A. Penjelasan Karya-karya Plato yang berhubungan dengan Konsep Hukum dan Keadilan
    Berbeda dengan Sokrates yang tidak meninggalkan karya tulisan apapun mengenai pemikirannya, Plato terkenal melalui karya tulisnya. Salah satu karya tulisnya adalah "The Republic". Karya ini disusun dalam bentuk serangkaian dialog. Dalam setiap dialog, Plato, Socrates, dan sejumlah tokoh bercakap-cakap, namun dengan cara yang melibatkan pembaca sehingga pembaca dapat setuju atau tidak setuju dengan setiap pembicara atau berpura-pura menjadi pembicara. Berikut ini adalah synopsis dari buku-buku dalam "The Republic" karya Plato.Â
    Buku I: Socrates memulai diskusi tentang usia tua dan tua dan menyajikan modelnya sendiri tentang kebahagiaan dan keadilan di rumah Cephalus. Polemarchus juga mengungkapkan pendapatnya tentang keadilan dan keadilan sebagai sebuah kewajiban, untuk berbuat baik kepada teman dan berbuat jahat kepada musuh. Thrasymachus mengungkapkan pendapatnya tentang keadilan politik, dengan menyatakan bahwa keadilan secara praktis adalah kegunaan dari mereka yang yang lebih kuat. Socrates mengintervensi dengan mengatakan bahwa jika mereka yang berkuasa adalah tiran, mereka akan merugikan semua orang, dan mereka semua dapat dikendalikan oleh ketidakadilan. Keadilan adalah kebajikan jiwa, seperti yang dikatakan Socrates, sehingga bertentangan dengan Thrasymachus yang melihat ketidakadilan sebagai sebuah kebajikan.
    Buku II: Glaucon mengintervensi dengan berpendapat tentang kehidupan yang benar dan kategori-kategori kebaikan, dengan menyatakan bahwa keadilan manusia terdiri dari mendapatkan keuntungannya sendiri. Ketidakadilan yang tidak dihukum membutuhkan kekuatan kekuasaan. Keadilan sejati bagi orang biasa adalah "ketidakadilan yang terselubung." Sedangkan, Adeimantus mengintervensi, dengan menyatakan bahwa keadilan dicari hanya untuk reputasi yang diberikan kepada orang yang adil. Socrates mengusulkan analisisnya tentang keadilan dalam sebuah "kota ideal", dimulai dari asal-usul, dari primitif, sebuah desa petani sederhana dengan tugas-tugas khusus yang kemudian berkembang dan membutuhkan keamanan, dan kemudian kesadaran masyarakat yang terdiri dari pengetahua.Â
B. Konsep Hukum dan Keadilan Plato
Konsep tentang hukum dan keadilan Plato sangat terkait dengan penyelidikan filosofisnya yang lebih luas mengenai etika, politik, dan metafisika. Melalui dialog-dialognya seperti "TheRepublic" "Statesman", dan "The Laws", Plato mengembangkan pemahaman kompleks tentang konsep-konsep ini, yang berakar pada eksplorasinya tentang negara ideal dan hakikat realitas. Berikut penjelasan konsep hukum dan keadilan Plato Keadilan sebagai Harmoni dan Kebajikan.
