Pendahuluan
Setiap adanya kebijakan publik yang baru, pasti nantinya akan menimbulkan konflik antara yang pro dengan yang kontra dengan kebijakan yang baru muncul tersebut. Konflik adalah fenomena yang biasa terjadi di dalam studi kebijakan publik dan juga politik. Meskipun demikian, selama ini konflik seringkali hanya diperlakukan sebagai latar belakang yang diasumsikan ada, tanpa diikuti dengan penjabaran komprehensif mengenai karakteristiknya (Weible & Heikkila, 2017). Dengan studi kasus yang dibahas dalam jurnal ini adanya konflik politik agraria dan juga penambangan batu andesit yang berada di Desa Wadas. Konflik Desa Wadas ini sudah berlangsung dari tahun 2018 sampai tahun 2022 yang tidak menemukan titik terang. Pada saat itu konflik wadas yang semakin hari semakin membesar, sampai-sampai memicu gelombang pergerakan untuk melakukan demonstrasi yang cukup masif.
Konflik di Desa Wadas berawal dengan adanya rencana pembangunan Bendungan Bener yang berada di Proyek Strategis Nasional (PSN), dengan dana investasi bernilai Rp 2,06 triliun yang berasal dari dana APBN. Pembangunan ini sebenarnya sudah direncanakan dari tahun 2018 dengan memiliki target pada tahun 2023 sudah dapat beroperasi. Akan tetapi muncul ketidaksetujuan warga atas kebijakan pembangunan tersebut, bukan tidak setuju dengan adanya pembangunan bendungan bener tersebut. Melainkan warga setempat tidak setuju dengan material yang dipakai untuk membangun bendungan tersebut, untuk membangun bendungan tersebut perlu adanya penambangan yang harus dilakukan yaitu penambangan batu andesit sebagai bahan material bendungan. Tidak hanya itu, ada juga konflik lain yang berkaitan dengan pembebasan lahan untuk proses pembangunan, proses pembebasan lahan dilakukan dengan menggunakan teknik pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum (K. D. Utami & Firdaus, 2022). Ketika pengadaan tanah terjadi nantinya akan berdampak langsung terhadap penghasilan warga sekitar, dikarenakan aktivitas ekonomi Desa Wadas masih bergantung pada sektor pertanian dan juga perkebunan. Tidak hanya itu penambangan yang nantinya akan dilakukan untuk bahan material bendungan juga mendapat penolakan keras, karena menurut warga akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan.
Pembahasan
Konflik ini bisa dilihat adanya kepentingan yang bertolak belakang antara masyarakat dengan pemerintahan. Pemerintah berupaya mendistribusikan nilai dan sumber daya melalui proyek yang ingin melakukan pembangunan bendungan dan juga penambangan. Namun dari masyarakat Desa Wadas sendiri bertentangan dengan hal tersebut, karena masyarakat Desa Wadas sendiri yang ingin mempertahankan tanah mereka yang ingin dibeli untuk pembangunan bendungan. Karena bagi masyarakat Desa Wadas tanah yang mereka miliki adalah aset yang penting bagi mereka dengan nilai dan sumber daya yang ada. Perbedaan pandangan ini lah yang sebenarnya menjadi awal konflik di Desa Wadas ini bermulai, adanya perbedaan kebutuhan yang ada pada masyarakat dan pemerintah yang menjadi akar permasalahan konflik ini.
Pada saat ini, tim BPN Purworejo melakukan pengukuran tanah dan didampingi oleh polisi, keadaan sempat memanas karena polisi melakukan tindakan yang represif. Para polisi secara represif berpatroli berkeliling desa dan mengambil peralatan milik warga yang sekiranya bisa membahayakan, seperti pisau sampai arit yang biasanya digunakan warga desa untuk bertani, hal itu dilakukan agar tidak mengganggu kegiatan pengukuran tanah. Bahkan polisi yang masuk ke daerah Desa Wadas sempat merobek-robek poster yang isinya berupa penolakan penambang di Desa Wadas. Pada peristiwa tersebut sekitar 60 warga Desa Wadas diamankan oleh aparat kepolisian. Pada tingkatan ini, konflik bahkan muncul secara langsung dalam bentuk gesekan antara masyarakat Wadas dengan aparat pemerintah saat dilakukannya pengukuran tanah yang dilakukan pada bulan Februari lalu (Suryandika, 2022).
Pembangunan Bendungan Bener merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi sungai sebagai sumber daya air yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Purworejo. Dengan  adanya Bendungan  Bener  diharapkan  dapat  memenuhi  kebutuhan  irigasi  di  sawah eksisting  maupun  untuk  pembukaan  lahan  baru  serta  kebutuhan  air  baku  bagi penduduk setempat (Ratna KD et al., 2013).
Konflik Wadas itu sendiri merupakan konflik agraria berbentuk vertikal yang terjadi antara warga dan negara dimana negara diposisikan sebagai penguasa yang menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang dan berakhir menyengsarakan rakyat. Hal tersebut dikarenakan pemerintah melakukan proyek tersebut secara terburu-buru sebagai bentuk implementasi dari adanya strategi nasional sesuai dengan Peraturan Presiden no. 56 tahun 2018. Konflik agraria yang berlokasi di Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo tidak hanya terjadi pada tahun 2022. Total dari keseluruhan 201 PSN, 48 diantaranya yaitu di sektor pembangunan bendungan. Konflik wadas tidak hanya terjadi pada tahun 2022 tetapi pada tahun sebelumnya juga adanya terjadi bentrokan dan penolakan. Tepatnya pada 22 April 2021 Warga Desa Wadas menghalangi aparat yang melakukan sosialisasi terkait dengan pemasangan patok trase dan bidang tanah. Pada peristiwa tersebut juga terjadi bentrokan dengan Warga Wadas serta 12 orang ditangkap oleh aparat keamanan (Wibowo, 2023).Â
Kasus Desa Wadas ini menggambarkan isu di masyarakat yang memiliki dominasi pemerintah yang cukup kuat. Hal tersebut dimana para para pemangku kebijakan melalui kebijakan pemerintah seharusnya dapat melakukan langkah-langkah positif terlebih dahulu seperti halnya mengeluarkan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 9 (AMDAL). Hal tersebut dilakukan agar proses pembangunan Bendungan Bener dan penambangan batu andesit tidak mengakibatkan kerusakan sumber daya alam yang cukup besar di sekitar Desa Wadas. Hal ini dikarenakan sumber daya alam di Desa Wadas merupakan sumber air sekaligus sumber mata pencaharian masyarakat Desa Wadas yang sangat penting bagi kelangsungan hidup mereka.Â
Penutup
Melihat hal tersebut, komisi III DPR RI merekomendasikan pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN), Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) untuk menggunakan pendekatan dialogis dalam bentuk sosialisasi maupun komunikasi secara terbuka dan masif terhadap masyarakat Desa Wadas yang bertempat tinggal di sekitar lokasi Proyek Strategis Nasional maupun wilayah penunjang yang berkaitan dengan proyek tersebut. (Sani, 2022)