Cristiano Ronaldo yang berpakain layaknya Raja Arab dengan sorban, gamisnya, serta membawa pedang arab (scimitar) ikut tarian pedang arab (‘ardah) bersama para pemain Al-Nasr F.C., sebuah klub sepakbola Arab Saudi. ‘Ardah yang dilakukan oleh Cristiano Ronaldo bersama tim Al-Nassr F.C.
Belum lama ini publik di internet dihebohkan denganNetizen lantas bertanya-tanya, mengapa Cristiano Ronaldo melakukan ini? Apa motivasi yang mendasarinya? Mengapa tiba-tiba Cristiano Ronaldo mendadak jadi Arab?
Tentu itu semua bukanlah sebuah kebetulan, Cristiano Ronaldo sebagai pemain di tim Al-Nasr Arab Saudi, tentu wajib berpartisipasi dalam rangka merayakan hari besar Arab Saudi tersebut. Keikutsertaannya dalam ‘ardah dalam rangka menghormati tradisi Arab Saudi, negeri tempatnya kini berkiprah dan mencari nafkah.
Arab Saudi mengikutsertakan Cristiano Ronaldo bersama para pemain sepakbola lain dari luar negeri yang bermain di Arab Saudi, untuk promosi kebudayaannya. Di sini Saudi mulai menggunakan kekuatan soft power dalam diplomasi budaya Arab Saudi.
Tentu hal ini tidak lepas dari peran putera mahkota Arab Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman atau kerap dijuluki “MBS.” Pangeran MBS, punya cita-cita besar Saudi Vision 2030, di mana Saudi tidak lagi terlalu bergantung kepada migas. Tidak seperti raja-raja Saudi sebelumnya yang menjadikan Islam, serta Mekkah dan Madinah sebagai soft power Arab Saudi, kali ini MBS berniat menjadikan budaya Arab Saudi sebagai bagian dari soft power Arab Saudi.
Setiap tahun ‘ardah dilakukan untuk merayakan hari berdirinya Kerajaan Arab Saudi, 23 September yang merupakan hari nasional di Arab Saudi. Tanggal tersebut merupakan tanggal Raja Abdul Azis ibnu Saud (ayah Raja Arab Saudi sekarang, Raja Salman ibnu Saud) mempersatukan daerah Hejaz, Mekkah & Madinah, Nejd, dan Al-Ahsa dalam perang melawan Ottoman dalam Perang Dunia I. Saat Perang Dunia I, Inggris dan Raja Abdul Azis ibnu Saud, yang saat itu merupakan Raja Nejd berperang melawan Emirat Jabal Shammar yang didukung oleh Ottoman.
Raja Abdul Azis ibnu Saud yang memenangkan perang tersebut, kemudian menamai wilayah yang dipersatukannya, sebagai “Kerajaan Arab Saudi” dan ia menggelari dirinya Raja Arab Saudi dan Khadiman Haramain Asy-Syarifain (Pelayan Dua Tanah Suci Umat Islam).
Gelar ini bertujuan untuk memberinya legitimasi teologis Raja Arab Saudi atas kekuasaannya sebagai penguasa umat Islam yang diberi tanggungjawab oleh Allah dan 1,8 milyar umat Muslim di dunia untuk menjaga serta melindungi 2 Kota Suci umat Islam, Mekkah dan Madinah.
Tarian ini merupakan adat Arab Saudi, tepatnya adat daerah Nejd (Saudi Tengah) tempat keluarga besar Abdul Azis ibnu Saud, pendiri Kerajaan Arab Saudi berasal.
Tarian ini pada mulanya dimaksud sebagai tarian perang yang ditarikan sebelum pasukan Arab berperang, biasanya diiringi dengan tabuhan gendering dan juga para pasukan yang menari dipimpin oleh para tetua qabilah atau para komandan perang sambil menyanyikan puisi-puisi tentang peperangan demi meningkatkan semangat juang dan keberanian. ‘Ardah selalu dilakukan dari masa Ibnu Saud ketika berperang melawan musuh-musuhnya, sampai saat ia mempersatukan Arab Saudi.
Dalam setiap ‘ardah yang dilakukan tahunan, tiap tanggal 23 September biasanya sambil menyanyikan puisi Hal Al-‘Auja/هل العوجا (The Crooked). Puisi Hal Al-‘Auja ini berisi tentang perjuangan Raja Abdul Azis ibnu Saud dalam mempersatukan Arab Saudi, juga berisi pujian kepadanya dan pasukannya sebagai “Ksatria Pejuang Islam” yang dengan gagah berani berperang demi menegakkan kemurnian ajaran Islam.