       Plato mendefinisikan keadilan sebagai "the supreme virtue of the good state", sedangkan orang yang adil adalah "the self diciplined man whose passions are controlled by reasson". Plato melihat bahwa keadilan timbul karena penyesuaian yang memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam suatu masyarakat bilamana setiap anggota melakukan secara baik menurut kemampuannya fungsi yang sesuai atau yang selaras baginya (Johan Nasution 2014). Dalam "The Republic," Plato menyajikan keadilan sebagai keadaan harmoni batin dalam jiwa individu, di mana akal menguasai hasrat irasional dari selera dan elemen semangat. Keadilan tercapai ketika setiap bagian jiwa menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya, serupa dengan keharmonisan keadaan yang tertata dengan baik.Â
   Maka, kebajikan juga dapat diartikan sebagai keadilan, yaitu suatu kewajiban moral yang mengikat antar anggota Masyarakat. Plato menyamakan keadilan dengan kebajikan, memandangnya sebagai kualitas mendasar yang memungkinkan individu dan masyarakat untuk berkembang. Keadilan tidak hanya melibatkan kepatuhan terhadap hukum dan norma-norma sosial tetapi juga penanaman nilai-nilai moral seperti kebijaksanaan, keberanian, kesederhanaan, dan kesalehan.Â
   Kematian Socrates dan kekacauan di Athena berdampak besar kepada kemunculan teori keadilan yang dikemukakan oleh Plato. Penguasa Athena pada masa itu telah mengambil posisi sebagai penentu kebenaran. Kebenaran yang mereka tentukan berdasarkan kepentinganpolitik kekuasan, bukan berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan syarat kebenaran itu sendiri, yaitu rasional, obyektif, dan empiris (Abu Katili 2022). Hal tersebut menjadi faktor hadirnya teori Negara Ideal dan Raja Filsuf. Dalam buku "Sophie's World" dikatakan bahwa negara ideal yang dicita-citakan Plato adalah negara yang diperintah oleh seorang filosof, karena filosof dipandang mampu memimpin akal menujukebijaksanaan. Negara baik hanya akan tercapai jika diperintah oleh akal, seperti kepala yang mengatur tubuh, maka filosof harus mengatur Masyarakat. Negara ideal Plato dicirikan oleh struktur sosial hierarkis, di mana individu diberi peran berdasarkan kemampuan dan kebajikan alami mereka. Penguasa, wali, dan produsen masing-masing mempunyai fungsinya masing-masing, memberikan kontribusi terhadap keharmonisan dan stabilitas negara. Menurut Plato negara adalah perwujudan dari keadilan. Negara lahir karena realitas dari manusia yang seorang diri tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendirian. Manusia membutuhkan orang lain, dan perlu berasosiasi. Pengalaman inilah yang menyadarkan manusia akan perlunya untuk berkumpul dan membentuk negara. (Bolo dkk. 2022). Dalam "The Republic", Plato membagi struktur negara menjadi tiga bagian, yaitu yang pertama, kelompok filosof yang dipimpin oleh seorang raja-filosof yang memiliki pengetahuan tentang "yang baik"; lalu, yang kedua, para pembantu pemerintahan seperti tentara dan prajurit yang bertugas menjaga keamanan dan memastikan warga negara taat pada aturan; dan ketiga, para petani sebagai penopang ekonomi rakyat (Filomeno dan Duarte t.t.). Fungsi dari Penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai dengan asas keserasian. Pembagian kerja sesuai dengan bakat, bidang keahlian dan keterampilan setiap orang itulah yang disebut dengan keadilan. Konsep keadilan Plato yang demikian ini dirumuskan dalam ungkapan "giving each man his due" yaitu memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya (Johan Nasution 2014).Â
C. Relevansi Konsep terkait hubungan dengan masa kiniÂ
    Gagasan-gagasan Plato, khususnya gagasan mengenai keadilan dan moral. Gagasa tersebut relevansi yang cukup kuat dalam mengatasi degradasi moral pada masa kini. Dalam salah satu karya tulisnya, "The Republic", Plato mendefinisikan keadilan sebagai suatu keadaan di mana akal pikiran menguasai hasrat. Keadilan dapat tercapai ketika setiap bagian jiwa menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya, serupa dengan keharmonisan keadaan yang tertata dengan baik. Apabila berbicara tentang moral, ini berarti bahwa ada standar yang menjadi pedoman untuk tindakan manusia. Berangkat dari penjelasan tersebut, ketika kita berhadapan dengan fenomena degradasi moral, maka dapat dihubungkan pada standar-standar tersebut untuk mengenai yang benar dan salah, baik dan buruk.
    Selain itu, Plato menuangkan gagasannya tentang Negara Ideal dan Raja Filsuf, yang mana telah dijelaskan. Secara singkat, dalam negara ideal Plato, raja filsuf memberikan perintah sesuai dengan akal dan kebijaksanaan, memastikan keberadaan hukum didasari prinsip keadilan dan kebaikan bersama. Dengan demikian, pemimpin yang memahami prinsip-prinsip moral dan memiliki kemampuan dalam mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih baik secara moral, juga relevan dalam menghadapi degradasi moral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H