4. Pornografi Anak (Child Pornography): Menyebarkan, mengakses, atau memproduksi materi pornografi yang melibatkan anak-anak merupakan bentuk kejahatan serius di dunia cyber.
5. Cyberbullying: Ini melibatkan penggunaan teknologi komunikasi untuk melakukan pelecehan, ancaman, atau intimidasi secara online terhadap orang lain, seringkali melalui media sosial, pesan teks, atau platform obrolan.
6. Penipuan Kartu Kredit (Credit Card Fraud): Melibatkan penggunaan informasi kartu kredit yang dicuri atau diperoleh secara ilegal untuk melakukan pembelian atau transaksi yang tidak sah.
7. Kejahatan Keuangan Online (Online Financial Crimes): Meliputi pencurian data keuangan, pencurian rekening bank online, atau penipuan investasi melalui platform digital.
8. Pelanggaran Privasi dan Pencurian Data (Privacy Breaches and Data Theft): Ini termasuk peretasan atau pencurian data sensitif atau pribadi dari perusahaan, lembaga pemerintah, atau individu.
9. Pelanggaran Hak Cipta (Copyright Infringement): Melibatkan pelanggaran hak cipta seperti penyebaran atau pengunduhan ilegal konten terproteksi hak cipta seperti musik, film, atau perangkat lunak.
10. Penipuan Bitcoin dan Kriptokurensi (Bitcoin and Cryptocurrency Fraud): Kejahatan ini melibatkan penipuan dalam perdagangan, pertukaran, atau penggunaan mata uang kripto seperti Bitcoin dengan tujuan menipu atau mencuri aset digital.
Bentuk-bentuk cybercrime terus berkembang dengan munculnya ancaman baru seiring dengan kemajuan teknologi. Kemudian berdasarkan data statistik bahwa semakin tingginya angka kejahatan cyber yang dilakukan oleh pelaku di luar negara tempat kejadian perkara menjadi tantangan dalam penegakan hukum. Beberapa faktor yang menyebabkan fenomena ini termasuk bagaimana permasalahan Yurisdiksi yang melintasi batas Negara dimana Kejahatan cyber dapat dilakukan melalui jaringan internet yang melintasi batas negara. Hal ini menciptakan tantangan hukum dalam menentukan yurisdiksi yang berwenang menangani kasus tersebut.
Ketika berbicara tentang "cyberterritorial", istilah tersebut tidak memiliki definisi yang umum atau konsisten di kalangan ahli. Namun, istilah ini dapat diartikan sebagai gabungan antara konsep teritorial dan dunia cyber, yang mengacu pada perluasan atau penerapan prinsip teritorialitas dalam konteks kegiatan atau isu-isu yang terkait dengan dunia cyber.
Dalam konteks ini, "cyberterritorial" dapat mencerminkan upaya untuk menerapkan batasan atau kendali teritorial dalam lingkungan digital. Ini dapat melibatkan pengaturan hukum dan kebijakan untuk melindungi dan mengamankan wilayah atau infrastruktur digital negara, atau untuk mengklaim yurisdiksi atas tindakan atau entitas yang berhubungan dengan dunia cyber. Namun, penting untuk dicatat bahwa prinsip teritorialitas tradisional dalam konteks fisik tidak selalu mudah diterapkan dalam dunia cyber. Karena alam digital yang terhubung secara global, batasan fisik tidak lagi menjadi kendala yang sama seperti di dunia nyata. Oleh karena itu, pertanyaan dan tantangan muncul tentang bagaimana melacak, mengatur, dan menegakkan hukum dalam kegiatan atau tindakan yang melintasi batas territorial/yurisdiksi di dunia cyber.
Yurisdiksi adalah konsep dalam hukum yang mengacu pada kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh suatu badan atau lembaga hukum untuk membuat keputusan hukum atau mengatur perilaku individu dan entitas di dalam suatu wilayah tertentu. Ahli hukum memberikan berbagai pandangan mengenai arti yurisdiksi, di antaranya, menurut Ahli hukum Inggris, John Austin, mendefinisikan yurisdiksi sebagai "kekuasaan atau kapasitas yang dimiliki oleh seorang penguasa atau badan politik untuk mengatur perilaku masyarakat yang tergabung di dalam wilayahnya, serta kekuatan untuk memaksa kepatuhan terhadap peraturan yang telah ditetapkan"; menurut Albert Venn Dicey, menjelaskan bahwa yurisdiksi adalah "kekuasaan hukum untuk memberlakukan, mengatur, atau menegakkan hukum dalam wilayah tertentu"; kemudian menurut Ahli hukum internasional, Georg Schwarzenberger, mengartikan yurisdiksi sebagai "kemampuan suatu negara untuk membuat aturan hukum yang mengikat secara langsung atau tidak langsung pada individu, organisasi, atau negara lain di dalam atau di luar wilayahnya".