Mohon tunggu...
Irsal Pohan
Irsal Pohan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam

Belajar dari hidup

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Mengafirmasi ke-bukan tuhan-an Fir'aun lewat Ilmu Tajwid

18 Januari 2025   13:53 Diperbarui: 18 Januari 2025   15:35 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya kira kebanyakan orang Islam telah mengetahui kisah tentang Fir'aun sebagaimana yang termuat dalam al-Qur'an. Kisah ini bahkan telah banyak diterjemahkan dan dikisahkan ulang dalam buku-buku kisah 25 nabi (sebab kisahnya yang melekat dengan kisah nabi Musa) yang dipelajari dan dibaca oleh anak-anak pada pendidikan sekolah dasar---bahkan TK. Fir'aun dikenal sebagai sosok raja zhalim. Dia dan para pengikutnya diberikan nikmat kekuasaan, intelektualitas dan kekayaan materi yang berlimpah yang sayangnya, hal ini membuat mereka lupa diri. Fir'aun, bahkan mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Saat ini, klaim tersebut diketahui dan dibaca hanya sebagai klaim kontroversial yang menyejarah dan bukan sebagai klaim yang mungkin benar apalagi benar. Akal sudah pasti menolak klaim ini.

Pada dasarnya, penjelasan dan analisa yang mendalam mengenai kisah ini telah banyak dilakukan, baik tentang kebenaran kisahnya dan perlawan terhadap perbuatannya. Jadi apa yang akan saya bagikan di sini bukan lagi merupakan analisa teoretis melainkan sebuah temuan kecil dari perenungan pribadi, tepatnya ketika saya sedang mempelajari ilmu tajwid. Saat itu meteri tajwid sampai pada penjelasan hukum bacaan "ra" (), tepatnya hukum "ra" () tarqiq yang artinya tipis atau menipiskan bunyi "ra" nya. Hukum ini berlaku diantaranya sebab "ra" mati (sukun) jatuh setelah harakat kasrah yang asli dan pada saat itu contoh yang digunakan adalah nama Fir'aun . Selain "ra" yang tipis, nama Fir'aun juga mengandung contoh lain dalam tajwid yakni Mad Lin/Layyin yang berarti lembut atau lunak akibat huruf mad "wau" yang mati (sukun) jatuh setelah harakat fathah.

Terlepas dari adanya perbedaan pendapat tentang nama asli Fir'aun, pada saat itu, saya merenungkan dan menyadari bagaimana mungkin sosok yang mengaku Tuhan tapi di dalam namanya saja tidak mengandung kebesaran dan keagungan (hanya ada "ra" yang dibaca tipis dan "wau" yang dibaca lunak). Berbeda dengan jika kita melihat nama Allah swt juga dalam kaidah tajwid. Di sana terdapat hukum lam jalalah tafkhim yang dibaca tebal atau berat, ada harakat tasydid yang melambangkan penekanan dan hukum lam jalalah tafkhim adalah hukum yang memang hanya terdapat pada lafadz Allah. Bagi saya, perenungan kecil ini mengafirmasi ke-bukan tuhan-an Fir'aun dan keagungan Allah swt. Wallahu A'lam.

Semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun