Mohon tunggu...
Irsan Nur Hidayat
Irsan Nur Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Jakarta, Indonesia

Pencinta Sepak Bola yang juga Penikmat Dinamika Politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Taati Protokol Kesehatan" Nampaknya Hanya Jargon Saja

21 November 2020   15:11 Diperbarui: 21 November 2020   15:13 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi COVID-19 di Indonesia belum kunjung memiliki tanda-tanda penurunan, malah dari hari ke hari, semakin meningkat. Sudah sekitar delapan bulan (sejak Maret 2020), kita semua terpaksa harus "membelenggu diri" di rumah, sambil bertanya-tanya kapan ini semua akan berakhir. 

Ada anak-anak yang tidak berinteraksi secara langsung dengan teman-temannya, ada yang harus menerima kenyataan pahit bahwa ia dirumahkan atau bahkan "dibebastugaskan", ada juga yang terus berjibaku untuk mencukupi kebutuhan hidup di tengah "bahaya" penyakit (yang berasal dari virus yang bahkan tak bisa dilihat secara kasat mata ini) yang terus mengintai dan bisa saja menerkamnya bila saja ia lengah. Semua ini menghiasi kehidupan kita selama delapan bulan terakhir.

Kasus positif COVID-19 di Indonesia yang belum menunjukkan penurunan ini kiranya perlu menjadi concern atau perhatian yang serius. Salah satu faktor yang cukup besar yang menyumbang peran (yang saya kira) cukup signifikan adalah kurangnya ketaatan kita semua terhadap protokol kesehatan (selain tentunya ketidaktegasan pemerintah yang juga berperan akan hal ini). 

Setidaknya, jika kita semua tahu bahwa otoritas terkait tidak dapat berbuat banyak (baca: tidak tegas), maka harusnya kitalah yang menjaga diri masing-masing dengan mengikuti protokol kesehatan pencegahan COVID-19 ini. Akan tetapi, beberapa hari ini malah menunjukkan sebaliknya.

Dalam seminggu ini, jagat media maya dan pemberitaan diramaikan dengan salah satu tokoh agama yang kembali ke tanah air (saya rasa anda semua sudah tahu) dan mengadakan beberapa acara, di mana peserta atau undangan yang hadir tidak mengimplementasikan protokol kesehatan secara utuh. Mungkin, bagi orang-orang yang selama ini sudah bertahan di rumah saja, akan merasa tersakiti melihat hal tersebut. Sudah lelah untuk ikut menanggulangi COVID-19, 

tetapi mereka "dengan santainya", berdekatan tanpa jarak dan mungkin berdesak-desakan seakan-akan "sudah pasti dilindungi" karena memang acara yang diadakan adalah acara keagamaan, sehingga, mungkin saja mereka merasa bahwa Tuhan bersama mereka. Saya rasa, ini adalah puncak dari bobroknya kita semua yang selama ini suka untuk tidak menaati protokol kesahatan. Karena, di luar acara itu, memang sudah banyak kejadian-kejadian pelanggaran terhadap protokol kesehatan.

Melihat hal ini, saya rasa lama-kelamaan, kalimat "taati protokol kesehatan", hanyalah menjadi jargon saja saat ini. Tidak ada penerapan yang benar-benar serius terjadi di lapangan. Tidak ada ketegasan dari otoritas terkait, ditambah masyarakat yang susah untuk berdisiplin, membuat Indonesia mungkin saja akan merasakan lebih lama lagi penderitaan ini (setidaknya hingga vaksin sudah tersedia dan bisa didistribusikan ke 270 juta penduduk republik ini, yang sudah pasti membutuhkan waktu yang tidak sedikit, dan perlu kita ingat, sepertinya juga belum ada tanda-tanda bahwa pandemi di negeri ini telah sampai ke puncak kasus sebelum akhirnya turun). 

Bahkan, dengan adanya vaksin pun, belum tentu pula ini semua akan langsung berakhir. Sayangnya, saya kira, untuk menyelesaikan pandemi di negeri ini, hanyalah dengan vaksin, karena seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, baik otoritas terkait maupun masyarakat tidak ada yang benar-benar mampu untuk menanggulangi COVID-19 ini. 

Tidak cukup hanya dengan "protokol kesehatan" yang bahkan belum diimplementasikan secara serius. Saya rasa kita harus lebih bersabar lagi menghadapi ini semua, dan terus mencoba untuk menaati protokol kesehatan, meskipun hanya untuk diri sendiri saja. Semoga, kita semua bisa bertahan hingga penderitaan ini berakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun