Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ancaman Serius Resistensi Antimikroba sebagai Silence Pandemic

2 September 2024   07:00 Diperbarui: 24 September 2024   06:22 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indikator ini memonitor frekuensi infeksi aliran darah karena dua patogen yang resisten terhadap obat tertentu yakni Staphylococcus aureus resisten Methicilin (MRSA); dan E.coli resisten terhadap sefalosporin generasi ketiga (3GC).

Penyebab Resistensi Antimikroba

Mekanisme kerja antimikroba dalam tubuh dibagi menjadi beberapa kelompok antara lain menghambat sintesis dinding sel; depolarisasi membran sel; menghambat sintesis protein; menghambat sintesis asam nukleat; dan menghambat metabolisme bakteri.

Sementara itu berdasarkan kelompok bakterinya, antibiotik dibagi menjadi dua kategori yakni antibiotik spektrum luas (broad spectrum) dan antibiotik spektrum sempit (narrow spectrum).

Antibiotik spektrum luas bekerja terhadap kelompok bakteri gram positif dan negatif, sementara antibiotik spektrum sempit bekerja terhadap kelompok bakteri gram negatif saja atau gram positif saja.

Ketika resistensi terjadi, maka mikroba tidak lagi merespon terhadap mekanisme-mekanisme kerja dari antimikroba ini. Hal ini umumnya terjadi akibat penggunaan antimikroba yang salah (misuse) dan/atau penggunaan yang berlebihan (overuse).

Berikut beberapa faktor penyebab terjadinya resistensi antimikroba:

1. Penggunaan obat yang irasional

Keberhasilan suatu pengobatan ditentukan oleh rasionalisasi penggunaannya, yakni tepat obat, tepat dosis, dan tepat indikasi. Kasus resistensi antimikroba seringkali terjadi ketika dokter kurang tepat dalam menetapkan diagnosis dan/atau meresepkan antibiotik spektrum luas sebagai lini pertama pengobatan yang sebetulnya tidak perlu. Atau ketika dokter meresepkan antibiotik padahal penyebabnya adalah virus yang seharusnya diobati dengan antivirus.

Selain itu fakta bahwa tenaga kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian seperti apotek dapat menyerahkan antimikroba kepada pasien secara bebas tanpa resep dokter juga berkontribusi terhadap peningkatan risiko AMR di Indonesia.

Konsep swamedikasi (pengobatan oleh diri sendiri) disalahartikan karena sebetulnya swamedikasi hanya diperbolehkan dilakukan untuk mengatasi gejala penyakit ringan dengan menggunakan obat-obat golongan obat bebas terbatas, obat bebas, obat bahan alam (OBA), dan suplemen kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun