Mohon tunggu...
Iron Fajrul
Iron Fajrul Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara dan dosen

Pembaca dan pelintas semesta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ilusi Keadilan: Dialektika Tujuan Hukum

22 Juni 2023   10:46 Diperbarui: 22 Juni 2023   10:54 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"More law, less justice" - Marcus Tullius Cicero

Kata "adil" berasal dari bahasa Arab dengan akar kata "adl" () yang memiliki arti "keadilan" atau "keseimbangan". Kata tersebut juga memiliki kaitan dengan konsep-konsep adil dalam bahasa-bahasa lain, termasuk dalam bahasa Indonesia. Etimologi "adil" mencerminkan makna dasar dari keadilan, yaitu memberikan perlakuan yang tepat, setara, dan seimbang kepada semua pihak tanpa ada diskriminasi atau penyelewengan. Istilah ini mencakup konsep kesetaraan, kejujuran, proporsionalitas, dan penegakan hukum yang adil.

Menurut Aristoteles, keadilan adalah salah satu dari empat kebajikan utama (cardinal virtues) yang mencakup kebijaksanaan (wisdom), keberanian (courage), serta pengendalian diri (temperance). Aristoteles memandang keadilan sebagai kebajikan yang paling penting karena menyangkut hubungan antara individu dan masyarakat. Aristoteles membagi keadilan menjadi dua jenis, 1) Keadilan Distributif (distributive justice); dan 2) Keadilan Korektif (corrective justice). Dalam konteks hukum, prinsip keadilan atau "adil" melibatkan penerapan hukum yang objektif dan setara terhadap semua individu tanpa memihak atau berat sebelah. Ini berarti bahwa setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang status sosial, ras, agama, atau latar belakang lainnya. Konsep adil dapat bervariasi tergantung pada budaya, sistem hukum, dan pandangan filosofis yang ada di masyarakat.

Dialektika antara hukum dan keadilan mencerminkan hubungan dinamis antara keduanya. Meskipun hukum dan keadilan memiliki hubungan erat, juga memiliki perbedaan dan konflik potensial. Secara etimologi Hukum adalah kumpulan aturan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk mengatur perilaku masyarakat. Hukum berfungsi sebagai kerangka kerja yang memberikan ketertiban, menetapkan hak dan kewajiban, dan memberikan sanksi bagi pelanggaran. Hukum didasarkan pada prinsip-prinsip hukum yang objektif dan berlaku secara umum.

Di sisi lain, keadilan melibatkan pertimbangan moral dan nilai-nilai yang lebih luas. Keadilan berkaitan dengan pengakuan dan perlakuan yang adil terhadap individu dan kelompok, serta pemulihan keseimbangan dan pemenuhan hak-hak yang wajar. Keadilan melibatkan pertimbangan atas kesetaraan, proporsionalitas, dan perlakuan yang manusiawi dalam memutuskan suatu kasus.

Dalam idealnya, hukum seharusnya mencerminkan prinsip-prinsip keadilan. Hukum yang adil harus memperhatikan nilai-nilai moral dan keadilan yang diakui oleh masyarakat. Namun, terkadang hukum yang ada tidak sepenuhnya mencerminkan apa yang dianggap adil oleh individu atau kelompok tertentu. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan interpretasi, kepentingan politik, atau kesenjangan dalam perwujudan keadilan dalam sistem hukum.

Interpretasi keadilan ini sering kali saling berhubungan dan bisa menjadi subjek perdebatan dalam konteks hukum, etika, dan filsafat. Pemahaman dan penerapan keadilan dapat bervariasi tergantung pada nilai-nilai budaya, konteks sosial, dan sistem hukum yang berlaku di suatu masyarakat. Konsep keadilan atau adil dapat bervariasi di antara individu dan kelompok-kelompok. Pandangan subjektif dan perbedaan nilai-nilai yang berbeda dapat menyebabkan pandangan yang beragam tentang apa yang dianggap adil. Dalam konteks ini, adil dianggap sebagai konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, dan individu.

Keadilan dan krisisnya/Dokpri
Keadilan dan krisisnya/Dokpri

Meskipun sistem hukum bertujuan untuk mencapai keadilan, tidak ada sistem hukum yang sempurna hingga saat ini dalam sistem ketatanegaraan. Sistem hukum dapat memiliki celah, kekurangan, atau kebijakan yang tidak selalu menghasilkan hasil yang adil dalam setiap kasus. Ketidaksempurnaan ini dapat menghasilkan persepsi bahwa keadilan adalah sebuah ilusi. Dalam banyak kasus, keadilan dapat dipengaruhi oleh ketidakseimbangan kekuasaan di dalam masyarakat. Faktor-faktor seperti kekayaan, status sosial, atau pengaruh politik dapat mempengaruhi cara keadilan diterapkan. Hal ini dapat menghasilkan pandangan bahwa keadilan sebenarnya hanya melayani kepentingan pihak yang berkuasa, sementara keadilan untuk individu biasa sering kali sulit dicapai.

Adanya situasi di mana hukum dan keadilan saling bertolak belakang atau tidak selalu sejalan, sebanding dengan pernyataan bahwa keadilan adalah bentuk simulacra mengacu pada pandangan bahwa keadilan itu sendiri adalah suatu konstruksi sosial atau simbol yang tidak memiliki referensi atau substansi objektif di dunia nyata. Simulacra adalah konsep yang dikembangkan oleh filsuf Jean Baudrillard yang merujuk pada representasi yang tidak lagi memiliki keterhubungan dengan realitas yang asli. Menurut Baudrillard, dalam era pasca-modern, realitas itu sendiri telah digantikan oleh simulasi, di mana representasi atau citra yang dibuat oleh media, teknologi, dan budaya massa menjadi lebih dominan daripada realitas yang sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun