerbaijan. Inilah salah satu contoh propaganda politik salah sasaran. Azerbaijan berusaha menggalang dukungan negara-negara Muslim dengan menyerukan narasi “jihad”melawan Armenia, begitu juga Armenia berusaha menggunakan narasi “perang salib” melawan Azerbaijan dan menggunakan narasi historis bahwa mereka adalah bangsa Kristen pertama di dunia. Saya melihat narasi ini pada akhirnya tidak berhasil sebagaimana yang diharapkan kedua pihak, karena banyak negara Muslim yang mendukung Armenia dan malahan banyak negara Kristen serta Yahudi yang mendukung Azerbaijan. Meski ya memang ada negara-negara Kristen yang membela Armenia, juga ada juga negara-negara Muslim yang membela Azerbaijan.
Lantas bagaimana sikap Indonesia dalam konflik ini? Indonesia netral, tapi diam-diam mendukung Azerbaijan karena Indonesia memandang Azerbaijan sebagai sesama negara Muslim & juga Indonesia mengimpor BBM dalam jumlah besar dari Azerbaijan dan kebetulan harganya terjangkau kantong pemerintah Indonesia. Penulis tahu hal ini, karena penulis membaca tulisan Andi Wirapratama, kawan saya yang kebetulan saat itu mahasiswa S2 HI UI. Tulisan ini menjelaskan dengan sangat baik Perang Nagorno Karabakh II, juga sikap pemerintah Indonesia atasnya. Saya ingat sekali pada tahun 2020 ketika perang ini pecah, Komisi I DPR RI (Bidang Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan, & Intelijen) mengadakan webinar soal perang ini di zoom. Memang isu ini tidak sehangat itu dibicarakan oleh rakyat Indonesia, tidak seperti isu Palestina dan memang perangnya berlangsung sebentar. Sedangkan DPR RI menseriusi masalah ini, jadi tentu saja penulis percaya penelitian Andi Wirapratama bahwa BBM kita diimpor dari sana. Sebab bila tidak, DPR RI tidak akan mengkaji masalah ini secara serius.
Perang 44 hari ini akhirnya dimenangkan oleh Azerbaijan yang banyak merebut kembali wilayah mereka di Nagorno-Karabakh, dengan dibantu oleh drone-drone canggih dan persenjataan terbaru yang kebanyakan disuplai oleh Israel dan Turki. Pihak Armenia tidak berdaya menghadapi drone-drone dan persenjataan canggih pasukan Azerbaijan yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Rusia yang mereka harapkan akan membantu, malahan netral. Mengapa Rusia netral? Vladimir Putin sedikit jengah dengan ulah Perdana Menteri Nikol Pashinyan yang terpilih sejak 2018, Pashinyan berusaha untuk membuat Armenia lebih dekat dengan Uni Eropa dan mencari peluang ekonomi dengan negeri Blok Barat. Putin khawatir Armenia akan bernasib seperti Ukraina. Di satu sisi Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev menerapkan strategi diplomasi yang cerdas, ia membangun hubungan baik dengan Blok Barat, juga sembari mempertahankan hubungan lebih dekat dengan Rusia dan bloknya. Bapak Ilham Aliyev, Mantan Presiden Heydar Aliyev adalah seorang agen KGB sama dengan Putin. Sehingga Presiden Ilham dapat menjaga hubungan baik dengan Putin, sehingga Putin tidak all out membela Armenia. Hal ini membuat Rusia diam-diam jual senjata ke keduanya. Walhasil Armenia terpaksa menandatangani gencatan senjata dengan Azerbaijan atas tekanan dari Rusia.
Dari Genosida Armenia hingga Pembebasan Palestina.
Sebelum Kristen dianut oleh rakyat Armenia, Kerajaan Armenia menganut agama Zoroaster (Majusi). Barulah pada abad ke-4 M ajaran Kristen dibawa oleh Santo Gregorius Sang Pencerah (Saint Gregory the Illuminator). Perlu digarisbawahi, bahwa gelar “Sang Pencerah” diberi untuk membedakannya dengan Santo Gregorius lainnya yang menggunakan gelar berbeda seperti “Santo Gregorius Agung” yang merupakan Paus Gereja Katolik Roma dari 590 hingga 604 M. Santo Gregorius berhasil membuat bangsa Armenia menganut Kristen dan akhirnya Kerajaan Armenia pun menetapkan agama Kristen sebagai agama resmi kerajaan, jauh sebelum Kaisar Konstantinus dari Romawi melakukannya. Kemudian Santo Gregorius mendirikan Gereja Apostolik Armenia dan menjadi pemimpin gereja tersebut, dengan gelar “Katolikos” (setara Kardinal), gelar ini juga kadang disebut “Uskup Agung Seluruh Armenia” ataupun “Patiarkh Seluruh Armenia.” Para penerusnya pun hingga hari ini menggunakan gelar ini. Di Vatikan sendiri terdapat patung Santo Gregorius Sang Pencerah, untuk menghargai jasanya menyebarkan agama Kristen di Armenia.
Kendati demikian riwayat Kerajaan Armenia sendiri tidak bertahan lama. Pada 428 M Kerajaan Armenia kemudian ditaklukkan oleh Byzantium (Romawi Timur) dan Persia, keduanya membagi Armenia menjadi Armenia Barat dan Timur, masing-masing menjadi milik mereka. Ketika agama Islam muncul di kemudian hari Armenia pun menjadi wilayah taklukan bangsa Arab. Hingga setelahnya Armenia beberapa kali pindah tangan mulai dari kekuasaan bangsa Arab, Mongol, Turki, hingga Persia dan Rusia. Meski beberapa kali ditaklukan oleh kekuasaan negara Islam, rakyat Armenia tetap mempertahankan identitas Kristennya. Bahkan ketika Persia (Dinasti Safawi) dan Ottoman membagi Armenia menjadi 2 wilayah, Armenia Barat (kini masuk wilayah Turki) dan Timur (Republik Armenia sekarang) persis seperti Byzantium dan Persia yang dulu membagi Armenia menjadi 2.