Mohon tunggu...
Irsyad Mohammad
Irsyad Mohammad Mohon Tunggu... Sejarawan - Pengurus PB HMI, Pengurus Pusat Komunitas Persatuan Penulis Indonesia (SATUPENA), dan Alumni Ilmu Sejarah UI.

Seorang aktivis yang banyak meminati beragam bidang mulai dari politik, sejarah militer dan sejarah Islam hingga gerakan Islam. Aktif di PB HMI dan Komunitas SATUPENA. Seorang pembelajar bahasa dan sedang mencoba menjadi poliglot dengan mempelajari Bahasa Arab, Belanda, Spanyol, dan Esperanto.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Quo Vadis Partisipasi Perempuan dalam Politik: Mereinterpretasi Kembali Keterlibatan Perempuan dalam Politik Indonesia Pasca-Reformasi

29 Januari 2024   20:06 Diperbarui: 29 Januari 2024   20:06 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poto Demo Hari Perempuan Sedunia. Sumber Gambar: https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2019/03/08/Aksi-Hari-Perempuan-Sedunia.jpg.webp

Bahkan Saddam Hussein yang berkuasa di Irak, mengizinkan jilbab untuk tidak dipakai di tempat umum dan berjuang keras agar para wanita di Irak bisa sekolah hingga kuliah dan bisa bekerja, bila dibandingkan para diktator lain di Timur Tengah, Saddam bukan termasuk yang punya istri banyak dan ia hanya punya 2 istri. Di Afrika sendiri Diktator Uganda, Presiden Jenderal Idi Amin Dada berambisi agar negaranya menjadi negara dengan jumlah manajer wanita terbanyak di Afrika dan ia memerintahkan menteri-menterinya untuk mengawasi para manajer wanita itu untuk memastikan, bila ada pria yang menjadi bawahan mereka dan tidak mengikuti perintah para manajer wanita itu maka bawahan pria itu harus dihukum.

Padahal kita tahu sendiri Idi Amin sendiri berpoligami dan istrinya banyak. Silvio Berlusconi, Mantan Perdana Menteri Italia yang terkenal sebagai tukang main perempuan di Italia, tentu saja mencitrakan dirinya sebagai seseorang yang pro-gerakan perempuan dan peduli hak-hak perempuan. Banyak sekali para politisi laki-laki yang sangat gembira apabila diundang jadi pembicara di forum perempuan, bukan saja mereka bersedia hadir jadi pembicara bahkan kalau bisa tanpa diminta juga nyumbang duit buat acara forum perempuan tersebut. Itu tandanya apa? Bagi para laki-laki, terutama politisi laki-laki mendapatkan label sebagai seseorang yang mendukung emansipasi perempuan, pro-perempuan, anti-bias gender, anti-mysoginis, anti-patriarki, tidak seksis, berpikiran maju, dan progresif adalah label-label yang sangat menguntungkan dan tentunya personal branding yang sangat bagus dan menguntungkan citra mereka. 

Apalagi kalau yang dapat label seperti ini laki-laki yang memiliki reputasi kekerasan seksual, patriarkis mysoginis, dan bias gender, tiba-tiba laki-laki seperti ini diundang ke acara gerakan perempuan; seolah-olah seperti mencuci dan menebus dosa mereka. Banyak politisi laki-laki pun sadar jumlah pemilih perempuan sangat banyak, apa gak mati gaya kalau dicap anti-emansipasi perempuan, mysoginis, seksis, dan patriarkis? Sama halnya dengan laki-laki buaya dan mata keranjang, mana ada dari mereka yang mau ngaku kalau mereka demikian di depan perempuan. Bagi para pria seperti ini mereka lebih senang bila dilabeli dilabeli pro-emansipasi perempuan dan dicap politisi pro-perempuan.

Hal yang sama juga berlaku bagi koruptor, tentu koruptor amat sangat senang bila diundang untuk berbicara di seminar anti-korupsi dan berbicara soal pemberantasan korupsi. Juga pelanggar HAM, tentunya akan sangat senang bila diundang ke seminar anti-pelanggaran HAM dan penegakkan HAM, hal ini seolah-olah seperti menebus dosa mereka. Juga politisi yang amoral tiba-tiba diundang untuk berbicara tentang moralitas, siapa yang tidak hadir dengan tersenyum simpul dan berbicara dengan menggebu-gebu seolah-olah ia orang bermoral dan tidak punya dosa? 

Tulisan yang saya tulis ini memang realita pahit bagi aktivis perempuan, tapi lebih pahit lagi bagi laki-laki sebab banyak laki-laki yang tidak mau mengakui hal ini kecuali laki-laki berpikiran maju, anti-patriarki, anti-mysoginis, tidak bias-gender, pro-emansipasi perempuan seperti saya; sebab kalau saya tidak berpikiran maju serta pro-emansipasi perempuan tidak mungkin rahasia terdalam semua laki-laki ini saya bongkar ke publik. Hal yang saya kemukakan tentang sikap politik para politisi laki-laki ini, sebenarnya seperti seolah saya membuka kartu dan jurus andalan mereka dalam menghadapi perempuan. Saya yakin banyak dari mereka yang tidak senang bila saya buka fakta ini, karena jurus andalan para politisi laki-laki ini tidak bisa dipakai lagi di kemudian hari.

Tentunya renungan, refleksi kritis, dan sedikit satire bahkan beberapa sarkas yang terdapat di dalam tulisan ini bisa menjadi renungan bagi kita semua untuk mewujudkan Indonesia yang berkeadilan gender & setara. Khususnya kita berharap agar ketimpangan gender yang terjadi di dalam politik di Indonesia ini bisa sirna, besar harapan kita quota 30% keterwakilan perempuan dalam legislatif Indonesia dapat tercapai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun